*18
"Apa Ayah bisa mengirimkan barang-barangku kemari?"
"Barang-barang apa? Apa kau tidak bisa membeli lagi di sana?"
"Maksudku lukisan-lukisanku, Ayah." Kim Hyun Sung mondar mandir di dalam kamar yang harusnya ditempati oleh Lee Hye Ri sebelum akhirnya duduk di atas sofa. Nuansa merah muda dan ungu terlihat menempati beberapa sudut, mulai dari boneka, sofa, tirai, hingga furniture yang melengkapi ruangan itu.
"Lukisan apanya? Maksudmu rongsokan itu? Aku sudah membuangnya."
"Apa?!" Kim Hyun Sung terbelalak dan seketika bangkit dari atas sofa. Pemuda itu berteriak histeris mendengar Ayahnya menyebut lukisannya sebagai 'rongsokan'. "Bagaimana bisa Ayah membuang lukisan-lukisanku? Itu adalah mahakaryaku, Ayah tidak bisa membuangnya begitu saja," sesalnya.
"Mahakarya apanya? Lebih baik kau fokus pada perusahaan," balas Ayahnya lebih kesal daripada Kim Hyun Sung. Selama mereka menetap di Kanada, Kim Hyun Sung selalu menghabiskan waktu berkutat di dalam galeri lukisnya, mengotori wajah dan kausnya dengan tumpahan cat minyak. "Bagaimana dengan Hye Ri? Apa orang itu datang mencarinya lagi?" Dengan segera Kim Min Suk mengganti topik pembicaraan. Soal lukisan-lukisan yang disebutnya sebagai 'rongsokan' dan Kim Hyun Sung menyebutnya dengan 'mahakarya' masih utuh tanpa tersentuh di ruang galeri.
Kim Hyun Sung menghela napas kesal. Soal lukisan baginya belum tuntas. Pemuda itu sedikit tidak percaya dengan pengakuan Ayahnya yang konon sudah membuang lukisan-lukisan Kim Hyun Sung. Memang selama ini Ayah Kim Hyun Sung benci melihat putranya menghabiskan waktu dengan cat minyak dan kanvas, tapi rasanya tidak mungkin jika Ayah sudah membuang lukisan-lukisan itu.
"Hye Ri baik-baik saja. Wanita itu juga tidak mencarinya." Perihal Kim Hyun Sung sedang menyuruh seseorang untuk menyelidiki wanita bernama Kang So Hee yang kemungkinan besar adalah ibu Lee Hye Ri, tak diceritakan pemuda itu pada Ayahnya.
"Tapi tetap saja kau harus berhati-hati, Hyun Sung."
"Ya, Ayah," tunduknya. "Tapi apa benar Ayah sudah membuang lukisan-lukisanku?" Tanda tanya masih berkeliaran di dalam benak Kim Hyun Sung sebelum Ayahnya memberikan jawaban pasti.
"Dibuang pun tidak ada yang akan memungutnya ..."
"Jadi, Ayah tidak membuangnya?" Kim Hyun Sung siap untuk berdecak karena terlalu senang. Lukisan-lukisannya aman.
"Ibumu mengunci galeri. Bagaimana aku bisa membuang rongsokan-rongsokan itu meskipun aku sangat ingin melakukannya?"
"Kalau begitu kirim beberapa lukisanku kemari. Kumohon, Ayah," pinta Kim Hyun Sung bersungguh-sungguh.
"Untuk apa aku mengirim rongsokan itu ke Korea?"
Rongsokan lagi, batin Kim Hyun Sung sambil menahan napas. Padahal dia membuat lukisan-lukisan itu dengan sepenuh hati. Kapanpun inspirasi datang, tak peduli siang atau malam, dia akan segera menuangkan ide-ide itu ke atas kanvas. Lukisan itu tentang seni. Bagaimana Ayahnya bisa menyebut benda seni itu sebagai 'rongsokan'?
"Aku ingin mengadakan pameran seni," ucap Kim Hyun Sung mencoba menarik minat Ayahnya. Meski tak yakin Kim Min Suk memiliki jiwa seni, tetap saja Kim Hyun Sung harus berusaha membujuk Ayahnya.
Kim Hyun Sung terpaksa harus memendam rasa kecewa karena sedetik setelah dia menutup mulut, tawa Ayahnya berderai panjang. Menertawakan ide pameran seni yang baru saja ditawarkannya. Memang apa yang lucu dari pameran seni? batin Kim Hyun Sung geram. Harusnya seorang ayah mendukung apapun yang dikerjakan anaknya selama yang dilakukan itu positif. Tapi sepertinya Kim Min Suk berbeda.
"Mana ada yang mau membeli lukisan seperti itu, hah? Aku tidak punya waktu untuk melakukannya. Besok aku harus menemui Dokter Steward," tandas Kim Min Suk sebelum menutup telepon dan membuat Kim Hyun Sung tercekat dengan apa yang dilakukannya.
"Aku tidak percaya kalau kau adalah Ayahku," omel Kim Hyun Sung dengan menatap kesal ke arah ponselnya. Padahal jelas-jelas sambungan telepon telah berakhir dua detik yang lalu.
"Hyun Sung!"
Seperti tersengat aliran listrik, kepala Kim Hyun Sung langsung menoleh ketika suara lembut khas Lee Hye Ri terdengar memanggil namanya. Gadis itu menguak pintu kamar lebar-lebar lalu melenggang dengan cantik ke arah Kim Hyun Sung yang sedang berdiri memegang ponselnya. Untung saja mulutnya sudah berhenti mengomel ketika gadis itu menyeruak masuk.
"Oh?" Pemuda itu terpukau menatap Lee Hye Ri yang sedang mengenakan sweater biru muda miliknya. Kim Hyun Sung sama sekali tidak keberatan meski Lee Hye Ri mengobrak-abrik isi lemari pakaiannya. Bahkan dia boleh mengambil apapun dari sana sesuka hati meski tanpa seizinnya. Tapi yang menjadi persoalan adalah gadis itu tetap cantik meski hanya memakai selembar sweater kebesaran dan lengan kepanjangan, serta sebuah leging bermotif zebra sebagai perpaduannya.
"Apa kau sibuk? Hari ini kau libur kan?" cecar Lee Hye Ri setelah sampai di depan Kim Hyun Sung.
"Ya, aku libur. Kenapa?"
"Apa kau bisa membantuku?"
"Membantu apa?"
"Membantu untuk ini." Lee Hye Ri menyodorkan sebuah botol cat kuku ke hadapan Kim Hyun Sung. Senyum manis terurai di bibir gadis itu. "Kau bisa kan?"
"Kenapa kau tidak menyuruh Bibi?" Kim Hyun Sung berusaha menghindar. Kalau saja ada Ibunya, Lee Hye Ri tidak perlu meminta bantuan.
"Bibi sedang sibuk dan aku tidak mau mengganggunya."
Aishh.
Kim Hyun Sung tak bisa mengeluh secara terang-terangan di depan gadis itu.
"Kau mau kan?" Lee Hye Ri terlanjur menarik lengan Kim Hyun Sung demi meluluskan permintaannya.
"Memangnya aku punya pilihan lain?"
Lee Hye Ri menderaikan tawa kemenangannya. Meski Kim Hyun Sung bersedia membantu mengecat kukunya karena terpaksa, bagi Lee Hye Ri bukan masalah.
"Apa aku boleh mengajukan satu permintaan lagi?"
"Kau mau memanfaatkanku lagi?" tanya Kim Hyun Sung penuh prasangka. "Kau tahu aku tidak bisa menolak apapun permintaanmu, kan?"
"Uhm." Gadis itu mengangguk membenarkan ucapan Kim Hyun Sung.
"Memangnya apa permintaanmu?"
"Aku ingin membeli pakaian untuk musim dingin nanti. Kau mau menemaniku pergi ke butik, kan?"
Ingatan Kim Hyun Sung seketika melayang pada beberapa waktu yang lalu, saat dia marah besar pada Lee Hye Ri karena pakaian yang sudah dibelinya.
"Tapi musim dingin masih beberapa minggu lagi. Butik-butik belum memajang pakaian musim dingin."
"Kau tidak mau menemaniku?"
"Baiklah, baiklah. Setelah selesai mengecat kuku kita pergi ke butik untuk membeli pakaian musim dingin. Apa sekarang kau puas, Nona besar?"
"Sangat puas," gelak Lee Hye Ri riang. Ekspresi Kim Hyun Sung terlihat lucu dan membuat gadis itu tak henti menderaikan tawa.
•••
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top