15. Rencana
"Bahan gosipan anak satu sekolah juga lagi bergosip yak!" Goda Yogi masam saat masuk kelas melihat Jane duduk di kursinya dan ngobrol sama Mila.
Jane dan Mila mencibir sebentar, tidak terpengaruh dengan godaan Yogi. Mereka lanjut ngobrol lagi.
Cowok itu duduk di kursi Jane, sebelah Bagas. Kalau Jane sama Mila lagi semangat banget buat ngobrol, terpaksa Yogi harus menyingkir ke bangku depan. Pasalnya, Bagas mana mau meninggalkan tempatnya, kecuali saat istirahat, jadi kursi Yogi yang selalu jadi sasaran empuk konferensi meja bundar ala Mila dan Jane.
"Halo pagi, Bro Bagas!!" Yogi memandangi Bagas yang lagi asyik membaca koran Kompas. Dahi Yogi mengkerut, lalu dia beralih ke Nanda yang duduk di kursi sebelah. "Emang kita disuruh bawa koran ya?"
Nanda menoleh dengan handsfree tersumpal di telinga. "Hah? Kagak kok."
Yogi mendecak kesal. Dia memandangi Bagas dari atas sampai bawah. Risih dipandangi seperti itu Bagas menoleh dengan raut wajah terganggu.
"Lo kenapa sendirian mulu dah? Nggak kesepian?" tanya Yogi iseng. Dia juga memberi sebatang permen kojek pada Bagas, tidak seperti dulu pertemuan awal mereka Yogi menawarkan permen yang sudah bekas. Kini dia memberi Bagas permen baru.
Bagas menerimanya dengan tatapan bingung. "Nggak. Enak lagi begini, tenang." Bagas menjawab. Jawabannya basi banget. Lalu cowok itu menyimpan permen di sakunya.
"Lain kali lo harus ikut gue yok, kita nonton bareng pertandingan bola. Lo suka klub apa? Kali aja kita se-fandom atau lo suka K-pop?"
Alis Bagas bertautan. "Boleh. Liverpool," dan ternyata dia bukan fans K-pop. Semenjak K-pop terkenal di Indonesia mulai menjamur para fanboy. Kali saja diem-diem ternyata Bagas adalah fans lagu Korea.
"SAMA!! Besok sore ada pertandingan, nonton bareng, Bro!" Yogi tersenyum ceria dan menepuk pundak Bagas, sampai cowok itu meringis.
Risih.
Punggung Yogi terasa ditusuk sesuatu yang runcing dan kecil. Ujung pulpen. Yogi menoleh saat kebahagiaannya dirusak oleh seseorang, di belakangnya Jane mengernyit heran.
"Tugas! Ngerjain tugas Bahasa Inggris gimana?" tanya Jane merusak keinginan Yogi untuk nonton bareng Bagas.
Yogi mendecak kesal, cewek-cewek memang sama saja di mana-mana. Makanya Yogi malas punya pacar, apalagi pacar yang sering mengatakan lebih pilih nemenin aku ke mal atau menonton bola? Saat keinginan mereka harus dipenuhi. Dan, pertanyaan Jane kurang lebih seperti itu. Mila menahan tawa, berhasil membungkam euforia Yogi yang heboh sendiri sementara Bagas hanya memandang cowok itu tanpa ekspresi.
"Oh iya, emang masih berlaku itu tugasnya? Si Mam kemarin kan nggak masuk, kali aja besok nggak masuk lagi. Bisa jadi, kan?" sahut Yogi, dia mengacak rambutnya.
Jane dan Mila mengangkat dagu tinggi-tinggi mendengar ucapan konyol Yogi.
"Ya, daripada menduga hal yang mustahil jadi lebih baik kita kerjain saja, oke? Mau di mana? Sore ini setelah pulang sekolah pokoknya," jawab Mila.
Yogi memutar tubuhnya sampai melihat kedua teman ceweknya itu. "Kita ke rumah Bagas, yuk?"
Uhuk...
Jane dan Mila tersedak ludahnya sendiri. Punggung Bagas bergerak, tidak lagi menelengkan kepalanya pada Yogi, dia sampai memutar tubuhnya mengamati Yogi yang cengengesan. Dia menghela napas.
Jane dan Mila berebutan minum dari botol air mineral. Setelah mereka berhasil mengendalikan tersedaknya, mata Jane melebar dan Mila batuk-batuk sampai pucat pasi.
"Kenapa di rumah aku?" Nada suara Bagas terganggu dan tidak suka dengan ide Yogi.
Apa cowok itu menganggap para makhluk di sekelilingnya ini cukup menyebalkan, seakan tidak cukup mengganggunya di kelas, mereka akan menyambangi rumah Bagas dan mengacau di sana juga.
"Gue udah pernah ke rumah Jane. Ke rumah Mila sering. Kan aneh, Gas, kalo gue belum pernah ke rumah lo. Lo kan teman gue, ayolaaah!" Buset. Cowok ini cerewet banget, ngotot mau ke rumah Bagas.
Mata Bagas melebar saat mendengar kalimat pertama yang Yogi lontarkan. Seharusnya dia melakukannya untuk kalimat yang kedua, ngapain dia sering banget ke rumah Mila, kan?
"Lo sering ke rumah Mila? Ngapain? Berdua aja?" Jane membekap mulutnya.
Mila menyenggol lengan Jane dan memukul tangan Yogi dengan mistar plastik sambil melotot. Mila dan Yogi terlibat aksi saling melotot.
"Di rumah aku nggak ada apa-apa," jawab Bagas sialnya malah menambah kesan misterius.
"Tapi boleh, kan? Ya udah, kita cus ke sana nanti sore!" seru Yogi semangat.
Jane dan Mila menahan senyum, akhirnya sedikit demi sedikit mereka bisa membuka diri Bagas.
"Boleh aja. Tapi gimana mau ke rumahku? Aku udah bawa sepeda, kendaraan yang layak bisa boncengin cewek cuma motor Yogi."
Dan, sekarang masalah baru timbul. Bagaimana caranya mereka bisa ke rumah Bagas dengan modal satu buah motor dan satu sepeda. Jane dan Mila saling melirik kikuk. Kalau mereka naik angkutan umum tidak tahu rutenya.
"Hmm, kasih tau aja kendaraan apa yang harus kita naik, terus kita mesti turun di mana," usul Jane. Mila mengagguk setuju.
"Betul tu, Gas. Apa nggak ... kalo jalan ke dalamnya jauh lagi, terpaksa kalian harus nungguin kita dan Yogi bonceng tiga sampe ke dalam perumahannya," ucap Mila membuat Jane nyengir lebar.
Tadinya Yogi mau melontarkan ide untuk memboncengi Jane dan Mila sekaligus, modus banget dipepet dari belakang sama dua cewek sekaligus. Mila juga memiliki ide yang sama, mereka memang jenius dan kompak dalam hal meminimalisir ketidakmungkinan. Ckck.
"Sepakat!" Yogi mengacungkan kedua jempol tangannya. Lalu melirik Bagas, "Gimana?"
Raut wajah Bagas tampak tidak terkesan sama sekali dengan ide bonceng tiga tersebut, dia pasti ingin menolak dengan keras. Selain membahayakan penumpang, ide tersebut memalukan dan nggak banget. Kayak remaja alay gitu sih. Jane ingin sekali tertawa kencang melihat Bagas tidak mampu berkata apa-apa.
"Jangan! Aku nggak setuju!" Benar kan cowok itu akhirnya berani menolak ide tersebut. "Dari depan ke dalam nggak jauh kok paling 200 meter."
"Oh. Okeh!" Yogi mengangguk kecil. Dia juga bingung memikirkan rencana ini.
"Dari depan ke dalam kita jalan?" Mila menggelengkan kepala. "Lumayan jauh."
"Kalo takut Jane sakit lagi biar Yogi sama Jane. Mila sama aku."
Oh, oh....
Mila menggeleng samar. Dia sama sekali tidak tahu cara menghadapi cowok ini sama sekali. Jane terkesima, ternyata Bagas tahu bahwa tempo hari dirinya pernah sakit. Perkembangan yang cukup baik.
"CK. Jangan rebutin gue dong, gengs. Hmh ... tapi kayaknya Jane lebih bisa nemenin lo deh, Gas. Ya kan?" Yogi menatap Bagas penuh makna.
Bagas tidak menjawab. Kalau terdiam begitu saja itu sepertinya memiliki artinya iya. Bel masuk berbunyi panjang sekali.
Yogi bangun dari duduknya dan meneriakkan sesuatu di telinga Jane. "Pindah woyy! Udah masuk woyyyy!"
**
Jane menutup telinganya yang nyaris budek diteriakin seperti itu. Setengah kesal cewek itu beringsut pindah tempat kembali ke kursi sebelah Bagas. Cowok itu sedang merapikan dan melipat lembaran koran yang acak-acakan. Bagas melirik Jane, cewek itu tersenyum manis. Bertemu mata harus dibayar dengan mata. Tidak sopan jika sudah bertemu mata langsung mengalihkan pandangan.
"Aku sudah tanya Yogi. Maaf, nggak bisa ikut jenguk kamu."
"Iya, gak ada masalah."
Semua tidak lagi terasa sama jika moment-nya berbeda. Permohonan maaf itu seperti angin yang lewat begitu saja, tidak menimbulkan sensasi aneh lagi.
Astaga Jane, fokus, fokus.
Entah mengapa perasaannya mendadak jadi buruk.
Jane mengeluarkan buku paket Matematika dan buku tulisnya. Dari sudut mata gadis itu, dia bisa melihat Bagas juga melakukan hal yang sama, mengeluarkan buku dan kotak pensil ajaibnya.
Udah gitu doang?
Hhh.... Jane menghela napas dan menghembuskannya kuat-kuat.
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top