Tanpa persiapan, aku nekat pergi menggunakan sisa uangku yang ada di dompet dan hanya berbekal hoodie merah muda serta celana panjang hitam yang melekat pas di kedua jenjang kakiku. Masih cukup pantas untuk dipakai bepergian, daripada aku harus mempertunjukkan piyama bergambar pokemon yang ada di balik hoodie ini dan celana pendeknya yang cuma selutut saja.
Dengan menaiki bus, aku tiba di Kafe de Jeon's. Setelah dua kali menapakkan lagi langkahku di kafe ini, baru aku sadari bahwa penamaan kafe ini menggunakan marga dari Jungkook, yaitu Jeon. Sudah jelas, kafe ini milik keluarganya.
Nuansa di dalam kafe tidak berubah. Masih temaram seperti dulu. Namun kali ini, pengunjungnya lebih ramai dan kursi-kursi hampir penuh karena banyak yang melakukan reservasi. Dari arah pintu, aku berdiri terdiam. Mengamati keberadaan seseorang yang kucari, yang mengundangku ke sini. Selain itu, aku ragu untuk masuk lebih dalam mengingat pakaianku kalah fancy dengan yang lain. Apa karena warna hoodie-ku terlalu mencolok juga, hingga akhirnya orang-orang menyorot ke arahku seakan-akan aku badut penghibur mereka? Ugh, aku jadi semakin takut mengambil langkah. Apa sebaiknya aku pulang saja dan berkilah bahwa Kak Jin melarangku ke luar rumah?
Berada di ambang keputusan yang sulit, tiba-tiba saja seorang pelayan perempuan datang dan menuntunku menuju ke sebuah meja.
"Nona Sohyun?"
"I–iya, saya."
"Silakan ikut saya."
Aku mencegah pandanganku agar tidak berkelana. Sepanjang jalan, aku hanya menunduk. Pemandangan lantai berbahan marmer dan sepatu-sepatu para pengunjung yang terkesan mahal cukup membuatku minder. Hah, mengesalkan sekali. Salah satu sifat yang juga tidak kusukai dari diriku selain pendiam adalah selalu merasa minder, tidak percaya diri. Lagi-lagi aku ingin menegaskannya.
"Silakan duduk, Anda tamu spesial dari manager kami."
"Hah, manager?"
"Iya, Tuan Muda Jungkook. Ah, itu beliau sudah berada di atas panggung. Saya permisi."
Tak mengindahkan kalimat terakhir pelayan itu, mataku asyik tertuju ke mimbar tempat di mana terakhir kali Jungkook memetik gitar dan memamerkan suaranya. Tidak kusangka, hari ini aku akan mendengar bakat emasnya lagi. Dengan setelan santai, Jungkook duduk manis di atas kursi kayu yang tinggi. Di tangannya, sebuah gitar telah dipegang dan dipangku. Ia membersihkan sejenak tenggorokannya dan mengetes mic.
"Aa ... aah. Tes. Sebelumnya, terima kasih saya ucapkan kepada para pengunjung yang telah datang dan selalu menikmati serta memuji masakan dari kafe kami. Juga ...." Tatapan kami bertemu. Jungkook tampak memperlihatkan senyumnya sebelum akhirnya berbicara lagi. "Juga kepada tamu spesialku, Kim Sohyun, yang telah datang dengan senang hati untuk ikut merayakan satu tahun berdirinya kafe ini."
Orang-orang bertepuk tangan, bersorak riuh mengisi luasnya kafe yang telah lama tidak aku kunjungi. Tak terasa, kini sudah satu tahun Kafe de Jeon's dibuka. Sepertinya, saat terakhir kali aku kemari, umurnya masih berkisar tiga bulan. Berarti, sembilan bulan sudah terlewati. Bukan masa yang singkat, lumayan lama jika kupikir-pikir sejak aku dan Jaehyun berkenalan.
Ah, sial! Aku masih memikirkannya, padahal aku ingin melupakan masalah Jaehyun sebentar saja.
Aku memukul kepalaku sekali, mengusir nostalgia tak bernilai yang harusnya aku kubur di bagian hati yang paling dalam hingga ia tak dapat muncul lagi. Mengalihkan pikiran, kini fokusku kembali pada Jungkook yang mulai memainkan jemarinya di atas senar. Suaranya masih lembut, bahkan hari ini terasa lebih nyaman dan merdu memasuki telingaku.
Lagu yang dibawakannya, aku belum pernah dengar. Sejak mengenal Jungkook, aku sudah pernah bilang bahwa aku mulai tertarik dengan musik. Aku mendengarkan banyak lagu, mulai dari yang paling populer, yang paling sering ia nyanyikan, sampai yang paling jarang diketahui orang. Tetapi untuk lagu satu ini, aku tidak ada ingatan sama sekali. Melodinya, liriknya, instrumentasinya, semua terdengar asing.
Tanpa sadar, suara tepuk tangan menggugahku dari lamunan. Sudah selesai, Jungkook membungkukkan badan—memberi hormat dan salamnya—lalu meminta para pengunjung kembali menikmati makanan. Aku baru dengar, hari ini kafenya memberi diskon 50% karena bertepatan dengan perayaan anniversary de Jeon's yang kesatu tahun. Baiklah, aku beruntung karena uang di dompetku sudah sangat menipis.
"Hei, ayo ikut aku," ajak Jungkook yang entah sejak kapan sudah berdiri di hadapanku.
Aku melongo, mendadak tanganku sudah digenggam olehnya dan Jungkook membawaku naik ke lantai dua. Aku juga baru tahu, kafe ini punya dua lantai karena dari depan, lantai keduanya tidak terlihat sama sekali. Rupanya, memang konsep bangunannya di desain demikian.
Aku kira, di lantai dua juga bakal ada pengunjung. Namun kenyataannya, ini adalah ruangan luas yang tampak seperti tempat bersantai. Ada sofa panjang dengan bantal berbulu terpajang apik di tengahnya. Beberapa perabotan terlihat mewah dengan warna cokelat mulus dan mengilat. Almari-almari berdiri kokoh dengan pajangan berbagai piagam dan piala yang tertembus dari kaca yang transparan. Sementara itu, jika lebih masuk lagi, berhadapan dengan arah pintu, terdapat balkon yang panjang menyamping. Di bawahnya, terdapat kolam ikan yang awalnya aku lihat di lantai satu. Sebuah taman hijau dan rimbun dengan beragam tanaman hias. Suara air mancur di tengahnya begitu meneduhkan. Cahaya matahari masih dapat masuk melalui celah-celah material besi yang sengaja dibuat melengkung untuk tempat bertumbuhnya tanaman rambat.
Udaranya segar sekali. Sejenak, aku terlena dan memejamkan mata. Hingga, Jungkook datang dan membawakanku secangkir teh yang masih hangat.
"Tea time!" serunya.
Sekarang, tepat pukul tiga sore. Waktu yang pas untuk minum teh. Dari kejauhan, tercium aroma wangi yang menenangkan. Jungkook menyuruhku untuk duduk di sofa, sementara ia mengantarkan tehku ke sana. Aku jadi merasa agak merepotkan.
"Duduklah. Ini teh dari bunga lavender, bagus untuk relaksasi di masa liburan yang membosankan ini."
Ah, pantas saja wanginya membuatku tenang. Serpihan-serpihan bunga yang berwarna ungu itu terlihat mengambang di permukaan cangkir. Cantik sekali. Warna tehnya yang cokelat bening tampak jelas menerawang dari cangkir kaca yang Jungkook sajikan. Kepulan asap samar-samar timbul dan masuk melalui hidungku, membuatku tidak sabar untuk mencicipi teh buatan Jungkook. Ia hebat karena bisa menebak kebosananku di rumah. Ini sungguh hiburan yang menenangkan.
"Bagaimana rasanya?"
"Enak, meskipun agak pahit tapi aromanya aku suka sekali."
"Iya, kan? Teh lavender itu kesukaanku. Mamaku dulu sering sekali membuatkanku teh itu. Hanya saja, alasannya karena ketika kecil pencernaanku sering sekali terganggu. Sedikit-sedikit diare, mual. Yah, aku memang tidak mudah tawar dengan makanan tertentu. Menyebalkan."
Apakah dia sedang mencurahkan isi hatinya? Walaupun begitu, aku senang mendengarnya bercerita. Apalagi mengenai masa kecilnya. Aku jadi ingin lebih tahu soal bagaimana ia bisa mendalami hobinya di bidang musik.
"Oh ya, Jungkook. Kalau kau tidak keberatan, aku sangat penasaran, bagaimana kau bisa mengenal musik?"
"Wah, aku merasa terhormat karena seorang Kim Sohyun yang pendiam akhirnya melontarkan pertanyaannya padaku."
Apa sih dia? Aku jadi malu.
"Apa aku nggak boleh tanya?"
"Oh, bukan begitu. Justru aku suka. Semakin banyak kau bicara, semakin terlihat sisi dirimu yang berbeda. Aku suka pertanyaan kritis itu."
"Hei, aku hanya ingin menjawab rasa penasaranku saja. Itu kalau kau nggak keberatan untuk bercerita sih."
"Jelas aku nggak keberatan. Kalau begitu, aku akan dengan senang hati memberitahumu bagaimana aku bisa tertarik dan belajar musik."
Jeon Jungkook mengambil posisinya yang paling nyaman. Sebelumnya, ia merasa gerah dan mencopot jaket levis hitam keabu-abuan yang ia kenakan sejak dari panggung tadi. Membuatku salah fokus karena di balik jaket yang tebal itu, tersembunyi dadanya yang bidang dan kekar dengan kaos putih yang melekat erat di tubuh. Aku mengalihkan pandangan. Takut terjadi yang tidak-tidak dengan otakku.
Jaehyun juga punya badan yang bagus.
Ah, astaga! Aku jadi memikirkan cowok itu lagi! Lupakan Sohyun, lupakan! Fokus saja pada Jungkook yang ada di depanmu!
"Sohyun, kau kenapa? Kepalamu sakit?"
"Ah, ti–tidak kok. Cuma gatal saja, haha."
Gatal? Kalau gatal nggak perlu dipukul, tapi digaruk! Dasar Sohyun, alasanmu sangat aneh dan mencurigakan.
Beruntung Jungkook mengabaikan kegilaanku. Ia pun mulai bercerita.
Dulu, sewaktu duduk di bangku sekolah menengah pertama, sebuah band didatangkan di sekolahnya untuk perayaan hari jadi. Melihat bagaimana sekelompok orang itu naik di atas panggung menebar keceriaan bagi semua orang, Jungkook jadi terinspirasi. Tepat setelah acara berakhir, Jungkook menghampiri vokalis dari band itu dan memuji suaranya yang indah. Vokalis itu mengusap kepala Jungkook dan mengatakan bahwa setiap orang memiliki suara indah mereka yang tersembunyi. Entah mengapa, tapi sepertinya vokalis itu sangat terkesan oleh keberanian Jungkook untuk menghampirinya hingga akhirnya, Jungkook dihadiahkan gitar kesayangan yang digunakan vokalis itu untuk bernyanyi di atas panggung.
Sesaat kemudian, Jungkook berdiri dan tangannya sibuk mencari sesuatu dari sebuah ruangan lain yang pintunya tertutup rapat. Ketika keluar, gitar berwarna hitam metalik dengan tanda tangan bertinta putih telah ada bersamanya.
"Ini adalah gitar pertama yang kudapat. Vokalis band itu memberikannya padaku secara cuma-cuma bahkan membubuhkan tanda tangannya."
Sudah hampir empat tahun gitar itu ia simpan. Tak ada lecet ataupun debu. Jungkook merawatnya seolah itu barang langka dari museum. Namun kali ini, bukan gitar itu yang menyita perhatianku. Tetapi, sebuah gantungan kunci berupa karakter animasi Line—kelinci berwarna putih—yang terlihat menggantung di bagian ujung senar gitar.
"Ehm, itu gantungan kamu beli sendiri?" tanyaku secara impulsif.
Kumohon, semoga tebakanku tak meleset.
"Ini? Ini kado dari salah seorang pengagum rahasiaku."
Jantungku rasanya mau meledak! Mengetahui bahwa Jungkook menyimpan kado pertama yang kuberikan secara diam-diam dari satu tahun yang lalu. Memang momen yang sangat memalukan. Saat itu, banyak sekali cewek-cewek yang mengirimi hadiah ke loker Jungkook. Entah cokelat, entah kue, atau barang-barang lainnya. Tetapi, Jungkook selalu menolak itu semua. Atau paling parahnya, ia akan memberikan kado-kado itu kepada orang lain hingga aku pesimis kalau-kalau kadoku sampai ke tangannya. Namun rupanya, ia menyimpan pemberianku. Bahkan meletakkannya di gitar paling fenomenal dan berharga yang pernah ia miliki.
Aku terharu.
"Sohyun, kau menangis?"
"Apa? Tidak, aku tidak menangis kok. Sepertinya keringat menetes mengenai mataku. Ahaha, panas sekali ya."
"Kau juga merasa gerah? Kalau begitu, aku turunkan lagi suhunya."
Jungkook bangkit mengambil remote AC. Suara tombol yang dipencet beberapa kali mengindikasikan suhu ruangan yang menurun beberapa kali juga. Padahal, bukan itu yang kumaksudkan. Aku tidak menginginkan rasa sejuk, tapi apa boleh buat. Aku akan sangat malu jika Jungkook tahu bahwa gantungan kunci itu dariku. Sebaiknya, biarkan ini tetap menjadi rahasia saja.
"Kau mau coba memainkannya, Sohyun?"
"A–apa?"
"Tentu saja gitar ini. Apalagi?"
Aku melirik gitar hitam itu sekali lagi. Memetik jodoh saja susah, apalagi memetik gitar.
Aku langsung menggelengkan kepala seraya menggoyangkan telapak tanganku menandakan aku tidak bisa. Namun, Jungkook tetap berjalan ke arahku membawakan gitarnya. Ia menyerahkan benda berharga itu dan meletakkannya di pangkuanku. Kemudian, ia memutari tubuhku dan berdiri tepat di belakangku. Kedua lengannya menjulur, menuntunku untuk memeluk gitarnya. Mengajak jari-jariku berkenalan dengan enam senar gitar yang melambangkan enam tangga nada itu.
"Sini, aku ajari."
Sial. Jantungku berdetak kencang sampai ingin melompat keluar dari bingkainya. Badanku kaku ketika merasakan sentuhan tangan Jungkook di tanganku serta embusan napasnya yang mengenai leherku. Jangan, jangan sampai perasaan itu muncul lagi! Jangan sampai Jungkook menguasai hatiku lagi karena sekarang aku sudah milik orang lain!
***
Tbc
Phew~ siapa yang pingin belajar gitar di sini? Minta ajari JK gih wkwkwk
Atau Bang Jin? Atau Bang Suga?
Hmm leh ugha🙃
#haluteross
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top