Twelve • Pertemuan di Markas
Will mengamati Ash yang sedang sibuk bersiap-siap dari kamarnya. Dia semakin penasaran dengan acara kencan gadis itu. “Apakah lebih baik kuikuti saja dia?”
Dia berpikir sejenak lalu memandang kembali ke kamar gadis itu, Ash sudah tidak ada di sana. Will pun akhirnya meninggalkan kamarnya, seakan menyetujui idenya sendiri untuk mengikuti Ash. “Sekarang atau tidak sama sekali!”
Will menuruni tangga dan keluar dari rumahnya. Ash baru saja melewati depan rumahnya. Dia pun mengikuti gadis itu diam-diam. Will menjaga jarak dengan Ash, agak jauh tapi bisa tetap mengikutinya.
Tiba-tiba Ash berbelok, lebih tepatnya menuju taman, Will mempercepat langkahnya. Ash menghilang di balik taman menuju hutan. “Dia akan berkencan atau apa? Ngapain dia menuju hutan?” tanyanya tak habis pikir. Dia mengikuti Ash ke hutan, menghilang di balik taman.
Will masih melihat Ash samar-samar. Dia mencoba tetap menjaga jarak dan sebisa mungkin tidak bersuara. Kraaakkk. Tak sengaja Will menginjak ranting pohon dan dia melihat Ash berhenti lalu melihat sekeliling. Will langsung bersembunyi di balik pohon pinus besar. Untuk beberapa saat, dia mengintip dan melihat Ash sudah tidak ada di sana.
“Ah, sial! Aku kehilangan jejaknya!” gerutunya. “Lebih baik aku telusuri saja hutan ini, siapa tahu bertemu dengannya.”
Will tetap melanjutkan perjalanan tanpa tahu harus ke mana karena dia kehilangan jejak Ash. Dia hanya mengikuti nalurinya saja. Semakin jauh, terus memasuki hutan.
Setelah cukup lama berjalan-jalan di hutan tanpa tahu tujuan, tiba-tiba Will melihat cahaya terang dibalik pepohonan. Dia menuju cahaya itu sambil sesekali bersembunyi di balik pohon. Semakin dekat dan yap! dia melihat Ash di sana bersama ketiga sahabatnya, Karen, Danny dan Alex.
“Tempat apa ini?” gumam Will takjub.
Tempat itu seperti rumah pohon. Jelas sekali itu rumah pohon dengan rumah di atas beberapa dahan pohon pinus. Di bawah rumah pohon tersebut ada beberapa lampu taman dan tempat duduk. Ada tangga yang menuju ke atas rumahnya, tangga itu dihiasi lampu warna-warni yang indah sekali. Untuk beberapa saat, Will terpukau dengan rumah pohon itu dan lupa maksud tujuan awalnya dia mengikuti Ash.
“Ternyata tinggal di kota kecil pinggiran tidak begitu buruk.”
Jujur saja, di New York dia tidak akan menemukan hal seperti ini. Seorang gadis yang menarik perhatiannya lalu gadis itu memiliki sahabat-sahabat dan rumah pohon sebagai tempat kumpul mereka di malam minggu.
Will tersenyum, tidak tahan rasanya dia ingin bergabung dengan Ash dan sahabat-sahabatnya. “Jadi ini yang kau maksud acara kencan?” tanyanya tiba-tiba..
“Hei! bagaimana kau menemukan tempat ini?” Ash kaget sekali melihat Will.
“Aku mengikutimu,” jawab Will menyengir.
“Sudah kubilang, kan, jangan sampai dia mengikutimu. Katamu akan memakai jubah gaib?” sindir Karen.
Ash menatap Karen dengan tatapan “Oh, yang benar saja Karen! Seperti jubah gaib benar-benar ada!”
“Jadi, bagaimana? Dia kini tahu tempat rahasia kita?” tanya Karen sambil menunjuk Will.
“Kalau begitu, ajak saja bergabung,” celetuk Danny, Karen langsung memelototinya. “Tapi tidak bisa asal bergabung. Ash membawa camilan, Karen membawa soda, Aku dan Alex memesan pizza. Jadi, apa yang kau bawa Will?”
“Mmm, aku membawa camilan,” katanya sambil menunjuk kumpulan snacks yang dibawa Ash.
“Enak saja! ini aku beli sendiri!” Ash tidak terima.
“Baiklah, baiklah, nanti bila kalian mengundangku lagi akan kubawa camilan, soda, dan pizza. Bagaimana?” Will mencoba membuat kesepakatan.
“Huh? Seperti kami akan mengundangmu saja,” cibir Karen, “kali ini kau datang, kan, tidak diundang.” Dia masih tidak terima Will mengetahui tempat rahasia mereka.
“Yeah, tidak apa-apa kalian tidak mengundangku, aku bisa mengikuti Ash diam-diam seperti tadi.” Will sesumbar sambil menyengir.
Ash tertawa sinis. “Sepertinya aku benar-benar butuh jubah gaib.” Karen melihat Ash lalu tertawa.
“Baiklah, jika nanti kami mengundangmu, kau harus tepati janjimu itu,” kata Alex.
“Pasti!” Will mengangguk. “Jadi, bagaimana? Aku boleh bergabung?”
Akhirnya Ash, Karen, Danny dan Alex memutuskan untuk mengajak Will bergabung. Malam minggu kali ini agak lebih meriah dengan kehadiran orang baru yang tentunya tidak diundang.
Mereka menaiki tangga menuju rumah pohon. Membuka dua kotak pizza dan camilan. Tidak lupa beberapa soda. Untungnya Karen membeli soda cukup banyak hingga tidak kekurangan. Mereka asyik bersenda gurau. Karen menjelaskan tentang markas mereka. Bagaimana Ash menemukan rumah pohonnya lalu mereka bersahabat. Juga tentang kisah anak-anak muda yang membangun rumah pohon ini berpuluh tahun sebelum kota kecil ini dibangun.
Will tampak senang bergabung dengan Ash dan sahabat-sahabatnya. Sesekali mata Will dan Ash tidak sengaja bertatapan. Ash merasakan lagi sensasi aneh itu, tapi dia mencoba untuk tidak menunjukkannya.
“Jadi, kau sudah tahu, kan, nama markas kami?” tanya Karen.
“HALLWAY?” jawab Will.
∞∞∞
Ash dan Will pulang bersama dari markas, sebuah rumah pohon tua yang disebut Hallway. Tentu saja disebut begitu karena tanda papan nama di rumah pohon tua itu bertuliskan HALLWAY. Mereka pulang sekitar pukul 9 malam. Tidak boleh lebih dari jam 9 karena jam malam untuk Ash sekitar pukul 10 malam. Ash tentu saja tidak ingin kena omelan orang tuanya karena pulang terlalu malam, tapi orang tuanya jarang mengomelinya. Mereka terlalu sayang padanya meski dia adalah anak adopsi. Lagipula, Ash sendiri tidak suka berkeliaran malam-malam. Dia bukan tipe gadis malam tentunya. Lain dengan Hannah Conrad, gadis pirang itu mungkin bisa sampai pagi masih ada di klub, berpesta dengan komunitasnya. Yeah, pesta semacam untuk anak-anak elite dari keluarga kaya.
Sepanjang perjalanan pulang baik Will maupun Ash tidak banyak bicara. Mungkin karena mereka sudah terlalu banyak mengobrol di rumah pohon tadi atau mungkin karena mereka cukup kekenyangan memakan pizza dan cemilan.
Banyak sekali yang mereka bicarakan. Bagi, Ash itu malam minggu yang cukup berbeda dari malam minggu sebelumnya. Mungkin karena kehadiran Will.
“Baiklah, kita sudah sampai,” ujar Will.
Ash mengangguk. “Selamat malam, Will.”
“Mm, Ash?” Will menahan Ash sejenak. “Terima kasih, malam minggu ini cukup menyenangkan bagiku bisa berbagi bersamamu dan teman-temanmu.”
Ash tersenyum lebar. “Sama-sama, Will.”
Mereka lalu memasuki rumah masing-masing setelah benar-benar berpamitan. Ash memasuki kamar dan dibiarkan tirai jendelanya terbuka sambil menunggu Will memasuki kamarnya. Karena dia merasa, Will pasti memintanya untuk membuka sebentar tirai jendelanya hanya untuk mengucapkan selamat malam padanya. Dan benar saja! Begitu Will memasuki kamarnya, dia langsung mengucapkan ucapan selamat malam melalui jendela kamar. Ini seperti sudah hal rutin yang mulai mereka lakukan setiap malam.
Sungguh, Ash senang sekali menghabiskan malam minggu kali ini. Meski dia tidak suka Will membuntutinya diam-diam, tapi dia cukup senang saat Will mengakui kalau dia penasaran dengan acara kencannya. Terkadang Ash merasa Will serius atas ucapannya yang menggoda dirinya.
Tapi sekali lagi Ash mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terbawa suasana. Dia sadari kemungkinan Will hanya bersikap baik padanya. Tapi Ash tidak bisa bohong dengan sensasi aneh yang dirasakannya tiap kali Will menggodanya.
Ah sudahlah! Ash memejamkan mata.
∞∞∞
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top