Bab 41. Pembalasan

Menjadi duri dalam daging, seperti itulah Yeri dideskripsikan. Menghayati perannya sebagai wanita simpanan, di usia yang terbilang masih jelita, sosok Yeri telah berhasil merusak sebuah keluarga. Ia juga yang telah menjadi alasan perceraian antara CEO Dongjun Group dengan istrinya. Sehingga, hal itu membuat Doyoung—yang merupakan putra satu-satunya dan penerus Dongjun Group—sangat membenci Yeri.

Aku tidak menyangka, kupikir buat apa dulu Kak Doyoung terlalu nurut dan rela mengawal Yeri ke mana saja kalau kenyataannya ia sangat dendam kepada gadis itu. Ternyata, di balik sikap "terpaksa"nya, Yeri selalu menekan Kak Doyoung. Mengancam Kak Doyoung bahwa ia akan menyebarkan fakta mengenai dirinya yang merupakan wanita simpanan ayahnya. Awalnya Kak Doyoung berhasil dipengaruhi. Ia peduli pada reputasi ayahnya, karena itulah ia turuti semua perintah Yeri agar papanya tidak hancur. Namun, makin ke sini, Kak Doyoung seolah makin terbuka pikirannya. Mengetahui sikap sang Papa yang jauh berubah, setiap malam suka membawa perempuan lain ke rumah—padahal sudah punya Yeri, suka minum-minum kalau lagi marah, bahkan seorang ayah yang tak pernah memarahi anaknya itu beberapa waktu lalu menampar keras pipi Kak Doyoung hanya gara-gara Kak Doyoung menasihatinya. Tentu ia sudah lelah.

Kak Doyoung pun memutuskan untuk membongkar semuanya. Masa bodoh dengan reputasi ayahnya, perusahaannya, atau reputasinya sendiri. Ia hanya ingin melampiaskan rasa kecewa dan bencinya secara bersamaan. Oleh sebab itu, Kak Doyoung mengorek latar belakang Yeri dan memata-matai Yeri ke manapun gadis itu pergi. Sehingga, terkumpullah semua bukti foto-foto ini—foto yang ia upload ke website sekolah dan telah ramai diperbincangkan anak-anak.

Sebagian percaya, sebagiannya lagi tidak. Tentu yang tidak percaya itu matanya sudah dibuat berkabut oleh Yeri. Aku tidak tahu, bagaimana bisa seorang Yeri begitu andal memanipulasi pikiran orang. Dia gadis yang mengerikan.

"Kak Doyoung beneran nggak papa? Kakak pasti paham kan, dengan beredarnya foto itu, nama baik Kakak ikut tercemar."

"Jangan khawatir, kalau cuma segini aku bisa tahan. Lagi pula, tak lama lagi ujian kelulusan. Aku hanya perlu bertahan beberapa bulan."

Aku tahu bagaimana rasanya dirundung, dikucilkan, difitnah dan lain-lain. Aku khawatir, jika rencananya dilanjutkan, ia pasti benar-benar akan hancur. Kak Doyoung selama ini menjadi kakak kelas yang sangat populer. Selain wajahnya yang tampan, Kak Doyoung berasal dari keluarga kaya, konglomerat, memiliki manner yang baik, punya banyak bakat, ia juga pernah menjabat menjadi ketua OSIS dua kali berturut-turut sejak kelas dua. Dengan beredarnya foto Yeri, image-nya pasti rusak begitu saja. Dan mungkin, hal tersebut akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang iri terhadap Kak Doyoung untuk membuatnya semakin terjatuh.

Namun percuma saja, sepertinya tekad Kak Doyoung sudah bulat. Ia juga sudah mempertimbangkan segala risiko yang mungkin akan ia hadapi. Aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Lagian, apa pengaruhku? Aku cuma gadis lemah yang butuh perlindungan.

"Baiklah, Kak. Jika itu keputusanmu, maka kami tidak akan menghalangi. Sekali lagi, mungkin aku tidak tahu malu, tetapi Kakak secara nggak langsung telah membantu kami. Jadi, jika terjadi sesuatu, jangan sungkan untuk meminta bantuan pada kami."

Jaehyun bersuara. Ia merasa bersalah karena berkat Kak Doyoung, aku dan Jaehyun terbebas dari gosip yang sebelumnya. Namun sebagai imbasnya, Kak Doyoung yang harus mempertaruhkan reputasinya. Jujur, aku juga merasa tidak enak.

"Sudahlah, jangan terlalu mencemaskanku. Jangan merasa bersalah juga, aku bertindak juga bukan benar-benar untuk menolong kalian, tapi untuk melampiaskan kebencianku."

Pembicaraan pun berakhir. Kak Doyoung memutuskan pulang ke rumah ibunya. Setelah apa yang terjadi di sekolah hari ini, ia yakin, jika ia pulang ke rumahnya maka Kak Doyoung tidak akan selamat. Papanya bukan orang yang bodoh. Setelah foto-foto itu beredar, pasti beliau sigap mendapatkan informasi mengenai siapa dalang di balik semua ini. Dengan kekuasaannya itu, tidak ada yang tidak mungkin.

Dan untuk Yeri, gadis itu tidak kelihatan lagi di sekolah. Entah sembunyi di mana. Apakah ia kabur dari kenyataan? Meskipun begitu, aku tetap mengkhawatirkannya. Bagaimanapun juga, dia masih remaja. Pasti keadaan mentalnya tidak baik setelah tertimpa berbagai masalah hari ini.

***

Jaehyun POV

Perasaanku lega ketika kebusukan Yeri diketahui semua orang. Aku dan Sohyun bebas dari rumor yang menjerat kami. Kami bisa berhubungan dengan lebih nyaman tanpa disorot oleh siapa pun.

Sesampainya di apartemen, aku masih memikirkan apa yang Kak Doyoung katakan sewaktu di rumah Sohyun tadi. Rasa bersalah dan ketidakenakanku tak kunjung hilang. Yah, lagi pula aku sudah berjanji akan turut serta mendukung dan berada di pihak Kak Doyoung apabila terjadi sesuatu nanti.

Tak berapa lama setelah menjatuhkan diriku di kasur, bel apartemenku berbunyi. Aku kira itu Sohyun, tetapi kalau memang dia, harusnya dia tidak pencet bel. Aku sudah memberitahukan password apartemenku padanya. Tentu saja password yang berbeda dari sebelumnya.

Turun dari ranjangku, aku agak ragu-ragu untuk membukakan pintu. Dan benar saja, ketika kubuka ternyata Yeri sudah berdiri lemas dengan bekas memar yang ada di ujung bibirnya. Di sana juga keluar sedikit darah. Penampilannya berantakan, rambutnya acak-acakan. Pakaiannya sobek di beberapa bagian.

"Kau kenapa?!"

"Jae, tolong biarkan aku masuk. Please," mohonnya dengan suara yang sangat lirih.

Aku mungkin akan menyesali keputusanku nanti, tapi aku tidak bisa membiarkan atau menelantarkan perempuan dalam keadaan terluka seperti ini. Aku menyuruhnya masuk dan sesegera mungkin menutup pintu.

Yeri tak berbicara, ia bungkam. Yang dilakukannya hanyalah duduk di sofaku dan menundukkan kepala. Aku mengambil tempat di hadapannya. Menuntutnya untuk berbicara, setidaknya agar aku tidak bingung harus berbuat apa.

"Apa yang terjadi?"

"Kau pasti senang kan."

Kalimat singkat itu ia ucapkan dengan penuh kepastian. Suaranya sedikit tertekan, namun cukup tegas sehingga aku lumayan terintimidasi.

"Ya, mungkin ini menguntungkan bagiku. Tetapi, dibandingkan senang, aku lebih merasa lega saja."

"Kenapa?"

"Karena terbebas darimu."

Yeri terkekeh.

"Segitu inginnya kamu lepas dariku? Apakah kenangan kita dulu sudah tidak ada artinya lagi bagimu?"

"Cukup. Aku tidak ingin kembali mengingatnya. Semakin kuingat, semakin besar penyesalanku."

"Iya. Pasti. Kamu pasti nyesel udah kenal sama aku. Aku nggak meragukan itu. Tapi, kamu jahat banget, tau nggak?"

Aku sama sekali tidak meresponnya. Aku hanya fokus memperhatikan gerak-geriknya, ekspresi mukanya yang penuh tanda tanya dan kecewa.

"Aku mengorbankan segalanya. Hidupku, kebahagiaanku, dan pada akhirnya aku tetap kehilangan sesuatu. Terutama, kehilanganmu. Orang yang paling kucintai."

Aku tertegun. Sudah lama sejak Yeri berkata dengan nada setulus ini. Aku yakin, itu adalah ucapannya yang paling jujur dan dalam. Tetapi apa gunanya mengatakan hal itu padaku sekarang? Di saat aku sudah sembuh dari sakit hati dan memiliki Sohyun untukku saat ini. Aku tidak bisa memahami jalan pikiran Yeri. Sekali pun tidak.

"Aku memang salah. Aku seringkali menduakanmu. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa pada diriku sendiri. Semakin aku menahan diri, semakin aku menggila. Aku pikir, cuma kau yang bisa merubahku, Jaehyun," ucapnya dengan suara yang bergetar.

Apakah dia menangis? Kenapa? Seorang Yeri yang tidak punya perasaan bisa menangis?

Tidak, Jaehyun. Kau tidak boleh terlalu empati padanya. Kau tahu sendiri kan, gadis ini manipulatif. Kau tidak boleh terjerat lagi oleh ucapannya.

"Jaehyun, apakah sudah benar-benar tidak ada lagi harapan dan kesempatan untukku?"

Aku masih membisu. Lagi-lagi aku mencoba memahami maksud dari setiap kalimat yang ia katakan. Tetap saja aku tidak mengerti.

"Jaehyun, aku sungguh sangat menyukaimu. Kau satu-satunya orang yang peduli padaku di saat keluargaku hancur. Aku tidak pernah bisa melepasmu sejak itu. Kumohon ... beri aku kesempatan sekali lagi."

Aku menghela napasku. Kupikir-pikir, sudah sering aku memberinya kesempatan untuk berubah. Namun selalu ia sepelekan. Dan ia memintanya lagi saat ini, tentu aku sudah tidak bisa. Hatiku sudah kuserahkan sepenuhnya untuk orang lain. Bagiku, Yeri cuma masa lalu yang ingin aku lupakan.

Aku pun menggelengkan kepalaku.

"Maaf, aku nggak bisa. Kesempatan yang kuberikan padamu sudah terlalu banyak, kali ini, aku tak bisa memberikannya lagi. Lagi pula, kau sudah tau aku bahagia bersama orang lain. Bersama Sohyun."

"Tidak, Jae. Aku tahu, kamu cuma memanfaatkan gadis itu untuk membuatku cemburu kan? Aku tahu, kau masih menyimpan rasa padaku."

"Maaf, tapi tidak lagi. Sejak natal tahun lalu, malam di mana hubungan kita berakhir, rasa cintaku pun juga ikut berakhir."

"Jangan bohong, Jaehyun! Jika kau tidak peduli padaku, kau tidak mungkin membukakan pintu dan membiarkan aku masuk."

Ya Tuhan, gadis ini menyalahartikan kebaikanku. Apa sebaiknya aku mengusirnya saja? Aku hanya tidak ingin menjadi pengecut yang kasar dan berengsek kepada wanita.

"Kau akan menyesal, Jaehyun. Sekali lagi aku bertanya, apakah tidak ada kesempatan lagi untukku?"

Aku mendesah. Kembali aku menegaskan jawabanku padanya dengan lebih singkat dan tegas.

"Tidak."

"Baiklah, aku mengerti," responnya enteng.

Pembicaraan kami terusik ketika mendadak gedoran pintu apartemenku terdengar keras dan berulang-ulang. Sebelumnya tak pernah ada tamu yang bertindak sekasar ini, bahkan mamaku sekalipun. Meski aku terlalu lama membukakan pintu, tidak akan ia berbuat rusuh begini. Aku melirik ke arah Yeri. Gadis itu tampak ketakutan.

"Jaehyun, jangan bukakan pintu," ujarnya yang membuatku makin menyipitkan mata.

"Kenapa? Memangnya siapa yang datang?"

"Kubilang jangan!"

Yeri berteriak kencang saat aku mulai menegakkan tubuhku dan beranjak menuju pintu.

"Kalau kau berani membuka pintu itu, maka bukan hanya nyawaku, tapi nyawamu juga ikut terancam!" bentaknya.

Aku memijit kepalaku. Lalu sampai kapan aku akan membiarkan pintu apartemenku digedor-gedor? Bisa-bisa tetangga apartemenku memprotes atau malah mengusirku karena hal ini.

"Jangan! Hey?! Jung Jaehyun! Jaehyun!!"

Aku mengabaikan teriakan Yeri. Memang siapa sih yang bertamu ke apartemenku ini?

"Loh, Kak Doyoung?"

Begitu kubuka pintu, hanya ada sosok Kak Doyoung yang tampak berdiri dengan senyuman licik di wajahnya.

***
Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top