Bab 36. Baikan

Kita ke sudut pandang Sohyun lagi ya, so ... lupakan dulu masalah si Jahe. Nanti bakal dibahas lagi. Cuz....

***

Aku sengaja bangun kesiangan. Alasannya agar aku bisa menghindari sarapan bersama kedua kakakku. Beberapa hari berlalu setelah kejadian mengerikan waktu itu. Sejujurnya, aku tidak semarah ini pada mereka, aku hanya belum siap saja jika harus berbicara dengan keduanya. Meskipun berat, sampai-sampai aku mengalami kesepian akut di rumah akibat mengurung diri di kamar, aku tetap bertahan.

Setelah rapi dan siap untuk berangkat, barulah aku keluar dari kamar. Kak Jin sudah menyambutku di ujung tangga dengan tatapan khawatirnya. Aku mengalihkan pandangan sambil berkata, "Aku kesiangan, aku berangkat duluan." Tampak ia kecewa karena tanpa sengaja aku melihat ada tiga piring sandwich beserta tiga gelas susu hangat telah disiapkan di atas meja makan.

"Sohyun, bawalah sarapanmu. Atau setidaknya tunggu Jisoo. Kalian berangkat bareng bisa kan?"

"Aku ada piket pagi. Kalau nggak segera berangkat, nanti nggak keburu," alibiku hingga Kak Jin tak berkutik.

Aku pun berhasil lolos dan cepat-cepat pergi dari rumah supaya tidak dihentikan lagi. Dan ketika sudah keluar pun, aku masih dapat melihat Kak Jin menatapku sendu dari pintu rumah. Mengantar kepergianku dengan sangat sedih.

Karena berangkat cukup siang dari jam biasanya, anak-anak sudah terlihat memenuhi kelas. Beberapa bahkan mengeluarkan buku pelajaran mereka dan siap menyambut jam pertama. Kini bangkuku berada di nomor dua dari depan, di barisan kedua dari deret sebelah kanan. Sangat jauh dari posisi Jaehyun duduk. Aku sengaja berpindah karena tak ingin dekat-dekat dengannya. Apalagi masih ada gadis itu di sana. Aku semakin kesal.

Arin setia padaku. Ke manapun aku berada, ia akan mengikutiku. Sehingga kini, kami bisa duduk bersebelahan tanpa perdebatan dengan pemilik bangku yang sebelumnya. Semua berkat kegarangan Arin ketika meminta kami mengubah tempat duduk di kelas.

"Sohyun, apa itu?" tanya Arin yang juga menjadi pertanyaanku sekarang.

Sebuket bunga daffodil tergeletak di atas mejaku lengkap dengan catatan kecil berisi kata "Maaf" di atasnya. Aku langsung melirik ke arah Jaehyun. Mata kami bertemu. Ya, ini bunga darinya. Aku tidak ingin kejam tetapi ... aku membuang bunga itu ke tempat sampah yang ada di depan kelas. Jaehyun terang-terangan menunjukkan ekspresi sedih dan kecewanya. Sementara, aku menatapnya tajam seolah memperingatkan agar ia jangan pernah mencoba untuk mendekatiku lagi. Terutama untuk saat ini sampai aku bisa menerima kata maafnya.

Belum sampai istirahat makan siang, aku sudah terbaring lemah di atas ranjang ruang kesehatan. Karena pagi tadi aku melewatkan sarapan, perutku terasa sakit dan mual. Aku lemas dan tidak bisa fokus di kelas sehingga di sinilah aku. Tidur-tiduran sambil menahan rintihan. Arin tak sempat menemaniku, tetapi ia berpesan padaku bahwa tepat saat bel istirahat nanti ia akan sesegera mungkin berkunjung dan membawakan makanan. Aku mengiyakan saja, toh aku paham kondisinya bagaimana. Ada kuis hari ini dan Arin tak bisa meninggalkannya tanpa alasan yang pasti.

Aku tertidur sesaat dan bangun tiba-tiba karena mencium aroma yang sangat harum. Bukan pengharum ruangan. Ini adalah bau mentega dan telur, juga aroma gurih dari nori. Seketika aku membuka mataku dan di meja sebelahku sudah ada sekotak makan siang yang aku prediksikan merupakan sumber dari aroma tersebut.

"Dari siapa ini? Apa mungkin Arin yang mengirimkannya lewat ibu kantin?"

Setahuku, anak itu sangat dekat dengan ibu kantin seakan-akan beliau ibu kandungnya sendiri. Tapi baguslah, aku sangat lapar sekarang. Setelah banyak berkeringat dingin dan memejamkan mata, perutku tampak mulai bisa diisi. Aku juga sudah minum obat maag beberapa jam yang lalu. Jadi, sudah saatnya untuk memulihkan tenaga.

Begitu dibuka, semerbak harum nasi kepal dan telur gulung ini memenuhi ruang kesehatan. Aku tidak bisa berhenti meneteskan liurku akibat aroma sedapnya yang menggoda. Alhasil, satu–dua suap nasi masuk dan terkunyah di dalam mulutku. Enak sekali.

Saat sedang asyik makan, tiba-tiba saja terdengar suara bersin dari ranjang di sebelahku. Aku tak tahu kalau di sana ada orang lain, mengingat atar ranjang dibatasi oleh sebuah tirai yang cukup panjang. Meskipun aku ingin cuek, tapi tidak dapat dipungkiri. Aku sangat mengenal suara bersin itu. Tanpa ragu, kusibak tirai pembatas berwarna biru muda tersebut dan benar saja.

"Kau? Apa yang kau lakukan di sini?"

Laki-laki dengan rahangnya yang tegas itu melongok kaget ke arahku. Tak menyangka bahwa aku memergoki keberadaannya.

"Jangan-jangan makanan ini ...."

Aku tidak melanjutkan kalimatku. Menebak bagaimana ekspresinya ketika aku menyinggung soal nasi kepal yang aku pegang, aku langsung tahu. Ini darinya. Langsung kututup kotak makan itu dan kuletakkan lagi di atas meja. Aku berbaring memunggunginya.

"Pergilah, ngapain lagi sih kau di sini? Bukannya aku sudah bilang jangan mendekatiku dulu?"

"Oke. Kau marah padaku, Sohyun. Tapi tolong, makanan itu tidak salah apa-apa. Kau harus mengisi perutmu."

"Aku tidak selera lagi. Sebaiknya kau pergi. Bukannya ada kuis? Kau mau membolos hah?"

Tidak ada jawaban. Apa dia sudah pergi? Oh, mungkin dia lupa kalau hari ini ada kuis. Makanya, masih sempat-sempatnya ia datang ke UKS untuk mengantarkan makanan. Benar-benar hening. Aku membalikkan badanku untuk mengecek apakah Jaehyun sudah pergi. Namun, ketika berbalik justru wajah laki-laki itu langsung menyambutku. Membuatku terkejut sampai hampir terjungkal dari tempat tidur.

"Astaga! Kau masih di sini?!"

Jaehyun berdiri mematung menghadapku. Mungkin aku tidak menyadarinya tadi, tapi kalau dilihat dari dekat wajah Jaehyun juga tampak pucat. Apa dia juga sakit? Apa sikapku terlalu kasar padanya?

"Aku mohon, makanlah."

Jaehyun mengambil kotak makan itu, membukanya dan mulai menunjukkan gelagat ingin menyuapiku.

Jangan Sohyun .... Tahan. Kau jangan luluh. Jangan lembek pada laki-laki ini. Dia harus merasakan akibat dari membohongimu. Kau jangan bicara padanya.

Ya, begitulah isi kepalaku tadinya. Sebelum akhirnya aku tahu, Jaehyun memberikan banyak effort hanya untuk membuat sekotak nasi kepal ini. Tampak beberapa plester membungkus jari-jari tangannya. Aku tahu, dia memaksakan diri buat memasak. Semua demi diriku.

Mau tidak mau, aku membuka mulut. Aku merebut kotak makan itu darinya dan memakannya sendiri dengan kedua tanganku. Akan terlihat sangat menyedihkan dan menyebalkan jika aku disuapi olehnya.

"Yang kenyang, ya. Awas kalo tidak dihabiskan."

"Berisik!"

Apa dia juga sudah makan ya? Ah, untuk apa aku peduli padanya? Aku tidak boleh terlalu lembut. Atau dia akan memperlakukanku seperti sebelumnya. Aku tidak mau menjadi Sohyun yang bodoh dan mudah dibohongi lagi.

***

Setelah kondisiku membaik, secepatnya aku kembali ke kelas untuk mata pelajaran selanjutnya. Selagi menuju ke tempat dudukku, iseng kuperhatikan bangku Jaehyun. Dan tanpa kuduga, ia sedari tadi mengamati kedatanganku. Ia melemparkan senyum yang membuatku buru-buru membuang muka.

Apa dia lupa kalau dia tidak boleh seperti ini padaku? Apa peringatanku kurang jelas?

Aku menggelengkan kepala akan sifatnya yang bersikeras merayuku. Baru saja kemarin ia memasang tampang melas dan seolah ingin menangis. Sekarang, ia sudah kembali seperti biasanya. Jaehyun yang suka menggodaku.

Kelas telah berlangsung hampir satu jam. Selama itu pula, aku merasa tidak nyaman karena Jaehyun terus mengawasiku. Lebih mengesalkannya lagi, lipatan kertas terus berdatangan ke mejaku. Entah bagaimana tapi anak-anak membantu Jaehyun sebagai perantara untuk menyerahkan pesan ini padaku.

Bagaimana nasi kepalnya? Enak? Pesan pertama.

Apa kau sudah mendingan? Pesan kedua.

Lain kali makanlah dengan benar. Jangan sampai sakit. Aku tidak mau kehilangan pipimu yang tembam. Pesan ketiga.

Membaca pesan yang terakhir, seketika aku memelotot ke arah Jaehyun. Ia hanya terkekeh tanpa mengeluarkan suara. Yang benar saja, pipiku tembam? Apakah segemuk itu? Tanpa sadar aku mengusap pipiku yang .... yah ternyata memang lumayan berisi. Apa aku harus diet lagi?

Aishh, cowok itu. Kenapa tidak menyerah saja sih?

Belum selesai menggerutu di dalam hati, satu buah surat datang lagi padaku. Padahal, aku tidak membalas satu pun surat-surat kekanakan darinya. Tapi kenapa ia mengirim lagi? Aku berniat meremas dan membuangnya. Namun, melihat betapa Jaehyun menangkupkan kedua telapak tangannya dengan puppy eyes-nya, oke baiklah. Sekali ini saja, akan kubaca. Setelah itu, jika ia mengirim surat tidak penting lagi pasti akan langsung kurobek.

Sepulang sekolah, ayo bicara sebentar. Aku ingin memberikan sesuatu. Please, jangan menolak. Setelah ini, aku akan menuruti semua kemauanmu termasuk membiarkanmu sendiri.

Penawaran yang bagus. Tapi, apa yang mau Jaehyun berikan? Bunga? Cokelat? Surat permintaan maaf lagi?

Hah, aku menghela napas. Baiklah, aku akan menurutinya untuk yang terakhir kali.

***

"Mana sih? Katanya jam tiga sore. Sampai sekarang malah belum datang. Aku sudah menunggu lima belas menit."

Memang kalau aku mengizinkannya menemuiku, ia bisa sebebas ini ya? Benar-benar tidak tau diri. Sudah dikasih kesempatan malah melunjak.

Berulang kali aku memeriksa jam tangan, tampaknya sudah sepuluh menit aku terus menggerutu. Jaehyun belum juga tiba. Apa sebaiknya aku pulang saja?

Langit mulai gelap. Belakangan hujan turun lebih sering. Meskipun tak dapat diduga dan deras begitu saja. Ah, aku sangat menantikan musim gugur lagi. Kalau ada waktu, aku akan berkunjung ke rumah mama. Aku kangen lingkungan di sana. Pasti tidak sekompleks di sini. Aku juga ingin memanjakan diriku.

Auntumn, cepatlah datang dan bawa pergi ingatan buruk yang terus mengantuiku.

Tanpa suara, sebuah benda tiba-tiba terpasang di leherku. Aku terkejut karena kupikir itu serangga atau ulat yang terjatuh dari atas pohon. Jaehyun muncul dari arah belakang dan langsung duduk di sampingku.

"A–apa ini?"

"Kau bilang, kau belum siap bertunangan denganku kan? Makanya. Aku mau kau menyimpan benda itu sampai suatu saat nanti kau bisa menerimaku lagi."

Sebuah cincin perak dengan ukiran nama inisial kami berdua, lengkap dengan tanggal di mana anniversary orang tua Jaehyun diselenggarakan. Apakah ini cincin pertunanganku? Sebenarnya, sejauh apa ia menyiapkan rencana itu? Apa boleh aku menerima cincin ini? Bagaimana jika hubungan kami tidak berjalan mulus dan putus di tengah jalan? Kenapa Jaehyun sangat percaya bahwa kami berdua ditakdirkan bersama?

"Aku tahu apa yang kau pikirkan. Jangan memasang wajah bodoh itu." Jaehyun menyentil dahiku. Aku langsung menepis tangannya.

"Apa maksudnya ini? Kenapa kau pikir kita bakal bertunangan?"

"Bukankah sudah jelas? Jawabannya adalah karena kita saling mencintai."

"Jangan semudah itu mengatakan cinta. Kita masih anak sekolah, aku pikir kata 'cinta' terlalu dewasa untuk diucapkan."

"Kau salah. Sebentar lagi kita dewasa. Dan saat itu, kau harus memutuskan. Apakah kau ... bersedia menjadi milikku."

Apa ini? Perasaan yang membuatku merinding. Jaehyun berucap seolah-olah ia sedang melamarku. Bukan untuk bertunangan, melainkan untuk jenjang yang lebih serius. Pernikahan.

Aku sampai tidak bisa berkata-kata saking takjubnya.

"Pokoknya, kau simpan dulu cincin itu. Aku tidak memaksamu untuk bertunangan denganku di hari anniversary orang tuaku. Aku sadar, keputusan semacam itu tidak bisa diambil sepihak. Aku akan menghargai keputusanmu."

Masih bungkam. Aku bahkan tidak berani menyaksikan wajah Jaehyun yang terlihat serius saat berbicara. Dari nadanya pun, ia tidak berniat mencandaiku.

Memang benar. Aku kurang setuju atas ide gilanya untuk pertunangan kami. Umur kami masih terlalu muda. Banyak hal yang perlu aku capai sampai aku beranjak dewasa. Mendengar berita pertunangan itu saja cukup membuat mentalku goyah. Aku tak siap. Namun, sekarang aku lega. Walaupun agak terlambat, setidaknya Jaehyun mempertimbangkan keputusanku.

Aku rasa ... aku bisa memaafkannya.

***

Tbc

Buket bunga daffodil

I'm back. Aku triple update hari ini. Jadi, jangan lupa tekan bintang dan tinggalkan komentar supaya aku semangat nulis💜💜💜💜

Btw, aku lolos seleksi guys! Terima kasih atas doa dan semangat kalian!! I'm so grateful because of you all💕

Semoga kalian juga diberikan kemudahan di segala urusan🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top