*23
"Maaf, aku tadi pergi pagi-pagi sekali karena hari ini ada peluncuran produk baru perusahaan. Kulihat tidurmu sangat nyenyak, jadi aku tidak sampai hati untuk membangunkanmu." Kim Hyun Sung diam-diam melangkah keluar dari ruangan. Acara peluncuran produk baru dari YK Electronics baru saja dimulai beberapa menit yang lalu. "Apa kau sedang menonton acara belanja di televisi? Atau kau sedang menonton kumpulan gajah di Afrika?"
"Tidak."
"Lalu?"
Kim Hyun Sung mendengar suara desahan berat dari ujung sana.
"Aku sedang bosan, Hyun Sung." Gadis itu terdengar mengeluh. "Aku merindukanmu."
Kim Hyun Sung tersenyum tipis mendengar pengakuan Lee Hye Ri. Selalu, batinnya. Setiap gadis itu merasa bosan atau kesepian, dia pasti akan mengatakan hal yang sama. Seolah-olah Kim Hyun Sung hanya sebuah alat untuk mengusir kebosanan gadis itu. Entah bagaimana dirinya di mata Lee Hye Ri. Apa dia menganggap Kim Hyun Sung sebagai teman akrab, sahabat, atau saudara yang tak terpisahkan?
"Kau sudah makan?" Kim Hyun Sung mengubah tema.
"Belum."
"Kenapa? Ini sudah hampir jam makan siang, Hye Ri. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada lambungmu, hah?" Kim Hyun Sung menaikkan intonasi suaranya. "Suruh Bibi menyiapkan makanan ..."
Kalimat Kim Hyun Sung terputus ketika suara derai tawa panjang Lee Hye Ri terdengar menggema di telinga pemuda itu.
"Aku bukan anak kecil lagi, Hyun Sung. Mestinya kau lah yang harus makan. Bukankah kau orang paling sibuk di YK Electronics? Oh, ya, bukan hanya kau yang sibuk, Kak Min Hyuk juga."
Astaga!
Kim Hyun Sung menepuk keningnya sambil mendengus keras-keras. Di saat dirinya mencemaskan Lee Hye Ri, kenapa gadis itu malah menyinggung nama Kang Min Hyuk? Sungguh, suasana hati Kim Hyun Sung tiba-tiba memburuk karena ini.
"Bagaimana kalau kita makan siang bersama?" usul Lee Hye Ri setelah jeda beberapa detik. Suaranya terdengar ringan seolah tak ada beban yang mendera hatinya. Padahal beberapa hari yang lalu, setelah dia menghilang dari butik, suasana hati gadis itu sangat buruk. Atmosfer di dalam rumah juga mencekam.
"Aku akan sibuk hari ini, Hye Ri. Aku harus menemui banyak kolega perusahaan ..."
"Tapi aku hanya mau makan bersamamu, Hyun Sung." Gadis itu mulai merajuk. Sifat kekanakannya muncul ke permukaan.
"Kita bisa makan lain kali, Hye Ri. Sekarang kau harus makan sendiri dulu. Biar aku telepon Bibi agar menyiapkan makanan untukmu."
"Tidak. Aku hanya ingin makan bersamamu, Hyun Sung." Gadis itu merengek kembali. Suaranya terdengar memelas dan sejujurnya menimbulkan iba di hati Kim Hyun Sung.
Bagaimana cara membujuk gadis itu? Kim Hyun Sung terdiam sendirian demi memutar otak.
"Kita akan makan bersama malam nanti sepulang aku dari kantor, tapi sekarang kau bisa makan sendiri, Hye Ri." Pemuda itu mencoba menggunakan cara terhalus untuk membujuk Lee Hye Ri.
"Kau janji?"
"Ya, aku janji."
"Baiklah." Meski persetujuan sudah keluar dari bibir gadis itu, namun sama sekali tak terdengar nada ceria dari suaranya. "Aku akan menunggumu pulang."
"Aku akan segera pulang setelah semua urusan di sini selesai."
Kim Hyun Sung tertegun menatap ke arah gedung-gedung bertingkat yang tersaji di depan matanya. Dari balik kaca bening, dia bisa melihat hamparan langit dan sebagian kecil kota Seoul yang megah. Pemuda itu terlihat gundah.
Kim Hyun Sung tahu Lee Hye Ri bergantung pada dirinya. Gadis itu tak bisa hidup tanpa Kim Hyun Sung, begitu juga sebaliknya. Namun, hubungan mereka tidak akan berjalan seperti ini selamanya. Mereka bukan lagi anak kecil yang bisa bermain bersama, melakukan semuanya berdua. Mereka sudah dewasa dan memiliki kebutuhan hidup yang tidak sama dengan anak-anak. Apa Lee Hye Ri juga menyadari hal itu?
Lamunan di dalam kepala Kim Hyun Sung pecah berantakan ketika pemuda itu merasakan ponsel dalam genggamannya bergetar. Apa Lee Hye Ri menelepon lagi?
"Ayah?" sapa Kim Hyun Sung begitu menggeser ikon berwarna hijau di atas layar ponselnya.
"Bagaimana peluncuran produk baru kita? Apa semuanya berjalan dengan lancar?"
"Kenapa Ayah tidak bertanya dulu kabarku atau Hye Ri?" protes pemuda itu sedikit kesal. Bagi Ayahnya, perusahaan adalah prioritas utama ketimbang anak sendiri.
"Ayah sudah mendengar suaramu, jadi kau pasti baik-baik saja. Dan jika sesuatu terjadi pada Hye Ri, kau pasti akan memberi tahu tanpa Ayah minta."
"Ayah benar," gerutu Kim Hyun Sung.
"Dasar bocah tengik." Kim Min Suk balas menggerutu di kejauhan sana. "Bagaimana peluncuran produk baru kita?" Laki-laki itu mengulangi pertanyaannya dengan nada kesal.
"Seperti yang Ayah harapkan. Bisa dipastikan penjualan bulan depan akan meningkat karena produk baru kita."
"Kenapa kau begitu percaya diri, hah?"
"Tentu saja karena aku yang menjadi ikon produk baru kita. Ayah tidak bangga padaku?" Kim Hyun Sung menyelipkan senyum di bibirnya.
"Siapa yang mengizinkanmu menjadi ikon produk kita?"
"Semua orang memilihku untuk menjadi ikon produk baru itu, Ayah. Aku terdesak saat rapat itu berlangsung. Bagaimana aku bisa menolak, hah? Lagipula aku juga tidak ingin menyia-nyiakan ketampananku ini," ujar Kim Hyun Sung penuh pembelaan diri.
"Dasar bocah tengik!"
"Ayah meragukan ketampananku?"
"Terserah. Ayah tidak peduli. Pokoknya penjualan bulan depan harus lebih baik dari bulan ini. Kau mengerti?"
"Baik, Ayah." Kim Hyun Sung tersenyum puas. Pemuda itu setengah membungkukkan badannya lalu menutup telepon sejurus kemudian.
"Tuan Kim, Anda diminta kembali ke ruangan." Sekretaris Kang Min Hyuk tiba-tiba sudah berdiri di belakang tubuh Kim Hyun Sung dan mengejutkan pemuda itu. Wanita seksi dan berparas cantik itu sedang membungkuk dengan sopan.
"Baiklah."
•••
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top