Bab 30 : Bencana
Selamat membaca🌻
Aku tahu, kedatangan gadis itu sudah pasti menggangguku. Sejak Kim Yeri menjadi murid baru di sekolah dan entah kebetulan berada di kelas yang sama denganku, aku mulai merasa terancam. Seperti yang kutahu, Jaehyun masih menyimpan rasa pada gadis masa lalunya. Dan kini, aku merasa kesal karena mereka harus satu bangku. Di belakangku!
Yeri terus menempeli Jaehyun bahkan hingga jam-jam makan siang. Gadis itu melekat seperti benalu. Ia mengikuti ke manapun kami pergi dan tak membiarkan kami menghabiskan waktu berdua. Anak-anak terus memperhatikan kami dengan sangat aneh. Tentu saja, Jaehyun yang diapit oleh dua orang gadis, harus bagaimana lagi mereka menilai kalau bukan semacam Jaehyun yang memiliki dua orang pacar sekaligus? Atau parahnya, Jaehyun dianggap menduakanku dan melantik Yeri sebagai simpanannya. Sedangkan aku hanyalah gadis lemah yang rela membiarkan laki-lakinya bersama gadis lain. Aku tak mengharapkan hal itu terjadi, tentu saja.
"Jaehyun, ini makanlah tunaku."
Kami berada di kantin dan tengah menikmati makan siang. Menu makanan hari ini kebanyakan berasal dari seafood, di piringku sendiri sudah tersaji olahan dari ikan tuna lengkap dengan nasi kepal, sup, dan buah semangka. Aku mencomot beberapa potong ikan tunaku lalu kuberikan pada Jaehyun. Sepertinya ia tidak kebagian jatah lauk waktu mengambil antrean tadi.
"Hei, Jaehyun tidak suka ikan tuna. Apa kau tidak tahu?" Yeri menyahut.
Aku yang memang tidak tahu-menahu merasa menjadi orang yang paling bodoh sedunia. Di depan mantan kekasih Jaehyun, aku—yang menjadi kekasihnya saat ini—malah tidak mengerti apa yang disukai dan tidak disukai Jaehyun. Terus terang aku malu dan harga diriku terluka.
Buru-buru aku mengambil kembali ikan tuna itu dari piringnya dan memberikannya menu yang lain, yang aku punya. Aku hanya ingin menunjukkan bahwa kami—sebagai pasangan kekasih—sangatlah dekat hingga saling berbagi makanan, supaya Yeri jera dan tidak mengganggu hubungan kami lagi. Tapi, sepertinya aku salah.
"Hmm, hmm. Tidak, Sohyun. Jaehyun juga tidak suka sup yang dicampur dengan daun perseli. Seharusnya kau tahu itu."
Lagi-lagi, dia memprovokasiku. Aku menghela napas. Kulihat, Jaehyun masih diam saja. Setelah kuperhatikan lagi, memang tidak banyak lauk yang ia ambil kecuali udon yang ditumis dengan potongan jamur kancing dan sawi. Ah, benar-benar memalukan kau, Sohyun.
Seperti itulah acara makan siangku berakhir. Yeri yang duduk di sebelah Jaehyun bersikap lembut padanya. Ia bahkan mengusap sisa nasi yang menempel di bibir Jaehyun. Hal itu membuatku sudah tidak tahan lagi. Ditambah, omongan anak-anak yang semakin runyam. Mereka mengatakan kalau Jaehyun lebih cocok bersama Yeri dan Yeri lebih perhatian dibandingkan aku. Bagaimana aku tidak sakit hati?
Aku berharap Jaehyun berbicara dan membelaku. Namun, ia sama sekali tidak berkutik. Ia membiarkan gadis itu memperlakukannya dengan istimewa sementara ada aku di sana. Apa dia waras?
Oh, aku lupa. Tampaknya aku yang tidak waras di sini. Aku tahu cowok ini sebenarnya tidak pernah suka padaku, ia mendekatiku sebagai pelariannya tapi aku tetap mencoba untuk mempertahankan Jaehyun. Jelas-jelas aku yang gila.
"Aku ke kelas duluan." Akhirnya aku meninggalkan mereka berdua. Mencari tempat lain yang lebih memberiku ketenangan. Tanpa pemandangan yang mengusik mata seperti Yeri yang berusaha mencari kesempatan untuk mendekati Jaehyun lagi.
***
"Sohyun, kayaknya Jaehyun mulai aneh deh. Akhir-akhir ini anak baru itu terus lengket dengannya tahu, kau nggak takut apa kalau dia tergoda?"
Bukan lagi tergoda, Arin. Jaehyun sudah jatuh ke pelukan gadis itu sejak sebelum mengenalku, bahkan hingga saat ini.
Arin mengkhawatirkanku. Ia pikir, ada masalah antara aku dan Jaehyun yang membuat hubungan kami sedikit menjauh. Ya, aku selalu mengakui kemampuan intuisi dan tebak-menebak dari gadis itu. Ia benar. Masalah datang menerpaku, menerpa hubunganku dan Jaehyun. Semua gara-gara gadis itu.
"Kau baik-baik saja?"
"Hei, kau kira aku kenapa? Aku baik-baik saja, kok. Pulanglah. Apa kau akan terus mengikutiku sampai rumah? Bagaimana kalau sopirmu menjemput?"
"Kak Jisoo tidak bisa pulang bersamamu. Dan kulihat kau dari tadi pagi sudah murung, bagaimana bisa aku membiarkanmu pulang sendirian? Lagian, aku juga bisa menyuruh sopirku untuk menjemput di depan rumahmu."
"Tidak usah. Aku nggak apa-apa. Jangan berlebihan."
"Tapi, Hyun–"
"Tuh, lihat! Sopirmu udah datang. Sana." Aku mendorong punggung Arin sampai ia masuk ke dalam mobilnya.
Setelah menutup pintu mobil itu, aku melambaikan tanganku. Mengucapkan perpisahan pada Arin dan berupaya untuk terlihat biasa-biasa saja. Walaupun sesungguhnya, aku merasa sangat kesepian dan butuh teman.
Aku berjalan tanpa penuh semangat. Sesekali aku menendang kerikil yang ada di jalan karena merasa bosan. Lalu sebelum memasuki gang perumahan, aku tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Pundakku menubruk lengannya gara-gara aku tidak lihat jalan.
"Maaf, maafkan aku. Aku tidak sengaja," ucapku sambil membungkukkan badan. Aku tak berani menatap mata orang itu. Bagaimana kalau ia galak? Atau jangan-jangan, ia tidak terima karena aku telah menghambat perjalannya dan mengulur waktunya?
"Oh, bukankah kau Kim Sohyun?"
Mendengar namaku disebut, lantas aku menegakkan wajahku. Suara yang tidak asing itu menggema di kepalaku. Memutar kembali kenangan masa lalu yang membuatku takut dan gemetaran hingga sekarang.
"Benar. Kau Kim Sohyun, kita bertemu lagi. Bagaimana kabarmu?"
Sosok laki-laki dengan tubuh jangkung. Rambut yang tidak tertata rapi. Setelan ripped jeans dan kaos oblong yang dilapisi jaket kain berwarna hitam. Style yang tidak pernah berubah. Hanya saja, kini aku dapat melihat beberapa ukiran tato di leher dan wajah orang itu. Membuatku merinding seketika.
"Ma–maaf. Kau salah orang," bohongku. Buru-buru aku membalikkan badan dan berjalan menjauhi orang itu. Namun, tasku ditarik dari belakang. Orang itu tidak membiarkanku pergi dengan mudah.
"Mau ke mana? Tidak mungkin aku salah mengenali gadis yang sudah menggodaku dan membuatku dikeluarkan dari sekolah, bahkan diputuskan pacarku."
"Apa katamu?" sahutku. Aku tidak terima dengan kalimat yang diutarakan cowok itu. Semua itu sama sekali tidak benar.
"Apa kau melupakanku? Bagaimana bisa kau melupakan cinta pertamamu ini, huh?"
"Cinta pertama? Mana ada cinta untuk bajingan sepertimu?"
"Wah, wah. Hebat! Sekarang kau bisa menyumpah-serapahi orang lain? Kau juga berani menatap kedua mataku? Menarik sekali."
Aku melotot ketika pergelangan tanganku dicengkeram olehnya. Aku meronta dan bersikeras untuk meloloskan diri, tapi sial. Energinya sangat besar. Bagaimana aku bisa lupa, cowok ini adalah mantan berandal di sekolah lamaku. Sekolah menengah pertama yang meninggalkan banyak ingatan buruk. Dia adalah Yeo Changmin, cowok yang dulu pernah sangat baik padaku hingga membuatku menyukainya, namun ternyata itu semua cuma akal bulus. Changmin yang sesungguhnya adalah ketua bully. Ia sering mempermainkan gadis-gadis, memalak, bahkan berkelahi hingga beberapa kali harus dipanggil ke ruang guru. Apa yang ia lakukan di sini sekarang? Bagaimana ia bisa sampai di daerah sekitar tempat tinggalku?
"Karena kita sudah tidak bertemu lama, bukankah sebaiknya kau mengajakku jalan-jalan dulu? Aku baru pindah ke sini beberapa hari lalu, jadi aku belum merasa familiar. Ayo, bawa aku jalan-jalan."
Changmin memaksakan kehendaknya. Ia menarik lenganku, entah mau membawaku ke mana. Yang jelas, aku sangat ketakutan. Beberapa kali aku merapalkan nama Kak Jin di dalam hati, berharap ia datang dan membebaskanku dari cowok ini. Aku juga tanpa sengaja menyebut nama Jaehyun, mengiginkan laki-laki itu menyelamatkanku dari bencana ini. Aku tidak ingin berurusan lagi dengan Changmin. Perasaanku tidak enak jika aku menuruti perintah paksanya tanpa memberikan perlawanan.
Aku pun inisiatif menendang kakinya. Itu tidak mempan. Ia tidak kesakitan, yang ada malah ia mengumpatiku kasar dan menekan lenganku hingga rasa nyerinya sampai ke tulang.
"Apa begini caramu menyambutku, cewek jalang?! Dasar sok jual mahal! Ikuti saja aku kalau kau mau kuperlakukan dengan baik!" ancamnya.
Tiba-tiba aku sudah berada di suatu gang sempit yang ujung jalannya buntu. Terdapat beberapa orang cowok lain menunggu di sana, selain Changmin. Penampilan mereka sama-sama nakal. Bahkan beberapa ada yang tengah merokok dan meludah seenaknya.
Irama jantungku tak beraturan. Akankah hal buruk kembali menimpaku?
"Hei, kalian! Sambut tamu kita hari ini!"
Mereka semua bersorak. Suara-suara berat itu mengalun di telingaku, membuat rasa nyaliku semakin menciut. Satu mulai mendekatiku dan memainkan rambutku. Sementara yang lain, mereka menatapku dengan tatapan haus. Aku mulai panik. Aku berteriak agar mereka tidak menjangkauku. Namun, sia-sia saja. Aku kalah jumlah.
Kenapa aku harus bertemu dengan cowok ini?! Nasibku sial sekali.
"Sohyun, kau sedikit berubah ya?" ujar Changmin. Cowok itu mengitariku, sesekali tangannya menyolek jahil ke bagian wajahku.
"Kau tidak mengenakan make up-mu lagi? Bukankah dulu sudah kubilang, kau makin cantik dengan menggunakan make up? Kau bahkan dulu mengikuti setiap perintahku, aku selalu memintamu untuk tampil cantik dan imut. Tapi, kenapa sekarang kau berubah?"
Tentu saja. Dulu aku masih sangat bodoh karena tertipu oleh cowok berengsek sepertimu. Berkatmu, anak satu kelas membenciku dan aku di-bully. Dan aku masih ingat, bagaimana pacarmu waktu itu menggores pipiku. Semua itu menjadi mimpi buruk yang paling sulit aku lupakan.
Kau benar-benar memanipulasi pikiranku.
"Hei, hei, hei. Kenapa menatapku seperti itu? Kau mau membunuhku, hah?"
Raut muka Changmin berubah. Kedua matanya menatapku tajam, giginya menggertak dan urat-urat di lehernya mulai menonjol.
"Dasar cewek sampah! Murahan! Karenamu, aku diusir dari sekolah. Aku dipukul oleh ayahku dan harus diasingkan ke tempat yang jauh. Apa kau tidak merasa bersalah terhadapku?"
"Akh!" Changmin menyudutkanku di tembok. Punggungku sakit sebab menghantam permukaan keras dan padat itu. Ia juga menggencet kedua bahuku hingga rasanya tulang-tulangku mau remuk.
"Sekarang, saatnya aku membalaskan dendam."
Mataku mendelik. Changmin mendadak mendekatkan wajahnya dan berniat ingin menciumku. Namun sebelum itu terjadi, tiba-tiba saja ia terhempas jauh seolah ada yang menendang tubuhnya dengan kekuatan penuh.
"Berengsek! Sialan!! Siapa kau?!"
Seseorang muncul dan menolongku. Seseorang yang tidak pernah terpikirkan olehku. Aku beringsut. Kakiku melemas dan aku terjatuh di atas tanah dengan kedua lututku.
Ya Tuhan. Terima kasih, dia sudah datang.
***
Tbc
Aloohaa~~
Siapa yang dateng nolongin Sso??🤔
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top