Bagian 13: Kiss Day
Gawat. Aku tidak bisa tidur gara-gara ucapan Jaehyun tadi sore. Apa dia menembakku? Aku masih tidak percaya dia menyukaiku. Maksudku, apa yang dia sukai dariku? Aku cuma gadis pendiam yang tidak punya daya tarik sama sekali. Bagian mana yang dia suka?
"Hahh, aku bisa gila!"
Ting. Sebuah pesan masuk. Tertulis dari Jaehoney. Oh, astaga. Aku bahkan belum mengganti nama kontaknya. Setelah tahu dia menyukaiku, rasanya jadi sangat aneh. Dengan nama kontak itu, orang bisa salah paham kalau dia pacarku. Pacar ya ... kalau aku menerima cintanya, apa berarti kami pacaran?
Selamat tidur. Semoga kau memimpikanku.
"Ugh, geli sekali membacanya!"
Aku meletakkan ponselku di bawah bantal. Gila! Baru kali ini aku bertemu cowok sepertinya. Kenapa dia tidak ada cuek-cueknya sih? Padahal aku suka cowok yang nggak banyak tingkah dan bersikap apa adanya. Tapi ... Jung Jaehyun? Dia sungguh nggak punya malu.
Ting. Pesan darinya muncul lagi. Meskipun enggan, tanganku tidak bisa sinkron dengan pikiranku. Aku pun membuka pesan darinya yang ternyata ia mengirimkan sebuah foto dengan caption: "Tidurlah, aku akan menemanimu tepat di sampingmu."
Astaga! Dia tidur tanpa pakai atasan? Bisa-bisanya dia mengirim foto yang bisa membuat anak perawan kejang-kejang!
Mengabaikan pesannya, aku matikan ponselku dan segera tidur. Ya ampun, semoga besok tidak ada hal yang lebih aneh lagi terjadi. Cukup hari ini saja aku dibuat pusing. Besok aku harus bersikap biasa supaya Arin atau siapapun tidak curiga. Iya, mari lupakan kejadian hari ini demi kebaikan bersama!
***
"Aku kesiangan!!"
Hal yang paling tidak menyenangkan, semenjak Kak Jisoo punya pacar, adalah ia sering meninggalkanku berangkat duluan ke sekolah. Tentu saja itu ia lakukan jika Kak Jin pergi lebih dulu ke kampusnya, supaya tidak ketahuan. Kak Jisoo selalu meninggalkan catatan kecil yang ditempel di pintu kulkas. Jadi, ketika aku menyiapkan sarapan—roti selai dan juga susu—aku bisa tahu kalau Kak Jinyoung menjemput Kak Jisoo tadi pagi.
Tak sempat sarapan dengan nyaman, aku pun hanya mengambil selembar roti tawar tanpa olesan selai. Meminum air putih secukupnya dan menyabet tasku yang sudah kutaruh di sofa ruang tamu. Sekarang pukul 07.55 pagi, lima menit lagi bel masuk sekolah. Apakah aku bisa mengejar waktu?
Gara-gara Jaehyun, aku insomnia semalaman. Pasti kantung mata hitamku kelihatan jelas.
Tin.... Tin.... Suara bel motor berbunyi nyaring. Seseorang berpakaian seragam sekolah yang serupa denganku mengangkat kaca helm-nya. Oh, cowok itu! Kenapa harus dia yang kutemui pertama di pagi ini?
"Butuh tumpangan?" tawarnya dengan ekspresi yang meledek.
Tidak ada pilihan lain. Aku tidak mau dihukum di sekolah. Lebih baik menderita karena dibonceng Jaehyun daripada menderita karena tidak bisa mengikuti kelas dan harus membersihkan toilet.
Walaupun sudah diberi tumpangan oleh Jaehyun, kami tetap terlambat. Keadaan jalanan yang lumayan macet menjadi salah satu penyebabnya. Penyebabnya yang lain adalah si pengemudi motor yang sepertinya sengaja untuk melambatkan kecepatannya dari biasanya.
Hei, Jung Jaehyun. Kau pikir aku tidak tahu motif tersembunyimu?
Karena kami berdua yang terlambat, maka hukuman membersihkan toilet diganti dengan membersihkan gudang. Kebetulan sekali, gudang di sekolah kami sudah lama tidak dibersihkan dan dirapikan. Mimpi buruk! Aku tidak tahu kalau pagi ini harus terjebak bersama Jaehyun di tempat sempit dan sesak itu. Haa....
"Awas, kecoak!"
"Hah, mana?!" Aku melonjak dan naik ke atas bangku ketika Jaehyun berteriak kalau ada kecoak di dekat kakiku.
Kami sudah berada di gudang, dengan tumpukan beberapa bangku tidak terpakai yang sudah berdebu bahkan dipenuhi sarang laba-laba. Wajar saja aku kaget karena sangat memungkinkan selain serangga berkaki delapan itu, ada serangga lain yang lebih mengerikan, seperti kecoak.
"Tapi bohong!" balas Jaehyun, ia pun terpingkal-pingkal menyaksikan kebodohanku. Awas saja, ya!
Kami menjalankan hukuman dengan sungguh-sungguh. Walaupun, beberapa kali Jaehyun sempat melontarkan candaannya hingga rasanya aku lupa akan semua rasa lelahku. Aku meregangkan badanku, merentangkan kedua tanganku ke atas setelah berhasil merapikan seisi gudang. Debu juga sudah kami bersihkan. Sarang laba-laba yang tadinya mendekorasi gudang, kini sudah kami singkirkan sampai tidak tersisa satu pun. Aku cukup puas dengan kerjasama ini.
"Selesai juga," ucapku setelah membuang sampah ke bagian belakang sekolah. Jaehyun masih mengikuti di belakangku. Sementara itu, kami mendengar suara-suara yang aneh.
"Kau mendengar itu?"
"Apa?" Jaehyun tampak bertanya-tanya. Ekspresi mukanya seakan menjawab pertanyaanku bahwa ia tidak mendengar apapun.
"Dengarkan dengan baik! Aku yakin, ada seseorang di balik tembok itu!" tunjukku ke arah tembok yang tak jauh dari lokasi kami berdiri.
"Kau mau ke mana?"
"Aku mau mengeceknya. Siapa tahu ada siswa yang merokok atau seseorang yang di-bully di sana."
Aku pun melangkahkan kakiku secara hati-hati. Memastikan bahwa tidak ada sehelai daun kering maupun sampah atau ranting yang menghalangi jalanku. Mengingat peristiwa kemarin, aku yakin, tak hanya teman-teman Ryujin yang menyembunyikan korek api untuk merokok di halaman belakang sekolah, tetapi juga ada anak lain.
Semakin dekat langkahku, semakin bulat tekadku. Aku memang bukan siswi yang aktif. Namun, sebagai siswi yang baik, jika mengetahui ada yang melanggar peraturan, aku tidak bisa diam saja. Setidaknya, aku bisa mencatat nama mereka tanpa diketahui dan menyerahkannya pada guru BK.
Ya, sedikit lagi! Aku akan memergoki kalian, lihat saja.
Jari-jemariku menempel perlahan di sisi tembok. Kepalaku sedikit kujulurkan hingga membiarkan kedua mataku untuk mengintip rahasia apa yang ada di balik tembok tak terawat itu.
Betapa kagetnya aku, karena bukan siswa yang tengah merokok atau melakukan kekerasan, tetapi sepasang manusia yang tengah memadu cinta. Bibir mereka saling melahap satu sama lain, membuatku kelimpungan.
Sial. Ini sih bukan pemandangan yang harusnya aku lihat! Sebaiknya aku pergi saja!
"Ada apa di sana? Kenapa buru-buru pergi?"
Saat hendak berbalik meninggalkan tempat, justru Jaehyun sudah berdiri tepat di belakangku. Aku terkejut olehnya.
"Astaga, Jaehyun! Kau mengagetkanku!" pekikku setengah berbisik. "Kita harus pergi dari sini, ayo!"
Aku menyeret tangannya. Tetapi, ia menarikku hingga punggungku menabrak tembok yang aku gunakan untuk mengintip tadi.
"Pergi ke mana?" Jaehyun mengurungku dengan kedua lengannya yang kekar. Menyudutkanku ke tembok dan mendekatkan wajahnya di samping wajahku.
"Apa ... kau ingin kita melakukan seperti apa yang mereka lakukan?" bisiknya. Embusan napasnya di telingaku berhasil membuatku merinding. Aku memejamkan kedua mataku, mengusir gelenyar aneh yang mulai mengusikku.
Tenang Sohyun, tidak mungkin Jaehyun akan menciummu, kan?
"Kau siap? Kau memejamkan matamu, artinya kau setuju aku menciummu."
Seketika kedua mataku kubuka. Mana ada teori seperti itu! Belajar dari mana dia?
"Jangan ... jangan ... Jangan macam-macam! Atau ... atau aku benar-benar membencimu," peringatku sambil menahan kedua dadanya yang hampir bersentuhan denganku.
Jaehyun rupanya cukup tinggi juga. Kepalaku sampai harus mendongak untuk bisa melihat wajahnya.
"Baiklah, baiklah. Lagi pula, aku hanya akan melakukannya setelah kau menerima cintaku."
Ah, kenapa harus diingatkan sih? Bisa tidak, lupakan saja yang kemarin itu?
"Maka dari itu, lihatlah perjuanganku. Aku janji, akan kurebut hatimu dari cowok itu," ujar Jaehyun dengan bangganya.
"Ayo, kita kembali ke kelas. Arin pasti mencarimu." Jaehyun pun menjauhkan dirinya, lalu menarik pergelangan tanganku dengan lembut dan membawaku kembali ke kelas.
Ya ampun, nyaris saja.....
***
"Oh, menyebalkan sekali! Hari ini adalah hari yang paling aku hindari! Aku biasanya akan mengurung diri di kamar dan membaca buku daripada harus berkeliaran di luar rumah!" kicau Arin sambil mengecat pedang palsu yang terbuat dari kayu itu.
Kami berlima—ditambah Ryujin—duduk melingkar dengan masing-masing memegang kuas cat. Arin selalu mengeluhkan banyak hal, kecuali pelajaran. Tapi, topik yang ia bawa kali ini menarik perhatianku.
"Memangnya ada apa dengan hari ini?" tanyaku dengan polosnya.
"Sohyun, astaga! Jangan bilang kau lupa?"
Aku menatap bingung Arin. Clueless. Semua orang kupandangi satu-satu. Baik Ryujin, Jungwoo, maupun Jaehyun seakan menyerah terhadap ketidaktahuanku.
"Kak, hari ini, 14 Juni, yaitu Hari Berciuman alias Kiss Day. Masa Kak Sohyun nggak ngerti?" kata Ryujin.
Hah, pantas saja tadi ada yang berciuman di halaman belakang sekolah secara sembunyi-sembunyi.
"Ya Tuhan, Sohyun cantik, kok kau kalah update dari Ryujin, sih! Nggak malu sama umur?"
"Kenapa? Lagian emang aku cupu, kan? Aku nggak merasa malu. Dan ... apa sih yang membuatmu terganggu?"
Arin menepuk jidatnya. "Kim Sohyun! Kau ini tidak tahu, apa pura-pura tidak tahu? Lihat itu, itu, itu!" Arin mengarahkan telunjuknya satu per satu. Menunjukkan pemandangan dua insan yang saling berpagutan di tempat tersembunyi yang ada di ruang teater.
"Astaga, sebanyak ini? Arin, turunkan telunjukmu! Nanti ketahuan kalo kita ngelihatin mereka." Aku merendahkan pandanganku, menunduk dan sibuk melanjutkan tugas mengecat ini. Aku mendengar suara Jungwoo dan Ryujin tertawa.
"Ya ampun, Sohyun! Kau sudah tujuh belas tahun, dan baru sadar kalo ada banyak pasangan yang ciuman sembunyi-sembunyi bertepatan dengan Kiss Day di sekolah? Wah, kuharap kau tidak kaget di perjalanan pulang nanti! Kau harus lebih memperhatiakn sekitarmu!"
"Memang ada apa di perjalanan pulang nanti?"
"Kim Sohyunnn!" Arin memekik frustrasi. "Ryujin, jelaskan padanya. Kau pasti tau!"
Ryujin sambil menahan tawanya, lalu menjelaskan padaku bahwa, "Kalau di tempat umum, akan lebih banyak orang yang ciuman secara terang-terangan, Kak."
"Oh, tidak. Arin, sepertinya aku menyesal mendengar hal ini darimu dan dari Ryujin. Aku mau tutup mata saja saat pulang nanti," sesalku yang disambut tawa lagi oleh Jungwoo dan Ryujin.
"Tuh kan! Emang ngeselin banget orang-orang itu! Mentang-mentang udah punya pasangan, seenaknya saja ciuman nggak lihat tempat. Dan kau! Kalau suatu saat nanti kau punya pacar, jangan sekali-kali kau ciuman di depan mataku. Atau akan kujambak rambutmu saat itu juga."
Pasangan? Ada-ada saja kau, Choi Arin. Bisa jadi malah kau dulu yang dapat pasangan.
Entah mengapa ketika Arin menyebut soal pasangan tadi, tatapan mataku langsung tertuju pada Jaehyun. Sejak tadi ia tak bersuara. Namun, begitu wajah kami bertemu, aku dapat melihat senyuman terulas di bibirnya. Senyuman yang tidak dapat aku artikan. Dan tampaknya ... Jaehyun sedari tadi memandangiku. Aku saja yang tidak tahu.
Jaehyun, apa dia benar menyukaiku?
***
Tbc
Suka beneran nggak sih, Bang Jeff? Jangan ngebaperin anak orang cuma buat mampir main doang, ya?! Awas aja!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top