Ten • Nomor Ponsel
Akhir pekan hampir tiba, sudah beberapa hari ini Ash dan Will berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Harus Ash akui, mereka bersama terus beberapa hari ini, walau sebenarnya bersama sahabat-sahabatnya juga. Will tampak senang bersama dengannya dan sahabat-sahabatnya. Tapi Karen mengingatkan Ash bahwa Will orang baru dan Hannah mengincarnya, peringatan Karen membuat Ash berpikir harus menjaga jarak dengan Will kalau tidak mau mendapat masalah dengan Hannah. Tapi Ash tidak bisa menghindari Will, laki-laki itu selalu saja mencari kesempatan bersamanya. Ash menyadari itu.
Ash tentunya tidak lupa jumat ini ada seleksi junior untuk klub seni dan musik. Mr.Zacharias Hummel, guru seni SMU Windsor High School yang memegang klub seni dan musik, memintanya ikut menyeleksi junior. Dia pun menyanggupinya.
“Jadi, kau tidak langsung pulang, kan, hari ini?” tanya Will ketika mereka baru saja keluar dari kelas sejarah usai sekolah.
“Yeah, aku harus ke klub seni, kan? Untuk menyeleksi junior.”
“Baguslah. Karena aku harus ke klub basket. Kita pulang bersama, kan?” Will bertanya seakan mengingatkan.
Ash berpikir untuk menggodanya. “Entahlah … kau sepertinya akan lama di klub basket nanti dan aku bukan tipe orang yang suka menunggu,” jawabnya cuek.
“Lalu, apa kau akan meninggalkanku?” Will bertanya lagi.
“Kau pulang saja sendiri atau minta Hannah mengantarmu dengan supirnya.” Ash langsung mencoba kabur tapi Will berhasil menahannya.
“Ash! Kalau kau berani pulang duluan, HABISLAH KAU!” Will mengancam.
Ash meledek ancamannya. “Siapa takut!?” ujarnya sambil menjulurkan lidah dan kabur meninggalkan Will.
“Ashilla! Aku serius!” teriak Will.
Ash terus berlari kecil meninggalkan Will menuju ruang teater. Tak digubrisnya teriakan laki-laki itu. “Biarkan saja, Ash! sekali-kali Will perlu dikerjai!”
Sudah ada beberapa junior di ruang teater. Mr.Hummel dan beberapa senior sudah duduk di bangku khusus juri. Ash terlambat beberapa menit. Ini pasti karena tadi Will menahannya. Dia lalu meminta maaf atas keterlambatannya dan mulai menyeleksi para junior.
Setelah satu jam tiga puluh menit, proses seleksi akhirnya selesai. Mr.Hummel mengingatkan bahwa jadwal kegiatan ekstrakulikuler dan latihan akan dimulai minggu depan. Jadi, untuk akhir pekan minggu ini klub teater belum ada kegiatan.
Ash berpamitan lalu keluar dari ruang teater. Dilihat sekeliling tidak ada tanda-tanda kehadiran Will. Dia pikir, mungkin Will belum selesai dengan klub basketnya. Ash bermaksud meninggalkannya tapi kemudian dia memutuskan untuk menunggunya saja.
Duaaarrrr!!!
“Aaaaaaakkk!!!” Ash kaget setengah mati. Hampir saja terjatuh.
Ternyata Will mengagetkannya. Laki-laki itu langsung tertawa melihat ekspresi Ash yang ketakutan.
“Will!!!”
“Coba lihat mukamu saat ketakutan, Ash!” ledek Will dengan tawa yang berderai-derai.
“Dasar kau, Will! Puas, ya, membuatku kaget dan ketakutan!?” umpat Ash. “Kenapa kau belum pulang? Harusnya kau tinggalkan aku saja dan pulang bersama Hannah,” sindirnya.
Will langsung terdiam begitu mendengar sindiran Ash. Dia sungguh tidak suka saat Ash menyindirnya dan seakan memojokkannya untuk terus bersama Hannah. Karena yang diinginkannya bukanlah bersama gadis pirang itu, tapi bersama gadis yang tinggal di sebelah rumahnya, Ashilla.
“Aku meminta izin pulang duluan tadi agar bisa pulang bersamamu, tapi ternyata kau lama sekali. Aku sudah menunggumu begini, tapi kau malah menyuruhku pulang bersama Hannah?” nada bicara Will terdengar kecewa.
“Aku tidak memintamu menungguku, kok.” Ash menjadi salah tingkah. “Lagipula tadi sudah kubilang, kan, kalau aku pulang duluan aku pasti meninggalkanmu.”
“Jadi … kau benar-benar akan meninggalkanku jika kau pulang duluan?” Kali ini Will bertanya agak serius.
Ash menatap Will dengan perasaan bersalah. Jelas dia tidak bermaksud mengucapkan kata-kata itu. Ash tak berpikir bahwa sindirannya bisa melukai perasaan Will. “Ah sudahlah … kita pulang saja sekarang,” jawabnya panik sambil meninggalkan Will.
Will mengulum senyum senang melihat Ash. Dia menyadari kalau Ash merasa bersalah dan menjadi salah tingkah.
Lagi dan lagi, Ash tidak tahan dengan senyumannya itu. Langsung dipercepat langkahnya menuju bus sekolah dan di sepanjang perjalanan pulang mereka mengobrol.
“Jadi, bagaimana kegiatan klub basketmu?”
“Hari minggu nanti kami mulai latihan. Kau sendiri?”
“Kegiatan klub seni baru akan mulai minggu depan,” jawab Ash. “Ah iya! Bagaimana dengan tugas biologi kita?” Dia baru saja teringat bahwa mereka belum sama sekali mengerjakan tugas biologi.
“Ah, gimana ya ... hari sabtu besok kau bisa?” tanya Will.
Ash berpikir sejenak. “Entahlah….”
Hari sabtu seperti biasanya, Ash harus berkumpul di markas bersama ketiga sahabatnya, Karen, Danny dan Alex, tapi itu malamnya. Seperti acara wajib kumpul menikmati malam minggu.
“Ash? Kau ada acara hari sabtu?”
Ash melirik Will dan menyengir. “Biasanya aku ada acara hari sabtu, kau taulah seperti semacam kencan.”
“Jadi, kau ada kencan? Dengan siapa?” tanya Will penasaran.
“Tentu saja dengan seseorang. Mmm ... nanti kau kuhubungi!” jawab Ash menyengir.
“Bagiamana caranya kau menghubungiku?”
“Eh? Caranya?”
“Iya, caranya? Melalu jendela kamar kita? Kau, kan, tidak tahu nomor ponselku.”
“Ah itu …” Ash terkekeh. “Baiklah, beri tahu nomormu.”
Will tersenyum lebar. “Sini ponselmu.”
Ash pun menyerahkan ponselnya pada Will lalu dengan cepat laki-laki itu mengetik nomor dan menyimpannya di buku telepon.
“Telepon aku sekarang, aku ingin tahu nomormu,” pinta Will.
Ash meneleponnya dan nomornya kini tersimpan di ponsel Will. Akhirnya nereka saling punya nomor ponsel masing-masing setelah dua minggu berkenalan. Sungguh cara yang aneh untuk memulai pertemanan di zaman serba gadget seperti sekarang ini. Tapi begitulah cara perkenalan mereka.
∞∞∞
Ash langsung memasuki kamar. Ayah ibunya belum kembali sedangkan Bibi Esperanza baru akan pulang setelah kedua orang tuanya berada di rumah. Ash melihat ke seberang jendela kamarnya, Will belum memasuki kamar. Dia merasa lelah dan langsung merebahkan diri di kasur. Dia tidak ingin Will mengamatinya, dengan cepat ditutup tirai jendela dan langsung tertidur.
Entah sudah berapa lama Ash tertidur. Tapi hari sudah malam. Ash terbangun dan sadar bahwa dirinya belum mandi sejak pulang sekolah tadi. Dengan langkah gontai dia menuju ke kamar mandi lalu membersihkan diri. Setelah itu, langsung turun ke bawah untuk makan malam. Ayah ibunya ternyata sudah pulang.
“Besok hari sabtu kau ada acara, Ash?” tanya Mom.
“Entahlah ... mom tau, kan, sabtu malam aku selalu berkumpul dengan sahabat-sahabatku? Karen, Danny dan Alex.”
“Jadi, sepanjang pagi hingga sore kau tidak ada acara?”
“Aku berencana mengerjakan tugas biologi bersama Will.”
“Baguslah! Mom berencana mengunjungi tetangga baru kita besok!”
“Eh? Ngapain mom? Dalam rangka apa?” tanya Ash panik dan penasaran.
“Loh? Memangnya mengunjungi tetangga baru itu butuh alasan, ya? Emm, mom pikir dulu … mungkin dalam rangka penyambutan tetangga baru kita?” Melissa menjelaskan maksudnya.
“Memangnya harus, ya, acara penyambutan seperti itu?”
“Tentu saja, Ash! Kita harus hidup bertetangga dengan baik dan kita belum menyambut tetangga baru kita! Jadi, besok pagi kita bersama-sama menyambut mereka! Bagaimana? Kau juga sayang, ikutlah dengan kami,” ujar Melissa berbicara kepada suaminya.
Ash menatap ayahnya. Berharap dia tidak menyetujui ide ibunya, tapi bukan ayahnya jika menolak keinginan ibunya.
“Baiklah sayang … kita bersama-sama besok menyambut tetangga baru kita,” ucap Mr.Thompson.
Ashilla hanya bisa tersenyum dan mengangguk tak ingin melanjutkan pembicaraan.
∞∞∞
Setelah menikmati makan malam, Ash langsung kembali ke kamarnya. Sedangkan orangtuanya menikmati acara TV di ruang keluarga. Jendela kamarnya masih tertutup tirai dan rasanya ingin sekali dia mengintip ke kamar Will, tapi diurungkan niatnya.
Sambil tiduran di atas kasur, Ash memeriksa ponselnya. Ada satu pesan whatssap belum terbaca dari sahabatnya, Karen.
KarenW
Ash, jangan lupa besok malam kita berkumpul di markas!
Jam 5 sudah harus di sana. Oke?
AshThompson
Tenang saja, aku tidak lupa.
KarenW
Bawa cemilan, ya!
Aku akan membawa beberapa soda.
Danny dan Alex akan memesan pizza.
AshThompson
Oke. Memang tugasku, kan, membawa cemilan.
KarenW
Eh jangan ajak-ajak Will, ya! Ini, kan, acara kita!
Ashilla mendecak. “Ya ampun si Karen ini! Siapa juga yang akan mengajak Will, sih!?”
AshThompson
Tenang saja, aku enggak ada niat mau ngajak dia, kok.
KarenW
Jangan sampai juga dia mengikutimu.
AshThompson
Nanti aku pakai jubah gaib hingga dia tidak bisa mengikutiku!
KarenW
Hahahaha.
Setelah menutup percakapan dengan Karen, Ash merasa mengantuk karena kekenyangan makan malam. Baru saja dia hendak menaruh ponselnya di atas nakas, tiba-tiba ponselnya bergetar.
Will meneleponnya! Astaga! Ash panik apakah harus dijawab atau dibiarkan saja?
Ragu-ragu Ash hendak mengangkat panggilan dari Will. Namun, sedetik kemudian dia memutuskan untuk membiarkan saja. Will pun tidak bisa mengamatinya karena jendela kamarnya sudah tertutup tirai.
Setelah panggilan dari Will berhenti, Ash menatap layar ponselnya. Kali ini ada satu pesan belum terbaca dari laki-laki itu.
WillAlexander
Aku meneleponmu, kenapa tak kau angkat?
Kulihat tirai jendela kamarmu sudah tertutup tirai tapi lampunya masih menyala, kau sudah tidur?
AshThompson
Aku baru akan tidur.
WillAlexander
Baiklah kalau begitu.
Untuk beberapa saat, Ash merasa ingin mengobrol dengan Will, jadi dia membalas pesannya.
AshThompson
Besok aku, mom dan dad akan ke rumahmu.
Mereka ingin menyambut tetangga baru.
Sekalian kita akan mengerjakan tugas biologi.
WillAlexander
Benarkah? Aku akan memberitahu ibuku.
AshThompson
Oke. Selamat malam, Will.
WillAlexander
Selamat malam juga, Ash.
Tidak sabar besok. 😊😊
Ash tersenyum membaca ucapan selamat malam dari Will dengan emoticon smile. Lalu beberapa menit kemudian….
WillAlexander
Ash, bisakah kau membuka tirai jendelamu sebentar?
AshThompson
Kenapa?
WillAlexander
Aku ingin melihatmu sebelum tidur.
Ash terbangun. Will tidak serius, kan? Untuk apa dia ingin melihatnya sebelum tidur? Tapi Ash penasaran, jadi dibuka sedikit tirai jendela kamarnya
Ash melihat Will di seberang, laki-laki itu sepertinya benar-benar ingin melihatnya. Mungkin Will ingin meyakinkan dirinya bahwa Ash baik-baik saja.
“Selamat tidur, Ashilla! Mimpi yang indah!” teriak Will yang samar-samar terdengar oleh Ash. Mereka saling berbalas senyum untuk beberapa saat dan saling memandang di antara jendela kamar.
Will akhirnya menutup tirai, Ash juga menutupnya lalu merebahkan diri kembali di kasur kemudian memejamkan mata. Dia tersenyum sendiri. Entahlah, perlakuan Will setiap malam yang mengucapkan selamat tidur padanya seperti suatu hal yang wajib dia lakukan semenjak dia pindah kemari dan mengenalnya. Tapi Ash mengingatkan dirinya lagi agar tidak terbawa suasana dan perasaan. “Mungkin Will hanya bersikap baik.” gumamnya sambil perlahan tertidur.
∞∞∞
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top