3. Bangke!

"Lo suka juga sama Mia? Mau nomornya gak? Langsung chat aja ya dia?" Aku jadi mendadak semangat.

"Eh engga, buat apaan nomornya?"

"Ya buat chat-chatan!"

"Nanti aja itu, gue minta sendiri."

Wihh, cakep nih cowok, gentleman lah kalo begini. Tau cewek naksir dia eh dia duluan yang melakukan pergerakan. Mantap!

"Lo daripada popmie lo ngembang, mending makan aja, ini gue kerjain!" Genta menarik kembali kertasku. Aku cuma bisa pasrah, yaudah lah, gak apa, aku juga males mikir. Perihal nanti tulisannya beda, semoga sih Bu Wahyu gak sadar. Soalnya tulisan Genta lumayan bagus dan rapi, kaya tulisan cewek, dan untuk ukuran cewek, tulisanku jelek. Heheheh!

Aku mulai makan mie, sementara Genta sesekali membalik lembar LKS, mungkin nyari rumus. Ia menulis sambil sesekali menghisap rokoknya. Ia juga mencoret-coret buku tulisku yang memang kugunakan buat kotretan.

"Mau?" Tawarku, mendorong sekotak susu, untungnya aku beli dua tadi.

"Boleh, makasi!"

Aku mengangguk, lalu melanjutkan makan sampai habis. Setelah selesai, aku merapikan bekas makananku, memasukannya ke dalam satu tas plastik, baru membuangnya ke tong sampah terdekat.

Ketika kembali, aku sengaja berdiri di belakang Genta, melihatnya mengerjakan tugas, dan sudah sampai soal 49. Ajaib!

"Gen, makasi ya!"

"Santai!" Katanya, aku mengangguk kemudian duduk di sampingnya seperti semula.

Tak lama ia selesai, lalu Genta mendorong kertas tersebut ke arahku, ketika aku menerimanya, agak ngenes aku. Kulitnya cerahan dia. Kebayang kan aku sebuluk apaan? Dia yang cowok doyan main di lapangan aja kulitnya lebih bagus dari aku.

"Thank you!"

"Kumpulin sana."

"Iya bentar, belom gue kasih nama."

Kuambil pulpen dari kotak pensilku, karena Genta tadi maen langsung masukin aja. Lalu menulis nama, kelas dan remedial Fisika di bagian atas kertas.

"Bagus nama lo, Ikramina Andini Gladri. Kenapa dipanggil Andin?"

"Menurut lo, nama Ikramina dipanggilnya apaan?"

"Ika? Ina?"

Aku menggeleng, aneh banget dengernya, lagian dari kecil Mama sama Papa udah manggil aku Andin kok. Jadi nama itu udah melekat aja gitu.

"Dah, sekali lagi makasi ya!"

"Sip, makasi juga susunya." Katanya lalu melempar kotak susu itu ke selokan.

"Lo ihhh, ada tong sampah juga, malah buang sembarangan."

"Heheheheh!"

Hanya itu responnya. Yaudah lah.

Kurapikan buku LKS-ku, lalu semua alat tulis yang dikeluarkan. Setelah itu menjepit dua lembar kertas polio ini dengan staples, biar gak misah.

"Gue duluan ya." Kataku.

"Bareng!"

Jadilah kami berjalan bersisian dari belakang sekolah, lewatin lorong-lorong ruangan lab praktikum Biologi, ruang musik, ruang olahraga, sampe akhirnya koperasi, dan melihat Agus.

"Heh? Kalian berdua ngapain dari belakang?" Tanyanya dengan nada kepo to the max.

"Bikin tugas, Gus!"

"Ohhhh! Awas lu ya macem-macem!"

Aku hanya mengangkat bahu tanda tak peduli. Kacau kalau udah ladenin Agus. Dia kan penjaga koperasi ya? Yang datengin dia banyak, bisa kesebar berita gak jelas kalau ngomong yang gak-engga sama dia.

"Lo, buat ukuran cewek, lo tinggi yaa!" Ujar Genta tiba-tiba.

Aku menoleh, agak nenggak juga karena dia lebih tinggi dariku.

"Cuma 168. Lo tuh, ketinggian buat ukuran cowok!"

"Yailah, 183 doang!"

"Yeee, dan umur lo? Berapa? Masih bisa tinggi kan?"

Genta nyengir.

Ketika kami sampai di depan ruang Guru, kami berhenti sejenak.

"Sekali lagi makasih yaa!" Ucapku tulus.

"Sip! Eh iya, bagi nomor lo dong!"

"Heu? Buat?"

"Ya buat disimpen aja." Ia langsung mengeluarkan ponselnya, mengulurkan kepadaku.

Kuterima ponsel itu, tersenyum ketika melihat wallpaper-nya gambar Jiji. Tahu kan Jiji kan? Kucing gemes di film Kiki's Delivery Service.

"Nih!" Kuberikan ponselnya ketika selesai memasukan nomorku.

"Thanks!"

"Sekalian nomor Mia gak?"

"Kan nanti gue bilang, gue minta aja langsung aja ke dia."

"Ohh, okee-okee!"

Kutinggalkan Genta sendiri, aku masuk ke ruang guru, syukurlah Bu Wahyu masih ada di sana.

"Bu, ini saya mau kumpulin." Kataku, memberikan kertas polio yang sedari tadi kupegang.

"Waah cepet kamu kerjainnya."

"Iya Bu, heheheh, saya bisa minta nilai sekarang? Atau nanti tunggu selesai Ibu periksa jawabannya?" Tanyaku.

"Sini kertas kamu, langsung saya tanda tangan aja, 85 gak apa ya?"

"Iya Bu, gak apa-apa banget malah."

Kubuka tas lalu mengambil kertas penilaian, kemudian kuberikan kepada Bu Wahyu.

"Ini, Bu."

Bu Wahyu langsung menulis namanya, memberi nilai lalu terakhir membubuhkan tanda tangannya.

"Makasi ya Bu!"

"Jangan kebanyakan dispen ya Din!"

"Iya Bu, siap, diusahakan!" Kataku gak janji, karena kata Kang Irfan, 6 bulan lagi bakal ada LKBB tingkat kota, kalau sekolahku menang ya bisa jadi wakil kota buat tembus tingkat provinsi.

Selesai, aku langsung keluar dari ruang guru, berjalan santai menuju meja piketnya Pak Mulya.

Sesampainya di bawah tangga, aku langsung menghampiri Pak Mulya yang asik dengan ponselnya.

"Beres, Din?" Tanya beliau ketika aku duduk.

"Beres Pak, tinggal Pak Abdul sama Bu Maya."

"Wah kayaknya mereka ke sekolah nanti, kamis."

"Walah?"

"Dah, kamu besok gak usah ke sekolah, ngapain juga kan? Kamis aja ke sini."

"Libur juga sekolah tetep rame ya Pak?"

"Tau nih, heran, bukannya liburan pada jalan-jalan gitu ya, malah ke sekolah, basket lah, futsal lah, teater lah, angklung segala rupa pada latihan."

"Ya bagus dong Pak, jadi liburnya lumayan bermanfaat, daripada liburan gak jelas cuma buat seneng-seneng kan?"

"Iya sihh, tapi emang kalian gak bosen? Sekolah lagi sekolah lagi?"

Aku sih menggeleng. Karena kalau gak ngejar nilai pun aku pasti bakal ke sekolah juga, bergabung dengan tim paskib latihan di aula. Ya, tim paskib dapet jatah latihan di aula, berbagi tempat dengan anak teater.

"Yaudah Pak, saya pamit pulang ya?" Kataku akhirnya. Aku laper deh, pengin makan di rumah.

"Yaudah, hati-hati kamu!"

Aku mengangguk, lalu kembali menggendong ranselku, berjalan menuju gerbang sekolah.

Nah, sekolah aku nih gak dipinggir jalan, tapi masuk komplek perumahan gitu, jadi aku harus jalan kaki ke depan, abis itu sekitar 50 meter menuju halte bus tujuan ke arah rumah.

Sedang menunggu bus, ponselku bergetar. Kukeluarkan game yang sedang kumainkan, lalu membuka satu pesan masuk.

+6217×××××
Ini Genta
Simpen ya nomornya!

Aku membaca pesan tersebut, lalu menyimpan nomor Genta, tapi tak membalas pesannya. Aku malah membuka room chat bersama Mia.

Me:
Tadi gue ngobrol sama Genta
Gue dah bilang lo suka sama dia
Eh dia senyum-senyum

Miaw:
Demi apa? 😱😱
Lo kasih nomor gue gak?

Me:
Gue udah nawarin
Tapi katanya dia mau minta sendiri ke elu

Miaw:
Adu du du duuuuh
😍😍😍😍
Eh iya, lo kok bisa ngobrol sama dia?

Me:
Tadi dia bantuin gue kerjain Fisika
Pinter keknya dia

Miaw:
Yailah
Tau gitu daripada ikut Anggi gue ikut lo

Me:
😅😅😅😅

Miaw:
Yaudah
Besok gue mau ke sekolah lagi ah
Kali aja ketemu Genta terus ngobrol
Hehehehehe
Ke sekolah gak lo besok?

Me:
Gak deh lo aja
Gue kan mau ke salon
Lo jadi gak temenin gue?

Miaw:
Bokek bep
Sendiri aja lu

Me:
Yaudah okeee
Gudlak ya besok

Miaw:
😘😘😘

Aku tak membalas pesan tersebut karena bus yang kutunggu sudah datang. Segera saja aku naik begitu pintu bus terbuka otomatis.

Karena rumahku agak jauh, aku mengambil duduk di bangku yang agak belakang, biar bisa duduk tenang karena kursi belakang tuh kosong.

Ketika bus melaju, aku langsung menempelkan kepalaku di kaca. Lelah aku, ngantuk juga. Udah lama kayak ya aku gak dapet istirahat yang cukup.

Baru bus jalan bentar, eh tiba-tiba berhenti mendadak gitu. Dan ternyata ada yang naik nyusul gitu.

"Makasih Pak, makasih!"

Aku tahu suara itu, dan benar saja tak lama Ari terlihat berjalan di lorong bus. Ketika mata kami bertemu, Ari tersenyum lalu ia menghampiriku, duduk di kursi sampingku.

"Tumben balik cepet lo? Biasanya sampe sore di sekolah?" Tanya Ari.

"Kan kemarin-kemarin nunggu guru buat minta tugas. Ini udah kelar." Jawabku.

"Ohhhh!"

"Ri, gue mau tidur, lo jangan berisik ya!"

"Oh, siap!"

Aku menempelkan lagi kepalaku di kaca, syukurlah Ari beneran diem. Jadi aku bisa memejamkan mata dengan tenang. Ya walaupun gak bisa tidur seenggaknya istirahatin otak gitu yaaa.

Sepertinya aku ketiduran, karena aku melonjak kaget saat bahuku ditepuk oleh Ari.

"Hoh? Kenapa?" Tanyaku.

"Bentar lagi kita turun!" Serunya. Aku langsung mengangguk.

Yeah, halte turun kami sama. Tapi nanti Ari jalan ke arah selatan, aku jalan ke utara. Komplek rumah kami bersebrangan gitu. Jaraknya lumayan.

Ketika bus berhenti, aku dan Ari turun, karena kami pakai seragam sekolah, jadi gratis, gak bayar, cuma perlu tunjukin kartu yang diberikan sekolah saja.

"Makasih Pak!" Seruku dan Ari bersamaan saat turun melewati Pak supir.

"Hati-hati!" Terdengar seruan balasan dari Pak Supir tersebut.

Aku langsung berjalan menuju komplek rumah, begitu juga Ari yang sudah berjalan ke arah rumahnya tanpa kata-kata perpisahan. Ya, aku dan Ari hanya teman biasa, kita gak deket dan kenal pun pas di SMA aja, karena dulu, waktu kecil, anak-anak komplekan aku ribut terus sama komplekan dia, malah ada yang sampe tawuran kalo yang cowok. Sekarang sih aku jarang main sama anak komplek, kami masing-masing sudah punya kesibukan, tapi tau deh kalo yang masih SD dan SMA kaya aku dulu, mungkin masih sering kumpul dan bikin ribut.

Sekitar 10 menit berjalan kaki, aku sampai di rumah ber-cat abu-abu, rumahku. Ketika melangkah masuk, ponsel di saku dadaku bergetar, aku mengambilnya, membukanya dan membaca pesan yang masuk.

Genta IPA3:
Din
Besok jalan yuk?

Aku syok baca itu. Apaan dah? Kok jadi ngajak jalan?
Eh? Tapi bisa sih, aku bawa Mia, dan nanti mereka kutinggal.

Yak!

Cus, makcomblang harus beraksi.

*******

TBC

***

Cerita ini on-going di Dreame//Innovel yaaa
Aku hanya akan update 3 chapter sebagai bentuk promosi

Per tanggal 16 Januari 2022 ini, di Dreame sudah tersedia 19 chapter dan akan terus diupdate one day one chapter yaaa.

Cus yang mau baca bisa maratahon di sana biar bisa sesuai sm updatean hariannya xx

See you

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top