Fifteen • Saling Mengenal

Hari sabtu pagi sekitar pukul sepuluh, Ash baru saja terbangun. Agak malas rasanya dia beranjak dari tempat tidurnya. Mengingat semalam dia tidur entah pukul berapa. Ash ingat masih memikirkan apakah harus memberitahu Karen kalau Jackson meminta nomornya.

Dia lalu memeriksa ponselnya. Ada dua pesan whatssap belum terbaca. Dari Will dan ... Jackson?

JackWhite

Selamat pagi Ashilla.. hari ini kita bertemu di kantin sekolah ya?

Kau ada kegiatan teater, kan, nanti siang?

Ash bingung. Untuk apa Jackson mengajaknya bertemu? Dan dari mana dia tahu kalau dirinya ada kegiatan teater?

AshThompson

Ada perlu apa kau ingin bertemu denganku, J?

Dan dari mana kau tahu aku ada kegiatan teater?

JackWhite

Tidak ada keperluan apa-apa kok, aku hanya ingin bertemu denganmu saja, lagipula aku juga ada rapat organisasi siswa siang ini.

Kau lupa ya? Aku ini, kan, ketua organisasi siswa, dan klub organisasi siswa memegang kendali penuh klub-klub di sekolah. Jadi, aku tentu saja tahu jadwal setiap klub di sekolah 😊

Ah iya! Ash lupa kalau Jackson ketua organisasi siswa di sekolah.

AshThompson

Baiklah, kita bertemu nanti.

JackWhite

Baiklah.

Sampai bertemu di sekolah 😊

Ash bergegas ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri. Karen rencananya akan menjemputnya, dia juga ada kegiatan organisasi siswa di sekolah siang ini. Untuk hari sabtu dan minggu sekolah kami membebaskan siswa membawa mobil jika sudah memiliki SIM. Jadi, Karen akan membawa mobil.

Ash berencana akan mengirim pesan kepada Karen, mengingatkan dia untuk menjemputnya. Saat hendak membuka ponselnya, tak sengaja dia melihat pesan dari Will yang belum dibaca. Ah, iya! Dia lupa!

WillAlexander

Selamat pagi, Ashilla.

Aku sudah berangkat ke sekolah, kami ada latihan basket pagi ini. Kejuaraan tinggal dua minggu lagi.

Nanti siang kita bertemu di kantin ya! Jangan lupa!

Ya Ampun! Ash benar-benar lupa kalau dia akan bertemu dengan Will di kantin siang ini, tapi dia juga harus bertemu dengan Jackson.
Bingung. Akhirnya dia memutuskan akan mengajak Karen nanti dan berencana memberitahu Karen kalau Jackson meminta nomornya.

Ash membalas pesan dari Will.

AshThompson

Baiklah Will, aku tidak lupa.

Kita bertemu di kantin siang ini.

Lalu, mengirim pesan untuk Karen.

AshThompson

Karen! Jangan lupa menjemputku!

Kemudian, Ash bersiap-siap. Mengenakan mini dress yang dipadukan celana jeans dan sweater cardigan juga syal lalu memakai sneakers kesayangannya.

“Ash! Karen sudah menjemputmu!” teriak mom.

Secepat kilat Ash menuruni tangga. Dia mengucapkan selamat tinggal kepada Ayah Ibunya yang sedang bersantai di ruang keluarga. Dengan setengah berlari, dia menuju ke mobil Karen lalu segera memasukinya.

Karen menyalakan radio lalu terdengar lagu Sugar yang dibawakan Maroon5. Ash memberanikan diri memulai percakapan, karena dia berniat memberitahukan Karen tentang masalah Jackson.

“Mmm Karen, kemarin Jackson meminta nomorku dan kuberikan. Hari ini dia ingin bertemu denganku di kantin sekolah,” kata Ash hati-hati sambil menatap Karen. Dia berharap Karen tidak mengamuk lalu meninggalkannya di tengah jalan.

Karen hanya terdiam lalu, “benarkah? Untuk apa dia meminta nomormu dan ingin bertemu denganmu?”

“Entahlah, aku juga bingung.”

“Aha! Itu bagus Ash! Kau bisa jadi mak comblangku!”.

“Heh? Mak comblang?”

“Iya Ash! Kau tahu, kan, aku sudah berusaha mendekati Jackson, tapi hubungan kami tidak berkembang. Di klub dia cuek padaku, sedangkan di luar klub dia selalu  bergabung dengan komunitas elite-nya, lalu dia meminta nomormu? Itu kesempatan Ash! Kau bisa jadi mak comblangku! Kumohon …” jelas Karen.

Ash paham apa yang dimaksud sahabatnya itu. “Baiklah Karen, aku akan mencoba membantumu, tapi bolehkah aku ke markas malam ini dengan Will?”

“Kau akan kencan dengannya?”

“Bukan kencan!” Buru-buru Ash mengklarifikasi. “Aku hanya merasa bersalah kepada Will karena kita tidak benar-benar berniat mengundangnya ke markas. Itu saja.”

Karen melirik Ash. “Baiklah, kau boleh ke markas malam ini dengannya. Aku akan menjelaskan pada Danny dan Alex, lagipula Will pasti ingin bersamamu saja,” ledeknya

“Jangan meledekku!” Ash memberengut. “Ngomong-ngomong, nanti aku akan bertemu dengan Jackson tapi aku sudah janjian dengan Will. Karena kau dan Jackson satu klub, jadi lebih baik—”

“Tenang saja, aku mengerti maksudmu. Serahkan Jackson padaku,” sela Karen sambil tersenyum lebar.

Mereka akhirnya sampai di sekolah. Setelah memarkir mobil, Karen dan Ash langsung menuju kantin sekolah. Will sudah ada di sana, tapi Jackson belum kelihatan.

“Hai Will! Sudah lama menungguku?”

“Enggak kok, aku baru saja istirahat dari latihan pagi.”

“Ash, kau bilang akan bertemu Jackson, tapi dia belum keliatan,” ujar Karen.

“Mungkin dia memang belum datang.” Ash melihat ke sekeliling kantin. “Eh itu dia datang!” serunya menunjuk ke arah Jackson dan melambai kepadanya.

“Hai, Ash. Maaf, kelamaan menungguku ya?”

“Aku juga baru tiba kok. Ngomong-ngomong, aku datang bersama Karen, kalian satu klub, kan?”

“Iya, kami satu klub.”

“Jadi, lebih baik kita langsung ke ruang organisasi siswa saja?” Karen mengajak Jackson. “Kupikir anak-anak juga sudah ada di sana, lagipula Ash ada kencan dengan Will,” lanjutnya menggoda Ash.

“Hei! Kami tidak berpacaran!” Ash berteriak kepada Karen. Sekilas dia melihat ekspresi kecewa Jackson, di saat yang sama, dia tidak menyadari ekspresi Will yang juga kecewa mendengar perkataannya.

“Jadi, kau janjian bertemu dengan Jackson dibelakangku, ya?” tanya Will.

“Apa maksudnya dibelakangmu?” tanya Ash balik.

“Ah sudahlah, ingat nanti malam, kita diam-diam ke markas.”

“Siapa bilang diam-diam?” kata Ash menyengir.

Ash baru saja membuat kesepakatan dengan Karen tadi. Dia akan membantunya menjadi mak comblang agar Karen bisa mendapatkan Jackson, dengan syarat dia diizinkan ke markas malam ini dengan Will, hanya berdua dengannya.

∞∞∞

Ash melihat jendela kamar Will, tidak ada tanda-tanda dia ada di kamarnya. Apa Will belum kembali dari latihan basketnya? 

AshThompson

Will apa kau sudah pulang?

Bagaimana dengan acara kita di markas?

WillAlexander

Maaf, aku sedang dalam perjalanan pulang.

Bagaimana kalau kau duluan ke markas?

Aku akan langsung ke sana.

AshThompson

Baiklah.

Jangan lupa membawa soda ya!

WillAlexander

Tenang saja aku sudah membelinya.

Ash baru saja hendak keluar dari kamar tiba-tiba berhenti melihat gitar klasiknya. Dia pikir mungkin akan menyenangkan jika membawa gitar. Akhirnya, Ash memutuskan untuk membawa gitarnya juga beberapa camilan lalu bergegas menuju markas.

Ash yang tiba duluan segera berbenah. Waktu sudah menunjukkan pukul 5.30 malam, tapi Will belum juga tiba. Dia memutuskan untuk bermain gitar sambil menunggunya, tanpa dia sadari ternyata laki-laki itu sudah berada di bawah rumah pohon memperhatikannya.

Will berdeham. “Jadi, kau bisa bemain gitar?”

Ash berhenti memainkan gitarnya.“Yeah, hanya bisa sedikit, tidak mahir kok. Kau bawa sodanya, kan?”

“Aku membawa bir.”

“Hei! Yang benar saja! Aku tidak mau mabuk-mabukkan!”

Tawa Will berderai-derai. “Tenang saja Ash, aku hanya bercanda! Nih! Aku membawa selusin soda untuk kita berdua.”

“Banyak sekali! Ini, sih, kita akan mabuk soda.”

“Lebih baik, daripada mabuk beneran.”

Ash dan Will tertawa lalu menikmati camilan bersama dengan minuman soda. Mereka saling berbincang, kali ini perbincangan yang akan membawa mereka saling mengenal satu sama lain.

“Jadi, Will ... kenapa kau pindah ke Windsor County? Kenapa tidak menetap di New York saja?”

“Itu ... karena aku sangat menyayangi Ibuku, aku mencintainya. Semenjak ayahku meninggal, terasa berat baginya tetap tinggal di rumah kami di New York dengan segala kenangan ayahku. Lalu, Ibuku mendapat pekerjaan di sini. Jadi, aku putuskan untuk mengikuti Ibuku pindah ke sini.”

“Maaf ... aku tak tahu bahwa ayahmu sudah meninggal, pasti sangat berat untukmu.”

“Tidak apa-apa, sudah enam bulan berlalu. Aku sudah tidak memikirkannya, walau terkadang aku sangat merindukannya.”

Ash menatap Will penuh kasihan. “Aku sendiri tidak pernah mengenal orang tua kandungku. Aku diadopsi saat berumur tiga tahun, tapi aku bersyukur orang tua angkatku sangat menyayangiku.”

Yeah, kau beruntung Ash. Mereka berdua juga masih hidup.”

Mereka berdua saling menatap dan tersenyum. Ada jeda untuk sesaat di antara Will dan Ash yang seakan hendak menyatukan mereka berdua.

“Ngomong-ngomong, apa saja isi MP3-mu?” Ash mengambil ponsel Will lalu mengeceknya. “One Direction, Ariana Grande, Beyonce, Coldplay, hmm ... tidak ada lagu-lagu Blackpink?”

“Tidak.” Will menggeleng. “Aku menyukai girlband itu, tapi sebenarnya aku tidak begitu tertarik dengan lagu-lagunya. Kau sendiri siapa musisi favoritmu?”

“Mmm … John Lennon, Freddie Mercury, Guns N Roses, Muse, Maroon5.

“Wah, kau menyukai John Lennon? Ada satu lagunya yang menjadi favoritku.”

“Oh iya? Judulnya apa?”

Love.…

Wajah mereka hanya beberapa senti saling berhadapan dan Ash bisa merasakan Will semakin mendekatkan dirinya. Wajah tampan, senyuman maut dan mata birunya benar-benar menggodanya.

Ash tidak ingin terbawa suasana. “Aku bisa membawakan lagu itu,” katanya sambil mengambil gitar lalu memainkannya. Dia menyanyikan lagu John Lennon berjudul Love sambil memainkan gitar. Suara indahnya membuat Will juga ikut bernyanyi.

Will dan Ash terhanyut oleh perasaan yang tidak bisa mereka jelaskan malam itu. Di bawah langit yang mendung, tapi terasa cerah bagi mereka, serta cuaca musim dingin yang begitu menusuk, tapi justru kehangatan yang hadir di antara keduanya.

Mungkin Ash tidak menyadari, bahwa hatinya sudah menerima kehadiran Will, begitu juga sebaliknya. Jiwa mereka diam-diam menginginkan untuk saling memiliki.

“Aku tidak menyangka bahwa lagu favoritmu juga salah satu lagu favoritku.

“Benarkah? Berarti itu takdir.”

“Kau percaya takdir, Will?”

“Mmm, entahlah.” Will mengendikkan bahunya. “Tapi ... satu hal yang pasti aku berterima kasih padamu Ash, karena sudah mengizinkanku mengenal dirimu. Aku hanya tidak menyangka dengan pindah ke kota ini, aku bisa bertemu denganmu ... seorang gadis yang terlihat biasa saja tapi ternyata penuh dengan hal-hal menarik yang membuatku tertarik. Yeah, aku tertarik padamu Ash.” Will menjelaskan tetapi penjelasannya itu lebih seperti sebuah pengakuan.

Ash terdiam. Kali ini dia benar-benar tak bisa berkata apa-apa. Ash menatap Will dengan penuh pertanyaan. Apa maksudnya? Apakah dia menyatakan perasaannya? Apakah dia bercanda atau benar-benar serius?

“Jadi, Bisakah itu disebut takdir?” tanya Will.

“Entahlah, aku tidak mengerti bagaimana takdir bekerja,” jawab Ash.

Malam semakin larut dan mereka memutuskan untuk kembali ke rumah. Malam minggu ini mungkin adalah malam terbaik yang mereka miliki. Ash senang sekali membaginya bersama Will, begitu juga dengan Will.

“Ngomong-ngomong, aku tidak yakin apa kau mau, tapi aku ingin mengajakmu ke pesta Halloween akhir bulan ini … bagaimana menurutmu?” tanya Will saat mereka sampai di depan rumah.

“Will, aku bukan tipe gadis yang suka berpesta….”

Yeah, aku tahu kau mungkin tidak mau. Kalau begitu sepertinya aku harus pergi dengan Hannah.”

“Kau akan pergi dengan Hannah?” tanya Ash dengan nada tidak suka. “Di mana pestanya?”

Will tersenyum. Dia sadar sudah berhasil membuat Ash cemburu. “Di rumah Jem.”

“Baiklah, aku akan memikirkannya.”

“Oke, santai saja, pestanya masih sebulan lagi kok.”

“Aku bilang akan memikirkannya, bukan berarti aku pasti akan datang ke pesta itu.”

“Jadi, kau tidak masalah jika aku pergi dengan Hannah?”

“Kenapa harus menjadi masalah?” Ash mengernyit lalu mendesah. “Lagipula, kita tidak memiliki hubungan apapun selain kenyataan bahwa kita hanya berteman dan bertetangga.”

Ekspresi wajah Will berubah menjadi kecewa setelah sebelumnya dia merasa senang karena yakin sudah membuat Ash cemburu dan memikirkan untuk pergi ke pesta Halloween bersamanya.

Ash bisa melihat kekecewaan itu, tapi bukan dari ekspresi wajah Will, melainkan dari kedua mata birunya. Dia merasakan sensasi aneh di hatinya, kali ini sensasi itu berbeda seperti yang dirasakan sebelumnya. Entahlah, dia tidak bisa menjelaskannya.

“Aku masuk duluan ya? Bye, Will.”

Bye….”

Will dan Ash saling berpisah memasuki rumah masing-masing. Begitu mereka berada di kamar dengan jendela yang saling berseberangan dan berhadapan, mereka melakukan hal itu lagi. Hal yang mulai menjadi kebiasaan mereka, mengucapkan selamat malam melalui jendela kamar sebelum pergi tidur dan bermimpi indah, tentunya.

∞∞∞

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top