Chapter 1
Arinka terbangun saat cahaya matahari memasuki celah-celah jendelanya. Karena cahaya itu, mimpi anehnya mengenai sebuah dunia yang belum pernah ia lihat sebelumnya terpaksa berhenti.
Ia berusaha mengingat detilnya, juga apa saja yang ia lakukan di dalam mimpi. Tapi nihil, ia tak bisa mengingat satu kejadian pun. Ia menghela napas dan memutuskan untuk tidak memikirkan mimpi itu lebih lanjut.
Ia membuka jendela dan melihat beberapa teman-temannya sudah melakukan pekerjaan mereka sambil bersenda gurau.
Ia melambaikan tangannya pada mereka. Ia begitu bahagia, meski harus hidup sederhana di desa terpencil seperti ini. Menurutnya, tidak ada yang lebih membahagiakan selain hidup bersama keluarga dan teman-temannya.
"Wah putri tidur akhirnya bangun juga. Ayo turun sini!" panggil gadis bergaun merah yang diikuti dengan anggukan gadis lainnya.
Dengan cekikikan, Arinka melambaikan tangannya dan menyambar gaun biru cerah selutut favoritnya. Ia buru-buru masuk ke dalam kamar mandi dan dalam waktu singkat ia berhasil menyusul teman-temannya di bawah sana. Ia juga menyapa kedua orang tuanya yang hari ini bekerja di peternakan Kakek Nam.
Rambut hitamnya ia kucir kuda dengan pita yang warnanya senada dengan gaunnya. Ia mengenakan sepatu boots dengan cepat. Saat ia sampai di teras rumah, teman-temannya kembali menyambutnya.
"Sudah siap bekerja, putri tidur?"
Mereka kembali tertawa lepas.
"Sudah kok."
Mereka berlima memasuki area perkebunan. Scarlet, temannya yang bergaun merah dengan sigap mengambil beberapa keranjang dan membagikannya pada Arinka, Bella, Wendy, dan Airin.
Mereka mengambil buah-buah ranum yang sudah panen dan menyimpannya dalam keranjang. Saat buah-buah itu memenuhi tujuh perdelapan keranjang tersebut, mereka membawanya menuju gudang penyimpanan dan menyetorkannya pada Kakek Tara. Kakek Tara biasanya akan membawa hasil panen mereka menuju pusat penjualan buah dan membagi keuntungannya pada mereka semua.
Begitulah, keseharian yang dilakukan oleh Arinka. Entah ini tahun ke berapa ia hidup bersama keluarga kecilnya di desa terpencil seperti ini, yang jelas, ia sudah berhenti bersekolah dan bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya. Namun, tidak bersekolah bukan berarti Arinka kehilangan kesempatannya untuk belajar.
Ia bersyukur karena setidaknya masih ada bangunan tua yang disebut perpustakaan di desa kecil ini. Biasanya, di akhir pekan, ia dan teman-temannya akan membaca dan mempelajari beberapa hal di sana.
Ia hanya pergi ke kota setiap sebulan sekali, itu pun kalau sempat dan tabungannya cukup untuk melihat-lihat juga berjalan-jalan di antara gemerlapnya kota.
"Arinka!" sapa Max yang baru saja kembali dari peternakan sambil membawa beberapa tumpuk jerami.
"Oh, halo Max!"
Lelaki berambut pirang itu tersenyum. "Mau jalan ke kota malam ini?"
Arinka balas tersenyum. "Boleh saja. Siapa saja yang ikut?" tanyanya sambil memerhatikan Max yang sedang menata jerami di dalam kandang kuda dari balkon rumahnya.
"Entahlah. Setahuku, Scarlet, Wendy, dan Rico ikut."
"Oh ya? Kalau begitu aku ikut!" seru Arinka senang.
"Baiklah. Berkumpul di rumahku jam lima sore ya."
***
Arinka mematut dirinya di depan cermin. Ia mengenakan celana jeans dan sweater buluknya yang berwarna biru muda. Selama tinggal di desa, perekonomian keluarganya tak begitu baik, sehingga sweater itulah satu-satunya barang mahal yang ia punya. Meski begitu, Arinka masih terlihat cantik saat memakainya.
Ia menuruni tangga rumahnya yang mulai reyot dan mengenakan sepatu hitam-- satu-satunya sepatu yang ia miliki-- dan menyambar tas ranselnya yang ia letakkan di sofa. Ia berlari menuju rumah Max dan melihat beberapa temannya sudah menunggunya di sana.
"Wah kebetulan sekali kau tidak telat."
"Iya, jarang sekali kita melihat Arinka, putri tercantik di Roseville ini datang tepat waktu," tambah Wendy cekikikan.
Arinka pura-pura mencebikkan bibirnya dan bergaya seperti akan marah pada mereka. Tapi gagal. Sebelum actingnya berjalan dengan mulus, tawa sudah lebih dulu keluar dari mulutnya.
Dalam hati ia membenarkan. Ia memang sering, bahkan setiap hari ia bangun siang dan datang terlambat. Tidak heran kalau teman-temannya menggunakan sindiran sebagai bahan bercanda.
"Baiklah! Karena kita sudah lengkap. Mari kita menuju kota."
Max mengambil kunci mobilnya. Sebenarnya, untuk dikatakan sebuah mobil pun kurang tepat. Kendaraan itu lebih terlihat seperti 'truk' yang tak terawat daripada dibilang sebagai sebuah mobil, meski sesederhana apa pun bentuknya.
Namun, mereka sudah biasa dengan hal semacam itu. Mereka memang hidup dalam kesederhanaan, bahkan kekuarangan. Tapi mereka tidak pernah mempermasalahkan masalah itu. Justru, mereka heran dengan keadaan perkotaan. Kota penuh dengan ke-modern-an, penuh dengan keindahan, kekayaan, tapi mengapa banyak manusia yang tertekan saat tinggal di kota? Sampai-sampai, kasus bunuh diri pun banyak terpampang di berita.
Suara knalpot juga mesin kendaraan mereka berbunyi nyaring. Sungguh, tidak enak mendengarkan bunyi mengganggu itu, tapi lagi-lagi mereka tetap tersenyum di atas segala kesederhanaan mereka. Max menginjak pedal gas dan perlahan kendaraan itu pun berjalan mengikuti alurnya.
Sekitar dua jam perjalanan sambil bernyanyi ria, mereka berhasil memarkirkan 'mobil' itu di tempat parkir taman kota. Mereka keluar dari mobil dan menghirup udara kota sepuas-puasnya.
"Benar-benar tidak berubah ya! Selalu mengagumkan," ucap Wendy yang disetujui oleh Arinka. Ia merasakan angin malam menerpa wajah juga rambut hitamnya yang ia biarkan tergerai.
"Mari kita bermain!"
"Ayo!" seru mereka bebarengan lalu segera menuju taman kota dan bermain di sana.
Suasana taman kota setiap malam hari selalu ramai. Hal itu karena tersedianya berbagai macam permainan seperti biang lala, komidi putar, wahana roller coaster, juga wahana rumah hantu yang selalu ramai pengunjung. Arinka dan Scarlet membeli permen kapas dan memakannya dengan suka cita.
Wendy dan Rico mengantre untuk menaiki biang lala, sedangkan Max memilih untuk duduk santai di bangku taman sambil memerhatikan kerlap-kerlip lampion yang terpasang di sepanjang jalan taman kota.
Arinka memakan permen kapasnya dengan riang. Tiba-tiba, ada sebuah hal yang menarik perhatiannya. Seorang anak mendapatkan sebuah boneka dari sebuah mesin capit boneka. Sepasang mata bulat yang berwarna cokelat tua itu berbinar saat memandang mesin yang berisikan puluhan atau mungkin ratusan boneka itu.
Tanpa sadar, ia merogoh saku celananya. Matanya kembali berbinar saat menemukan selembar uang kertas dalam saku celananya. Segera saja ia menuju mesin tersebut dan memasukkan selembar uang kertas, uang terakhir yang dibawanya.
Mesin tersebut berdesing. Lampu-lampu di sekitarnya menyala, tanda permainan sudah dimulai. Dengan serius, Arinka mengarahkan alat yang disediakan menuju sebuah boneka beruang kutub yang menarik perhatiannya.
Saat yakin mendapatkannya, ia menekan tombol dan alat itu bergerak mengambil boneka tersebut. Namun sayang, boneka tersebut meleset dan ia tidak mendapatkan apa-apa.
Dengan wajah kecewa yang kentara, Arinka memandang bonekanya dengan sedih. Uangnya habis dan ia tidak berhasil mendapatkan boneka itu.
Tiba-tiba, seseorang memasukkan uang ke dalam mesin hingga permainan tersebut dimulai. Arinka terkejut dan bergeser ke kiri untuk mempersilakan orang itu menggunakan mesin permainan tersebut.
Alangkah terkejutnya Arinka saat menyadari bahwa orang itu adalah Max.
"Max? Jadi kau tertarik dengan permainan ini juga?"
"Sstt... diamlah dulu."
Arinka menahan dirinya yang ingin tertawa karena Max juga tertarik dengan boneka. Lucu sekali, seorang lelaki maskulin sepertinya menyukai boneka.
Arinka terperangah, saat Max justru mendapatkan boneka yang diinginkannya. Arinka hendak protes, namun ia malah dibuat terkejut untuk yang kesekian kalinya, saat Max tersenyum sambil memberikan boneka beruang kutub padanya.
"Nih, untukmu."
************************************
Published : 28 Februari 2019
Republished : 10 Mei 2020
Hai~
Gimana nih awalan ceritanya?
Baper gak baper gak?
Enggak lah ya. Rina mah gak ahli dalam begituan.
Btw anyway busway, aku akan membuat kalian jatuh cinta dengan tokoh yang bakal keluar di chap 2 nanti *pede sekali* //ditimpuk//
Penasaran?
Tunggu minggu depan ya~
Btw, ada yang mau nebak nebak nama panjang Arinka?
Hmm sedikit bocoran, nama panjang Arinka berinisial A.D.A.
Arinka D_ _ _ _ _ _ _ A_ _ _ _ _ _
Nah, selamat menebak ~
Sampai jumpa minggu depan semuanya (~^.^)~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top