Bab 38. Kecolongan
Harus yg heboh ya komennya! Titik.🤤 Lama kan nggak melihat keuwuan JaeSo, selamat membaca ;)
***
Duagh.
"Awww!" Aku meringis kesakitan karena baru saja kepala Jaehyun menghantam daguku.
Ciuman apa?! Ini sih musibah!
Aku terlalu banyak mengkhayal. Jung Jaehyun pada akhirnya jatuh ke depan. Untung aku tidak tertimpa olehnya. Hanya saja, daguku menjadi korban. Ugh, sakit sekali rasanya. Jidatnya itu terbuat dari tulang tengkorak apa besi baja sih? Aku sampai ragu kalau dia manusia, soalnya kepalanya keras sekali.
"Haa Sohyun, maaf! Pasti sakit sekali ya? Aduh, aku nggak sengaja. Aku kaget karena tiba-tiba mendengar sesuatu," ucap Jaehyun sambil mengusap daguku.
"Sesuatu apa sih? Kau jangan menakut-nakutiku!"
Bagaimana tidak menakut-nakuti? Dari tadi, cuma ada kami berdua di tempat ini. Berhubung masih pagi, tak banyak orang yang melintas. Walaupun seharusnya banyak yang jogging di sekitaran sini. Tapi, sungguh cuma ada kami berdua.
"Nah, itu siapa tuh?" Jaehyun menunjuk ke arah lain. Membuatku seketika berpindah posisi ke belakang tubuhnya.
"Apa? Siapa? Di mana?"
Benar saja. Seonggok manusia tergeletak tak berdaya tepat di depan pintu minimarket. Sepertinya orang mabuk. Menatapnya, ingin membuatku muntah. Jaehyun memberanikan diri memeriksa orang itu.
"Dia pingsan," katanya.
Dan tak lama kemudian.
"Kuhajar kau, bajingan! Berengsek! Sialan!"
"So–sohyun!! Tolong!"
Rambut Jaehyun ditarik oleh orang asing itu. Wajahnya terlihat kesakitan. Aku yang panik langsung mencari bantuan. Aku memanggil kasir dari minimarket itu. Kami berniat menelepon polisi, namun seseorang datang. Kami pun mengurungkan niat itu karena sepertinya yang datang adalah keluarga dari si pemabuk.
"Kak!! Kenapa Kakak melakukan ini lagi sih? Dasar bodoh! Kakak mau dipukul oleh Paman lagi?"
Aku masih berada di dalam mininarket. Tak dapat melihat wajah orang itu. Namun, suaranya terdengar dari dalam sini. Kulihat, rambut Jaehyun sudah tidak dijambak lagi. Ia berdiri terperangah. Menyaksikan dua manusia yang sibuk berselisih satu sama lain.
"Kakak mabuk lagi?! Astaga! Sampai kapan Kakak begini? Menghabiskan malam dengan bermain perempuan, minum alkohol, dan mengabaikan panggilan dariku. Aku lelah harus mencarimu setiap pagi. Aku sampai tidak bisa tidur dengan tenang setiap malam. Semua gara-gara kau! Ayo, kita pulang!"
Suara orang itu semakin kencang. Aku pun semakin dapat mengingatnya. Jika tidak salah lagi ... Jeon Jungkook?
"Ternyata benar kau!"
Aku seketika keluar untuk memastikan apakah memang Jungkook yang sedari awal mengomel tanpa henti. Selama ini aku penasaran, ke mana cowok itu semenjak aku dipermalukan di lapangan? Dia bahkan tidak menemuiku untuk memberi penjelasan atau meminta maaf. Aku sadar, Jaehyun pun lebih baik darinya karena meskipun ia bersalah, ia tetap meminta maaf dengan tulus. Bukan kabur seperti dirinya.
"Oh, selama ini kau sibuk memungut sampah? Aku tidak percaya. Kau tahu cowok sampah ini mendekati kakakku, tapi kau tidak berusaha memperingatiku."
"So ... Sohyun? K–kau ... Jaehyun juga?" Jungkook tampak linglung. Ia pasti tidak menyangka bagaimana kami berdua bisa ada di sini dan tanpa sengaja bertemu dengannya.
"Dasar pengecut."
Usai mengucapkan kalimat itu, aku berbalik meninggalkan minimarket. Jaehyun tanpa aba-aba berjalan mengikutiku.
"Pengecut! Dasar pengecut! Harusnya, kupukul saja tadi cowok itu!" Aku berkomat-kamit, tidak bisa lagi menyembunyikan kekesalanku. Jaehyun yang mengikutiku di belakang, kini sudah berjalan mensejajariku.
"Apa kau? Kau ketawa?!" bentakku pada Jaehyun.
"Kau tahu, wajahmu saat sedang marah itu, sangat lucu! Hahaha. Bibirmu mengerucut seperti bebek."
"Diam kau!"
"Kenapa sampai menahan diri tadi? Harusnya kau pukul saja dia. Katanya kau ingin memukulnya."
"Kalau saja aku cowok, aku akan memukul wajahnya. Masalahnya, aku cewek. Aku tidak mungkin melakukan hal sekejam itu."
"Kau kan bisa menyuruhku tadi. Kalau kau suruh, dia pasti sudah babak belur sekarang ini."
"Jangan dulu. Mungkin tenagamu masih bisa kugunakan nanti. Jangan membuang-buang waktu untuk si pecundang itu."
Aku mengembang-kempiskan hidungku.
"Ngomong-ngomong, bau apa ini?"
Aku mengikuti arah bau menjijikkan itu dan berakhir dengan melihat bekas noda basah di pakaian yang Jaehyun kenakan.
"Jae?! Jangan bilang ...."
"Yap, aku kena muntahan si sampah."
"Eww! Menjijikkan!!" Aku langsung menjauh darinya. Dan Jaehyun pun mengejarku.
"Hei, kau kan pacarku! Kita harus berbagi masalah bersama kan? Jangan kabur!"
***
Aku duduk cemas di meja makan. Keempat keluargaku, duduk melirikku dengan aura mencurigakan. Ah, mereka pasti terkejut karena aku membawa Jaehyun ke rumah. Lagian, mana mungkin aku membiarkan cowok itu pulang dengan bau tidak sedap? Jadi, aku memintanya mandi dulu di rumah dan meminjam pakaian milik Kak Jin untuk dikenakan olehnya.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" ceplosku.
"Hoo, Sohyun. Kau dan Jaehyun, apa yang kalian lakukan pagi-pagi sekali? Pantas saja aku melihatmu mengendap-endap keluar rumah di jam yang biasanya kau masih molor di atas tempat tidur," sentil Kak Jisoo tepat mengenai sasaran.
"A–aku hanya, tadi kami...."
"Apa kalian sudah baikan?" tanya Mama.
"Baguslah. Papa ikut senang. Lagi pula, nanti malam adalah hari digelarnya pesta ulang tahun pernikahan orang tuanya Jaehyun. Semakin bagus suasananya kalau kalian sudah menyelesaikan masalah di antara kalian."
"Ah, iya juga. Sekalian Jaehyun di sini, bagaimana kalau kita memintanya untuk mengomentari gaun yang akan Sohyun kenakan nanti?"
"Apa?! Nggak, Kak! Buat apa sih? Jangan macam-macam deh. Aku nggak mau." Aku menolak keras ide gila Kak Jisoo.
Yang benar saja, maksudnya aku harus berjalan seperti model dan berpose di depan Jaehyun mengenakan gaun itu? Aku malu! Tidak mau.
"Yah, anak itu pasti akan sangat terkesima olehmu. Aku ingin sekali menangkap dan mengabadikan ekspresi melongonya."
Itu sih akal-akalan Kak Jisoo saja supaya bisa mendapatkan aib Jaehyun.
"Jangan. Biar penampilan Sohyun nanti malam menjadi surprise. Tidak seru kalau anak itu mengetahui konsep dress milik Sohyun. Benar kan, Ma?"
"Wah, tumben Kak Jin otaknya encer," seru Kak Jisoo yang langsung mendapat pelototan dari Kak Jin. Mama dan Papa tertawa akibat ulah Tom and Jerry ini.
"Eh, Sohyun. Kenapa Jaehyun dari tadi nggak turun-turun? Makanannya keburu dingin. Coba panggil dia," ujar Mama.
"Kenapa aku? Kak Jin saja."
"Memang dia pacarku?" serobot Kak Jin yang membuatku berdecak sebal.
"Ya sudah, kalian pacaran saja. Aku tidak masalah kok."
"Sst, Sohyun! Cepat panggil Jaehyun kemari." Titah Mama yang tak terbantahkan mengharuskanku berdiri dan menyusul cowok yang sedang menggunakan kamar mandi di kamarku.
"Baiklah, baiklah."
Sementara aku berjalan menaiki tangga, aku bisa mendengar kikikan tawa mereka dari arah dapur. Mereka pasti senang berhasil mengerjaiku.
Sampai di depan kamar, aku ragu. Haruskah aku mengetuk pintu, atau langsung masuk ke dalam saja? Tapi kan, ini kamarku. Aku tidak perlu izin untuk memasukinya. Tapi ... di dalam sana, seorang laki-laki sedang mandi. Bahkan mungkin mengganti pakaiannya di luar kamar mandi.
Ya ampun. Kepalaku jadi pusing. Kuketuk saja lah, daripada terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Tanganku melayang di udara dan hendak mengetuk permukaan pintu yang terbuat dari kayu itu. Namun, tiba-tiba saja pintu itu terbuka. Menampakkan sebuah dada yang bidang dengan balutan kaos burgundy polos yang ... robek di bagian bahunya! Hei, apa yang dilakukan Jaehyun sampai bagian itu robek?!
"Ya, Jung Jaehyun?! Kau merobek pakaian kakakku!"
"Sshhh." Jaehyun membungkam mulutku dengan telapak tangannya yang lebar lalu menyeretku masuk ke dalam kamar.
"Bagaimana bisa begitu?" ucapku berbisik.
"Kaosnya kekecilan," kata Jaehyun penuh rasa bersalah.
Aku menepuk jidatku. Aku lupa, sebesar apa tubuh Jaehyun jika dibandingkan dengan Kak Jin yang kerempeng itu. Tapi ... semua pakaian Kak Jin punya ukuran yang sama.
Aku memerhatikan Jaehyun sekali lagi. Benar. Kaos itu melekat ketat di tubuhnya sampai berhasil mencetak otot-otot dada dan perutnya begitu epik. Aku menelan ludahku.
Tidak! Apa yang kau pikirkan Sohyun? Sadarlah!
"Ba–bagaimana kalau kau pakai sweater oversize yang pernah kupinjamkan padamu dulu? A–aku ambilkan dulu. Soalnya, semua ukuran pakaian Kak Jin itu sama. Jadi, percuma jika aku pinjamkan lagi padanya, pasti ujung-ujungnya tidak muat."
Aku terus mengoceh selagi berjalan ke arah almariku untuk menemukan sweater biru pastel kesayanganku itu. Tepat saat berbalik, mendadak Jaehyun sudah berdiri di depanku. Aku menabrak dadanya.
"Jung Jae– ya!!! Kau melepas pakaianmu?!!" Aku langsung menutup kedua mataku.
Manusia ini ... kok bisa-bisanya telanjang dada di kamar milik perempuan? Ah!! Membuatku kaget saja. Ekspresiku pasti terlihat sangat memalukan.
"Kan aku butuh ganti baju. Memangnya salah?"
"Kan ada kamar mandi di sana! Lagian cuma berapa langkah sih. Malas gerak?!"
"Memangnya salah, nanti di masa depan, kamar ini juga akan jadi milik kita berdua."
"Apa katamu–"
Aku membuka mataku. Wajah Jaehyun sudah ada di depanku. Karena tubuhnya yang lebih tinggi, ia merundukkan kepalanya secara sengaja agar kedua mata kami sejajar dan saling berhadapan.
Tidak. Jantungku lagi-lagi berdetak seperti sedang berada di pacuan lomba menunggang kuda. Aku merapatkan bibirku.
"Sohyun." Jaehyun tidak melepaskan kedua matanya dariku. Semakin kuamati, pesona Jaehyun semakin kuat kusadari. Dari sekian bagian wajahnya, kedua matanya lah yang paling memikatku. Juga, kedua lesung pipinya saat tersenyum. Daripada memikirkan lesung pipi, aku justru tenggelam dalam teka-teki di balik seringaian bibirnya saat ini. Apa yang mau dia lakukan?
"Bukankah dulu aku pernah bilang, kalau ... aku akan menunjukkan apa yang seharusnya pasangan lakukan saat berpacaran?"
Iya! Iya! Terus kenapa? Bisakah kau menjauh? Ini sangat membuatku deg-degan!
Jaehyun mendaratkan kedua tangannya di almari. Mengunci tubuhku dalam kungkungannya. Sohyun, tenangkan dirimu. Berulang kali kurapalkan kalimat itu, namun tetap saja tidak menghasilkan efek apapun.
Napasku malah semakin tercekat. Apalagi, sejak sebelah tangan Jaehyun mulai memainkan rambutku.
"Kau juga setuju kan, kalau kita pacaran ... aku bisa menciummu?" Jaehyun mengatakan kalimat itu begitu entengnya sambil jempolnya merayap naik mengusap kedua bibirku.
Ah, gila! Aku bisa gila!
"Kau jangan pura-pura lupa. Aku melihatmu memejamkan mata tadi pagi saat tak sengaja wajah kita berdekatan seperti ini. Kau ... mengira aku akan menciummu kan?"
"K–kau, kau tahu?" Aku refleks menutup bibirku dengan kedua tanganku. Sial, keceplosan.
Jaehyun semakin memperlebar seringainya.
"Jadi, bagaimana kalau kita lakukan sekarang? Aku tidak sabar ingin menandaimu."
Hei, apa maksudnya menandai? Dia pikir aku buku bon pembayaran hutang-hutang Arin di kantin?!
Mau tidak mau—secara tanpa sengaja—aku justru menutup kedua mataku. Lagi-lagi memberinya lampu hijau untuk melakukan apa yang ingin ia lakukan. Walaupun sejujurnya, aku juga penasaran bagaimana rasanya berciuman. Apakah sekarang waktu yang tepat?
"Bersiaplah, Sohyun...."
Suara Jaehyun yang berbisik lirih di telingaku, membuat sekujur tubuhku merinding. Mengikuti instingku, aku meletakkan kedua telapak tanganku di dadanya. Merambat naik, hingga akhirnya melingkar di lehernya. Hidung kami bersentuhan. Kami saling bertukar napas hingga ketika bibir kami hampir bersentuhan, sebuah gedoran pintu mengagetkan kami berdua.
"Sohyun? Kenapa lama sekali? Cepat turun, dasar! Aku sudah kelaparan!"
Suara Kak Jisoo!
"Jae–"
Tidak sepanik diriku, Jung Jaehyun masih menatapku lapar. Ia merasa tak puas sampai ia benar-benar sukses menciumku. Jangan bilang dia ingin melanjutkan kegiatan ini!
"Sohyun, aku dobrak pintunya nih!!"
Aku berlari mengeluarkan jurus secepat angin karena teringat, pintu itu tidak terkunci. Aku tidak rela jika Kak Jisoo melihat pemandangan Jaehyun yang tidak pakai baju. Sungguh tidak rela! Lagi pula, nanti aku dipikir melakukan macam-macam dengan Jaehyun.
"Iyaaa!! Jangan masuk, nanti aku segera turun. Bentar lagi kok!! Ini Jaehyun katanya lagi buang air besar!"
"Hahh, baiklah. Jangan lama-lama. Kalian mati di tanganku kalau sampai sepuluh menit nggak balik ke meja makan," ancamnya.
Fyuh. Aku bernapas lega.
"Jae, cepat pakai sweater-nya!"
"Sohyun, apa ini? Kau memungut lagi bunga itu dari tempat sampah?"
Saat berbalik badan, Jaehyun sudah memegang vas berisi beberapa tangkai bunga daffodil yang memang sengaja aku ambil lagi dari tempat sampah di kelas.
"Hei, berikan! Kembalikan itu!"
"Sohyun, kau diam-diam masih peduli padaku ya," godanya.
"Kembalikan, Jaehyun!" Aku bersikeras merebut vas itu darinya tapi Jaehyun mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Kau menyebalkan!"
Kemudian, secara impulsif Jaehyun menarik pinggangku dan berhasil mengecup bibirku singkat. Aku tertegun saat itu juga.
"Berhasil!" soraknya.
Menahan malu, aku buru-buru kabur duluan ke meja makan. Tidak kuat lagi harus berhadapan dengan cowok itu. Aku juga tidak ingin ia menyadari betapa merah wajah dan telingaku sekarang ini.
***
"Kalian tersesat di Hutan Amazon ya? Kenapa baru sampai? Wah, aku nyaris mati kelaparan!" omel Kak Jin.
"Dan ... Jaehyun, kenapa kau pakai sweater itu? Bagaimana dengan kaosku?"
Jaehyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Itu, Kak .... Kaosnya robek, hehe."
Merasa terintimidasi, kedua kakakku bahkan orang tuaku menatapku aneh.
"Kenapa kalian melihat ke arahku? Aku salah apa?"
"Sohyun, bukan kau yang merobeknya kan? Soalnya, dari tadi sebenarnya kami dengar suara gaduh dari kamarmu," ucap Kak Jisoo dengan nada mencurigakan.
"Apa yang kalian pikirkan sih? Kaosnya robek karena tidak muat dipakai Jaehyun."
Sungguh, aku tidak paham apa yang ada di pikiran keluargaku. Yang jelas, itu pasti sesuatu yang mengerikan.
"Hah, syukurlah. Jangan melakukannya, kalian harus menikah dulu." Kali ini Mama menimpali.
Astaga. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Mereka semua tertawa di atas penderitaanku. Terutama, si cowok mesum itu. Aku ingin membunuhnya saat ini juga!
Daripada menanggapi mereka, aku justru sekarang gugup memikirkan pesta nanti malam. Kira-kira, apa aku bisa menampilkan diri dengan baik? Apalagi, nanti aku akan bertemu dengan Paman dan Bibi, orang tua Jaehyun. Apa yang akan kami bicarakan ya?
***
Gimana yeorobun? Part-nya panjang banget, semoga terpuaskan ya karena aku tinggal sampe berminggu-minggu mengurus ini—itu. Tapi tenang, ini masih pemanasan. Keuwuan mereka bisa kita lihat waktu pesta. Jadi, stay tuned😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top