19. Curse
Jane memeriksa sepatu, dasi, name tag, dan badge sekolah semuanya sudah rapi dan lengkap. Name tag dan badge sekolah di lengan kanannya mana bisa terlepas karena sudah dijahit. Dia merapatkan barisan di belakang Mila, Jane memasang topi agak mendalam agar matanya bisa tertutup dari sinar matahari pagi yang sangat terik saat merasa tiba-tiba pandangannya memudar berbayang. Upacara sebentar lagi akan di mulai.
Belum sempat upacara dimulai, pandangan Jane keburu gelap dan ambruk di tengah lapangan upacara.
Saat Jane membuka matanya, wajah cemas milik Mila, Yogi dan Bagas yang pertama dilihatnya, mereka berjejer mengerubungi kasur UKS di mana Jane terbaring. Seperti biasa keningnya terasa berat sekali dan pusing.
Sial, makin parah saja anemia-nya ini. Jane menggerutu dalam hati.
Mila mengambil teh manis hangat dari meja UKS dan membimbing Jane agar minum dahulu. Jane minum teh tersebut sampai setengah gelas dan menunduk lesu.
"Lo kecapekan?" tanya Yogi perhatian.
Jane menggelengkan kepala. Sungguh, dia tidak menyangka tiba-tiba langsung jatuh pingsan padahal upacara belum dimulai. Dia sampat melihat sesuatu yang berbayang. Dia juga tidak merasakan ada gejala yang aneh, kecuali perutnya sakit.
Ah, Jane mendesah panjang. PMS.
Sepertinya hari ini dia akan mengalami hari pertama mens. Semoga saja besok deh. Dia tidak mau hari pertamanya menjadi buruk, lantaran memakai seragam putih-putih. Dia tidak mau kejadian tidak diinginkan terulang lagi.
"Biasa."
"Biasa?" Kening Yogi mengerut.
Mila mendecak kesal pada cowok itu, "Kan udah pernah dijelasin."
"Oh," Yogi terperanjat, "Mau pulang aja? Biasanya sih sakit banget. Kakak gue loh ya, bukan gue yang rasain." Dia menegaskan.
"Nggak ada yang nuduh lo lagi," Mila memutar bola matanya gemas.
"Ke kelas aja yuk. Gue nggak apa-apa kok," kata Jane.
Mereka kembali ke kelas dengan Mila dan Yogi yang menjaga sisi Jane jika terjadi tubuh tumbang lagi sudah memiliki tameng, di belakang Bagas mengekor mereka dengan diam saja.
Sejak Jane melontarkan ucapan itu dia menghindari tatapan Bagas. Dia sedikit kesal, ucapannya tidak membawa efek apa pun. Cowok itu masih sedingin es dan se-kaku robot.
Es akan selalu tetap dingin selama dia masih jadi es.
Jane berhasil melalui dua jam pelajaran pertama dengan lancar bahkan tadi sempat pamit ke toilet saat pergantian jam pelajaran bersama Mila, untuk memakai pembalut mendadak deras sekali keluarnya. Dia sudah siap jika siang nanti akan tumbang lagi.
Saat bel istirahat berbunyi dia tersenyum lega, bisa istirahat sejenak. Mila dan Yogi segera berlari keluar pamit mau membelikan sesuatu untuk Jane, jadi cewek itu tidak perlu pergi keluar kelas lagi. Mereka masih khawatir sama kondisi Jane. Abis Mila yang panik banget juga membuat Yogi khawatir.
"Nggak istirahat?" tanya Jane pada Bagas.
Kali ini cowok itu lagi asyik menggambar manga. Jane dibuat terpesona dengan hasil buatan Bagas.
Keren dan mirip banget sih sama sosok aslinya si Kaneki, tokoh dalam anime Tokyo Ghoul. Kalau diliat-liat sih Bagas emang gayanya mirip Kaneki. Semoga saja mereka cuma sekedar mirip. Kalau iya, Jane harus segera kabur sebelum dimakan oleh monster pemakan manusia yang disebut dengan Ghoul.
"Di sini aja."
Jane sudah lupa tujuan awalnya ingin mogok bicara sama Bagas, tapi dia tidak bisa lama-lama mendiami. Jane tidak mau memberikan ruang untuk Bagas menyendiri. Ruang kesepian dan sendiri itu menyakitkan. Mungkin hanya dia saja yang merasakan sedangkan itu adalah zona nyaman Bagas yang sebaiknya Jane tidak usik. Bagas nyaman dengan aktivitas sendiriannya, tapi Jane juga akan bersikap sebagai dirinya sendiri. Tetap berusaha ramah.
Mila dan Yogi kembali membawa makanan banyak sekali dalam kresek, lalu mengeluarkan makanan tersebut di atas meja Jane.
Jali, teman sekelas mereka yang melihat makanan tersebut berniat menggodanya, "Wah, banyak tuh bagi dong!!"
"Enak aja. Belii hoooo!" Yogi tertawa tapi tangannya melempar sebuah bengbeng ke arah Jali. Dengan sigap Jali menangkapnya semangat.
"Thanks, yoo."
Mila cekikikan mengeluarkan 2 buah nasi kuning, dan 2 botol air mineral. Sekotak minuman jus jambu biji disodorkan kepada Jane.
"Sori ya, Gas, cuma beli satu buat Jane," kekeh Mila.
Bagas menggeleng lemah.
Jane mendorong satu bungkus nasi kuning ke meja Bagas beserta botol air mineral.
"Lo harus makan dulu!" perintah Jane penuh ancaman lalu tangannya sibuk membuka steples tempat nasi kuning tersebut.
Bagas memperhatikan Jane yang masih berkutat membuka bungkusan nasi itu. Yogi dan Mila kembali ke kursinya sibuk makan juga.
"Buruan makan, abisin. Kalo nggak dimakan, gue suapin nih!!" Usai membuka steplesnya Jane mendorong nasi kuning itu lagi.
"Kamu makin galak! Iya, aku pasti makan," Bagas menutup bukunya dan merapikan alat tulisnya. Dia bersiap makan, sebelum makan dia berdoa dahulu.
Jane memandangi cowok misterius itu, kenapa sih orang ini rada aneh? Masih banyak hal yang perlu Jane cari tahu. Apa Bagas berasal dari keluarga yang tidak mampu karena hidupnya sederhana sekali? Dia jarang jajan kecuali pengen banget dan kepepet. Jika cowok itu mau membagi cerita kehidupannya dengan Jane dan yang lainnya, mau kok membantu Bagas.
"Jane," tiba-tiba suara Bagas terdengar. "Kalo boleh aku ngingetin, biasanya saat kamu pingsan di sekolah, sorenya kamu terjebak tawuran loh."
Kontan mata cewek itu melebar, ditatapnya Bagas dengan ekspresi tak percaya. Dia menelan nasi itu dengan susah payah daripada isi mulutnya berhamburan karena menanggapi ucapan Bagas. Syok banget sih.
"Serius? Apaan, baru satu kali kok!" sela Jane cepat.
Bagas mengendikkan bahunya, tanda tidak tahu.
"Tapi itu kan udah kejadian," dia membuang bungkus plastik nasinya ke kresek hitam lalu menengguk air mineral.
Jane menabok lengan kiri Bagas sebal. "Jangan nakutin dong!!"
Kelakuan mereka menarik perhatian dari para penghuni kursi belakang.
"Aku cuma ingetin. Hati-hati aja, uhukk..." Bagas menenggak air mineral lagi. "Kamu emang hobi nyiksa aku yah, ahhh, pegang-pegang aku, ihhhh."
"Siapa yang pegang-pegang lo??? Gue tadi nabok lo. Kurang, hm???" geram Jane dengan suara keras sampai terdengar ke belakang.
Mila dan Yogi saling melirik kikuk. Kedua makhluk di depannya ini sudah menjadi tontonan anak belakang. Rusuh sih.
Mila berbisik kecil kepada Yogi, "Biasa, lagi dapet emang emosinya begitu."
Yogi mengangguk maklum dengan senyum malu menghias bibirnya. Kasihan banget Bagas jadi sasaran keganasan Jane.
Perkataan ambigu dari Jane tadi membuat anak belakang berspekulasi bahwa di antara mereka memang terjadi sesuatu, pukulan sekecil itu bisa bikin salah paham.
"Nabok ya? Pelan banget. Aku tadi cuma kasih tau, Jane. Biar kamu waspada," suara Bagas melemah lagi.
"Akal-akalan, lo pasti tau mau ada tawuran, kan? Lo jangan ikutan kalo sayang sama nyawa lo, Gas. Tawuran itu merugikan, bahaya banget," Jane berkata dengan suara rendah lagi.
Bagas mengangkat sebelah alisnya.
Jane memandang Bagas dengan ekspresi gemas, sambil menggerutu kalau cowok ini memang jago banget mengabaikan ucapan orang. Masa Jane bersusah payah berkata menyuruh cowok itu agar tidak terlibat tawuran cuma dibalas dengan reaksi begitu doang? Nyebelin kan!
"Jangan coba-coba tawuran kayak cowok lain. Bahaya," Jane langsung buang muka dan memijat keningnya pusying tujuh keliling punya teman sebangku seperti Bagas.
Bagas segera melenyapkan senyuman kecil itu saat Rino, Vitto dan Gilang masuk ke dalam kelas. Ekspresi wajah Rino cemas sekali, dia mendengar Jane pingsan saat upacara, karena jam pelajaran pertama ada ulangan Geografi cowok itu tidak bisa bolos ke UKS.
"Jane, udah sehat?" tanya cowok itu begitu sampai di meja Jane, yang ditanya segera menjawab dengan bibir tersenyum tipis.
"Udah kok."
**
Dari sekian banyak anak murid sekolahnya yang berjalan di trotoar sepanjang Jalan Pattimura, tidak ada satupun yang dikenal oleh Jane. Dia menyusuri trotoar jalan sendirian. Semoga tidak terjadi sesuatu, sampai terdengar suara teriakan dari seorang cowok kurus, berkulit hitam dan seragamnya kumal. Dia berlari balik arah untuk menuju SMA Taruna Bakti lagi.
"Woy ... woy ... buruan balik ke sekolah! Di dekat MerBu ada tawuran!" teriaknya pada anak-anak Taruna Bakti yang berada di jalan tersebut, "Ayo, balik! Balik! Kalo mereka ke sini, kalian juga kena bahaya!"
Dia menggiring anak Taruna Bakti yang mayoritasnya adalah cewek. Para siswi itu tanpa membuang banyak waktu lagi segera balik ke sekolah.
Mereka lebih memilih pulang nanti sore usai tawuran selesai. Setengah berlari mereka balik arah sesekali mereka melihat ke belakang, takut jika anak Persada kembali dalam waktu dekat.
"Tau gini gue pulang lewat Persada, ishh sebel!" gerutu salah seorangnya.
Jane celingukan memandang sekitar, dia ragu mau balik ke sekolah atau meneruskan perjalanan menuju rumah. Kenapa sih dia selalu terjebak dalam tawuran seperti ini? Mau tak mau jika kembali ke sekolah, dia bisa sampai ke rumah sore sekali. Mungkin besok harus pulang lewat Persada aja, hmm...
"Neng, buruan, ayo jalan balik ke sekolah! Kalo mereka balik ke sini kena loh!!!! Ada yang bawa samurai!" Lagi-lagi cowok dekil itu menoleh pada Jane. Sepertinya berlebihan. Karena dalam sejarah tawuran dua sekolah itu masih kelas ikan cere.
Jane menjulurkan lehernya mengamati jalan Pattimura, masih kosong melompong belum ada tanda-tanda gerombolan anak Persada berlari balik ke arah sini untuk menghindar serangan dari Mercu Buana.
Mata Jane sontak melebar saat melihat seorang cowok mengayuh sepeda dengan kecepatan tinggi berpacu menuju ke arahnya, dalam hitungan detik sepeda cowok itu berhenti tepat di depan Jane, ngerem sepedanya dengan kekuatan ekstra sampai jemarinya terlihat memucat kebiruan.
"Kamu punya kutukan apa sih sampe terjebak tawuran lagi. Kenapa diem aja di sini, bukannya lari? Balik ke sekolah, Jane! Buruan! Mereka sedang menuju ke sini lagi."
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top