9. Dusta atau Cinta
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
...
Aku tak tahu. Sejak kejadian didanau itu aku seperti tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pria ini.
Pria Namikaze ini selalu punya cara agar aku mau keluar bersamanya. Sakura telah kembali ke mansion Hyuga. Dia hanya pergi selama sepuluh hari.
Dan selama sepuluh hari itu Naruto mengisi hari-hariku. Pria itu selalu memiliki berbagai topik pembicaraannya yang mampu membuat bibirku tersungging.
Bahkan setelah kembali, Sakura pun tak dapat mencegah pria ini membawaku keluar dari kungkungan mansionku sendiri.
Hari ini dia mengajakku berjalan-jalan di kawasan Umeda, jantung kota Osaka. Dulu saat aku masih bisa melihat, tempat ini selalu menjadi daya tarik bagiku.
Deretan toko-toko berjejer rapi derdampingan dengan mall-mall besar. Dulu aku selalu antusias saat pergi bersama dengan Tou-san.
Tou-san yang selalu disibukan dengan urusan perusahaannya akan menyempatkan waktu di akhir pekan untuk mengajakku berjalan-jalan di kawasan ini sekedar melihat-lihat, berbelanja, atau bahkan membeli gula kapas di Toko langganan kami.
Kebiasaan itu terus berlangsung bahkan sampai aku dewasa. Hingga kecelakaan laknat itu merenggut nyawanya.
Dan hari ini adalah pertama kalinya aku menyusuri jalan ini sebagai orang buta.
Tangan pria itu mengamit tanganku. Menuntun ku menyusuri jalanan yang berdampingan dengan Toko. Secara garis besar aku masih mengingat suasana kawasan ini
Sesekali pria itu berceloteh menjelaskan tiap detil kawasan ini.
Aku nenanggapinya dengan tersenyum tipis, atau kadang aku tertawa lebar ketika dia melemparkan guyonan konyolnya.
Aku tak mengerti terkadang aku bersikap dingin padanya untuk menutup diriku dari kehadirannya.
Tapi terkadang aku menerimanya dengan terbuka dengan menunjukan sifat ku yang sebenarnya.
Kuakui keberadaan pria bernama Namikaze Naruto dalam kehidupanku akhir-akhir ini, seolah mengembalikan kehangatan hidupku yang dulu, walau terkadang aku masih bersikap dingin padanya.
...
Aku semakin dekat dengan gadis buta ini. Ya, hari ini bahkan dia sampai berdebat dengan perawat pink nya yang menyerupai monster itu, agar bisa pergi denganku.
Pelan-pelan kepercayaannya sudah ku peroleh. Sudah beberapa kali semenjak kejadian didanau itu dia bersedia keluar berdua saja denganku. Tangannya tak pernah lagi berontak ketika kurangkul.
Seperti saat ini dia begitu tenang berjalan beriringan bersamaku di kawasan pusat belanja Umeda.
Tiba-tiba aku berhenti di depan toko permen yang desainya sangat cantik. Seketika ingatan ku menampilkan sebagian kisah masa laluku bersama Usagi Himeku yang masih tersisa dikepala ku.
'Kyubi-kun, aku mau makan gula kapas...'
'Nanti gigimu bisa sakit Hime.'
'Pokoknya aku mau makan...!!'
'Ish kau ini keras kepala sekali. Baiklah aku belikan tapi cuma satu saja kita makan berdua, uangku tidak cukup'
'Kalau begitu pakai uang ku saja'
'Mana boleh aku kan lelaki, semua biaya kencan aku yang tanggung.'
Kuhapus kasar setitik air mata yang membasahi sudut mataku. Kau dimana Usagi Hime? Aku bersumpah tak akan melepaskanmu jika aku tahu siapa kau sebenarnya.
"Kenapa berhenti?" Pertanyaan yang lolos dari mulut mungil gadis buta yang sedang merangkul tanganku ini membuat ku menghentikan lamunanku.
"Ah, tak apa, kita berhenti di depan toko permen. Apa kau mau membeli beberapa permen?" Ku pikir tak apa sesekali aku membahagiakannya dengan tulus. Dia begitu mirip dengan Usagi Himeku.
Kepala indigonya menggeleng cepat. "Jika boleh.., aku ingin gula kapas.." Cicitnya sambil tertunduk dengan wajahnya yang memerah.
'Dia juga menyukai gula kapas'
...
Naruto dan Hinata duduk di kursi panjang di tepian jalur pejalan kaki di Umeda. Lalu lalang para pejalan kaki sore itu tak membuat Hinata terusik untuk menikmati permen kapas sewarna rambut perawatnya itu.
"Kau sangat menyukainya ya?" Tangan Naruto membelai pucuk kepala Hinata yang tertunduk sambil mengecap manisnya gula kapas.
Pipi putihnya yang kemerahan menyerupai warna permen kapas itu membuat bibir Naruto menyunggingkan senyum.
"Aku boleh memintanya.." Pinta Naruto lembut.
Hinata membalikan posisi duduknya hingga berhadapan dengan Naruto.
Dia seolah menawarkan permen kapas itu tanpa mau melepas dari tangan mungilnya.
Naruto tersenyum kecil. Dia tundukan kepalanya untuk mengecap manisnya permen kapas berukuran jumbo itu. Berbagi bersama Hinata yang wajahnya sama-sama tertempel di permen kapas itu.
'Hime bagi permen kapasnya ttebayo...'
'Heh kenapa kau hanya membalikan posisi dudukmu?'
'Kyubi-kun makannya begini saja seperti ku. Wajah kita tertempel di gula kapas bersama-sama.'
'Wah itu seru sekali ttebayo...'
...
"Kau tunggu disini dulu, aku akan mengambil air mineral di mobil." Pria itu mengelus pipiku sebelum meninggalkan ku.
Aku duduk menjadi anak manis di kursi taman ini menunggu Naruto yang sedang mengambil air mineral di dalam mobilku yang sekarang di kendarainya.
Cukup lama aku menunggu pria itu disini, tapi sampai sekarang dia tak kunjung datang. Apa dia membuang ku disini? Apa dia sengaja meninggalkanku disini.
Pikiran burukku melayang kemana-mana.
Aku langkahkan dengan nekat kakiku untuk mencarinya.
Lucu.., aku yang buta ini dengan nekatnya ingin mencari orang di Umeda yang ramai ini.
Setidaknya aku tidak berdiam diri saja. Tanpa tongkat aku mencoba meraba-raba udara menembus kerumunan orang-orang.
"Namikaze-san..." Aku panggil dia berulang kali berharap jika salah satu dari orang-orang ini adalah dia.
Aku terus berjalan, dan terus memanggil tapi semuanya sia-sia. Tak ada sahutan dari seseorang yang ku panggil.
Aku berjongkok. Entah dimana aku berada sekarang yang jelas kakiku sudah lelah untuk melangkah.
Ternyata dia benar-benar sudah membuangku ditengah jalan. Jadi inilah rencananya selama ini.
Aku tumpukan kepalaku diantara dengkulku. Aku menangis sejadi-jadinya, merutuki kebodohan ku yang sudah mempercayainya.
Teen. Tennn. Teeennn.
Aku mendongakan kepalaku saat mendengar rentetan suara klakson panjang.
Ternyata dari tadi aku berjongkok di jalan raya.
Aku bangkit. Meraba-raba udara. Mencoba menyelamatkan diriku.
Bukankah selama ini aku ingin mati. Bukankah ini yang aku inginkan. Harusnya aku tetap berdiam diri berjongkok di tengah jalan raya itu.
Tidak aku tidak boleh mati sebelum bertemu Namikaze-san.
"HINATA!!!!" Aku mendengar suaranya. Dia mencariku. Dia tidak membuangku..., aku terus berjalan sambil meraba-raba udara mencari asal suaranya yang terus meneriakan namaku.
Teeeeeennnnnnnnnnnnnnnnn.
Suara klakson yang sangat panjang dan nyaring menguar di telingaku. Dari suaranya yang besar aku bisa pastikan bahwa itu adalah truk atau bus.
Dan bila tubuhku menabrak kendaraan besar itu bisa dipastikan nyawaku melayang.
...
Naruto berlari kesetanan sambil meneriaki keras nama Hinata. Gadis buta itu berjalan ketakutan di antara lalu lalang kendaraan.
Beberapa kendaraan yang hampir menabraknya bahkan sengaja berhenti mendadak, dan tiba-tiba beralih agar tak menabraknya.
Dalam sekejap Hinata sudah membuat berantakan lalu lintas di jalan raya Umeda.
Beberapa polisi lalu lintas juga kini berlarian mencoba menghampiri Hinata yang terjebak di antara kekacauan lalu lintas yang disebabkan olehnya.
Naruto mempercepat larinya saat melihat bus besar dengan kecepatan yang tinggi mendekat ke arah Hinata.
Suara klason besar dan panjang di dengungkan oleh bus besar itu. Kecepatannya yang sangat kencang membuat pengemudi bus itu tidak dapat menghentikan busnya dengan cepat.
Tubuh Naruto seolah bergerak tanpa dikendalikan. Dia berlari mencoba menggantikan posisi Hinata.
Gadis itu hanya berjalan berputar-putar dengan ketakutan. Yang ada di pikiran Naruto sekarang adalah bagaimana bisa menyelamatkan nyawa gadis itu.
Grebbb.
Tubuh mungil gadis itu masuk dalam dekapan tubuh besar Naruto.
Hinata dapat mengenali dengan jelas tubuh siapa yang mendekapnya kini. Aroma tubuh Naruto sudah terekam jelas di indra penciumannya.
Bus semakin dekat dengan cepat Naruto mendorong Hinata ke tepian...
Brukkkk. Ckittttt.
"NARUTO-KUNNNNNNN" Refleks Hihata berjerit memanggil Naruto dengan suffix yang sangat akrab.
Air matanya meleleh. Dia tidak tahu bagaimana keadaan calon suami palsunya itu. Dia bangkit dari posisi terduduknya, meraba-raba udara, mencari seseorang yang bersedia mengantarkannya pada Naruto...
"Kumohon siapapun antarkan aku padanya... " Hinata memohon dengan air mata yang berlinangan.
Seorang ibu paruh baya yang iba mendengar isakan Hinata menuntunnya pada Naruto.
Tanpa dijelaskanpun mereka yang melihat kejadian tadi sudah tahu siapa yang dikhawatirkan oleh gadis buta ini.
...
Tubuh tegap Naruto terkapar di jalanan. Beberapa orang mengerubuninya.
Naruto beruntung dia sempat menghindar dari bus itu. Tapi gerakannya yang sedikit meleset membuat tangan kanannya harus menghantam bagian depan bus yang melaju kencang itu.
"Nghhhh...." Naruto mengerang, kesakitan, pelipisnya robek akibat benturan kepalanya dengan aspal.
Tangan kanannya nyeri bukan kepalang, bahkan tidak bisa digerakan.
Dengan bantuan beberapa orang Naruto bisa duduk.
"Naruto-kun....!!!" Suara penuh kecemasan itu menguar diantara kerumunan orang-orang yang mengerubuni Naruto.
Hinata muncul dengan di tuntun oleh ibu paruh baya yang menolongnya.
Safir Naruto menatap lega. Hinata baik-baik saja, hanya luka kecil di di dengkulnya.
Hinata meraba-raba udara mencari Naruto. Tangan kiri Naruto terulur. Menangkap salah satu tangan mungil Hinta.
Hinata buru-buru berjongkok menyamakan tingginya dengan Naruto yang kini terduduk lemas.
"Yokatta..." Hinata kenal betul tangan siapa yang menggenggamnya. Puluhan ucapan syukur keluar dari bibirnya saat mengetahui Naruto masih bisa menggenggam tangannya.
Tangan kiri Naruto yang tadinya menggenggam tangan Hinata kini menarik tubuh mungil itu kedalam dekapannya.
"Gomen.., aku tak menurutimu untuk tetap menunggu disana. Aku kira kau membuangku, aku mencarimu hingga ke jalanan." Isakan halus itu meluncur dari bibir mungil Hinata.
Naruto mengecup pucuk kepala Hinata. Ia tahu Hinata berjalan di tengah jalan raya seperti tadi bukan karena ingin bunuh diri lagi. Dari raut ketakutannya saat berada diantara kerumunan kendaraan tadi, Naruto tahu bahwa Hinata sedang mencari keberadaannya.
"Bodoh, aku tadi ke wc dulu, mana mungkin aku meninggalkanmu disini." Ucap Naruto lirih sambil tetap mengecup sisi kepala Hinata.
"Maaf, maaf.. " Hinata memperat pelukannya pada pria itu.
"Agggghhhhh" Naruto mengerang kesakitan karena Hinata tanpa sengaja memeluk lengan kananya.
"Apa yang sakit...??" Tanya Hinata lembut dengan raut wajah penuh ketakutan. Sontak dia melepaskan pelukannya pada Naruto.
"Tanganku sepertinya patah.." Jawab Naruto lirih. "Hei!!, kalian kenapa hanya menonton cepat bantu kami!!" Protes Naruto karena orang-orang yang mengerubuni mereka malah sibuk menonton adegan mesra yang di tampilkan dua insan ini.
...
Safir biru itu terbuka, cahaya terang dan ruangan berwarna putih langsung menyambut pandangannya.
Setelah sebentar menerka Naruto akhirnya ingat bahwa dia diantar kerumah sakit oleh beberapa orang asing. Dan tak lupa Hinata yang selalu berada disampingnya sambil menggenggam erat tangan kirinya.
Diliriknya sekilas tangan yang dibalut perban putih itu. Sesuai perkiraanya ternyata tangan kanannya patah.
Hinata, tiba-tiba benak Naruto memikirkan tentang gadis buta itu. Setelah tangannya di pasang gips Naruto sempat tertidur akibat pengaruh obat pengurang rasa sakit yang di suntik dilengannya.
Seiingatnya sampai dia terlelap Hinata masih berada disampingnya mengelus lembut surai pirangnya hingga ia terlelap. Safir biru Naruto menyusuri tiap ruangan vip yang dihuninya, Tapi dia tak kunjung menemukan gadis indigo itu.
Cklek.
Suara pintu yang terbuka itu membuat tubuh tegap Naruto yang kini terkulai lemas, sedikit bangkit.
Tubuh tan yang terbalut seragam pasien itu kembali di sandarkan oleh pemiliknya, saat menyadari orang yang membuka pintu tadi bukan orang yang dicarinya.
"Khe, aku tak menyangka kau hampir saja mengorbankan nyawamu untuk mangsa mu sendiri." Suara angkuh Neji kini memenuhi ruangan rawat Naruto.
Naruto tersenyum tipis mendengar komentar sinis Neji. "Jika dia mati kita takkan mendapat apapun, aku hanya sedikit lengah sehingga tanganku cedera. Semua sudah ku perhitungkan." Dusta Naruto.
Sebenarnya pria pirang itu sama sekali tidak memperhitungkan apapun saat mempertaruhkan nyawanya untuk Hinata. Tubuhnya seolah bergerak sendiri melindungi gadis itu.
"Untunglah, aku bingung jika harus mencari orang baru untuk menghabisi kalian berdua." Jawab Neji dingin.
"Kau istirahat saja sampai pulih tak perlu bersusah payah untuk merebut hatinya, dia sendirilah yang akan datang padamu." Sambung Neji sambil membalikan tubuhnya kearah pintu.
"Dimana dia?" Akhirnya Naruto bertanya terang-terangan pada Neji.
Neji tersenyum simpul tanpa membalik tubuhnya. "Kau tunggu saja dia berlari kepelukanmu." Neji melangkah keluar. Tapi dia menghentikan langkahnnya. "Ku harap kau tak terbawa arus yang kau ciptakan sendiri." Ujar Neji ambigu, lalu dia benar-benar keluar dari ruangan itu.
...
Tubuh mungil itu duduk di samping ranjang pasien. Tangan putihnya menggenggam erat tangan tan pemuda yang kini terkulai lemah di ranjang pasien.
Mutiara keunguannya tak henti-hentinya mengucurkan air mata pilu. Ada orang yang mau mengorbankan nyawa untuknya.
Hati selembut saljunya tentu sangat terharu dengan tindakan pemuda itu.
Sesekali di usapkan tangan besar di pipi gembulnya. Tangan tan itu kini terasa dingin. Ia berharap jika dia mengeluskan tangan itu dipipinya maka kehangatan itu akan kembali.
"Pulang!" Suara menyeramkan sang kakak sepupu membuat Hinata terhenti sejenak dari aktivitas penuh perhatiannya pada Naruto.
Tak menggubris ucapan Neji. Hinata kembali mengeluskan tangan Naruto di pipinya.
"Akhhhh..." Hinata mengerang tertahan ia tak mau membangunkan Naruto dengan teriakannya karena rambutnya di jambak kejam oleh kakak sepupunya.
Brukkkk
Tubuh mungil Hinata tersungkur di lantai. Neji menjambak rambut lembut itu dengan kejam Hingga Hinata terpaksa berdiri dan di dorongnya tubuh mungil itu hingga menghantam lantai.
Kembali Neji menjambak rambut Hinata. Kepala indigonya mendongak karena jambakan yang sangat kuat pada rambutnya.
"Bawa dia pulang!!" Perintah Neji saat sang kepala maid di mansion Hyuuga memasuki ruangan itu.
Dengan sangat pelan Ko membantu Hinata berdiri. Tubuhnya bergetar setelah di hempaskan oleh Neji.
"Hinata-sama ayo...," Ajak Ko.
Hinata menepis pelan tangan Ko, merayap mendatangi kakak sepupu kejamnya.
"Ku mohon izinkan aku disini menemaninya.." Hinata mengemis sambil memegangi kaki Neji.
"Awwww..." Tanpa belas kasihan Neji menendang tubuh mungil Hinata.
Gadis buta itu kembali tersungkur di lantai.
"Bawa dia pulang Ko. Dan jangan biarkan dia keluar dari rumah. Hanya membuat malu saja." Jawab Neji angkuh.
"Hinata-sama, ayo.." Ko sedikit memaksa Hinata untuk pulang. Dia tak tahan melihat nonanya ini yang terus di siksa oleh Neji.
...
Hampir seminggu Naruto berada di rumah sakit. Tangannya sudah mulai pulih. Walaupun belum sepenuhnya membaik.
Hari-hari pemuda berusia 25 tahun ini terasa sepi saat di rumah sakit. Tidak ada seorang pun yang mengunjunginya.
Rasa sepi yang dulu sering dirasakannya saat di Kamagasaki kini kembali menguar.
Jika saja bukan karena rencana Neji, Hinata pasti sudah ada disini menemaninya. Tingkah lucu gadis itu selalu membuat Naruto ingin menggodanya, dan semburat merah akan muncul di sepasang pipi gembulnya. Entah sejak kapan Naruto menyukai rona merah yang selalu menghiasi pipi Hinata saat dia digoda.
Kepala kuning itu menggeleng cepat. Menghilangkan semua fikiran salahnya terhadap Hinata. Tidak seharusnya ia terlalu memikirkan wanita itu. Tapi kenapa batinnya selalu merasa bahwa dia telah lama mengenal gadis buta itu.
Naruto tersenyum kecut menanggapi pikirannya sendiri.
...
"Hinata ayo makan makanannya kau mau membuatku di marahi oleh Sasuke-kun saat dia pulang." Habis sudah akal Sakura untuk membujuk gadis indigo ini untuk makan.
Sejak kembali dari rumah sakit. Hinata enggan menyentuh makanan sama sekali. Sakura harus ekstra sabar membujuk gadis ini untuk mau menelan makanan.
Hinata hanya menangis dan menangis. Rasa rindu dan khawatirnya pada Naruto membuat gadis indigo ini hanya murung di dalam kamar.
"Memangnya apa bagusnya pria kuning itu? Kenapa kau terus menangisinya?" Oceh Sakura sambil meletakan piring berisi nasi dan karage yang hanya satu sendok dimakan oleh Hinata.
"Aku ingin bertemu dengannya, Sakura..." Rintih Hinata dengan berlinang air mata.
"Kau ini..., " Sakura menghela nafas kasar. Sebenarnya dia juga tidak tega melihat Hinata menderita begini.
Tapi mau bagaimana lagi. Neji sudah memerintahkan banyak orang untuk berjaga agar Hinata tak keluar dari rumah.
Menyelinapkan Hinata?. Jika Hinata tidak buta Sakura tentu dengan mudah untuk mengajak Hinata kabur dan mendatangi rumah sakit.
Sekarang harapan dua gadis ini hanya pada Sasuke yang kepulangannya dari Tokyo terlambat beberapa hari.
"Bersabarlah.., tak lama lagi Sasuke-kun datang.." Hibur Sakura sambil mengelus rambut Hinata.
...
Pria berjas biru gelap itu masuk kedalam mansion Hyuuga dengan berjalan angkuh. Semua maid yang melintas di hadapannya membungkuk memberi hormat padanya.
Uchiha Sasuke langsung menuju mansion Hyuuga saat dia menginjakkan kaki di Osaka.
Jangan dikira Sasuke tidak tahu semua yang terjadi pada Hinata selama dia berada di Tokyo.
Sakura, kekasih merah mudanya itu tak pernah lupa memberi informasi tentang semua yang ada di mansion ini.
...
TokTokTok
Pintu kamar Hinata di gedor dengan brutalnya. Hingga Sakura yang baru saja keluar dari kamar mandi, harus berlari terbirit-birit
"SABAR BAKA!!!" Umpat Sakura setengah berteriak sambil berlarian di kamar luas itu.
Hinata, sang pemilik kamar itu hanya terbaring miring. Kepalanya di tumpu dengan lengannya sendiri dengar air mata yang menggenangi mutiara lavendernya.
Niatan Sakura untuk melabrak sang pengedor pintu pun musnah seketika saat pintu bercat putih itu terbuka.
Uchiha Sasuke bertengger di depan pintu dengan sangat keren. Satu tangannya ia masukan kedalam celana bahannya.
Amarah si merah muda yang siap meledak seketika berganti dengan sumringah saat emeraldnya menangkap sosok Uchiha dihadapannya.
Chup~
Tanpa basa-basi Sakura mengecup pipi putih kekasihnya itu.
Sasuke tersenyum tipis melihat kelakuan kekasihnya itu. Tangannya terulur mengusak rambut merah muda Sakura.
Sakura menghela nafas berat. Dia menggeser tubuhnya dari hadapan Sasuke agar pria Uchiha itu dapat dengan mudah melihat kondisi Hinata.
Tanpa menunggu waktu lama Sasuke segera menerobos masuk kedalam kamar. Langsung menghampiri Hinata yang berbaring sambil menangis.
"Kau merindukannya?" Tanya Sasuke datar.
Tak ada respon dan jawaban dari bibir mungil Hinata. Gadis buta itu malah menutup wajahnya dengan bantal.
"Ck..., Kau ini benar-benar menyebalkan ya." Sasuke tidak sabaran dengan respon Hinata.
Sakura sang kekasih buru-buru mendekat dan mengelus pundak Sasuke. Memberi Sasuke isyarat bahwa dia harus sabar dalam menghadapi sikap Hinata yang sekarang sedang sensitif.
"Begini saja, jika kau memang merindukannya, mencintainya. Sekarang juga akan ku antarkan kau bertemu dengannya. Persetan dengan para orang suruhan Neji yang berdiri di luar sana." Pilihan yang dilontarkan Sasuke membuat Hinata menampakan wajahnya yang basah karena air mata dari balik bantal birunya.
Sakura tersenyum tipis melihat respon Hinata. Sementara Sasuke tersenyum penuh kemenangan karena bujukannya berhasil.
"Sakura, kau persiapkan dia dan dirimu. Kita akan berangkat kerumah sakit. Aku menunggu di bawah. Setengah jam dari sekarang." Perintah Sasuke sambil melangkahkan telapak kakinya yang berlapis pantofel mahal.
Hinata akhirnya mau duduk setelah setengah hari berbaring dan menangis.
"Akhirnya tuan putri ini akan bertemu dengan pangerannya." Goda Sakura sambil mencubit pipi gembul Hinata.
Hinata sedikit mengerucutkan bibirnya karena perlakuan Sakura.
...
Tiga pasang mutiara lavender itu dari balik jendela menatap kepergian Sasuke, Sakura dan Hinata dengan limosim hitam milik Sasuke
Tak ada satupun orang suruhan Neji yang menghalangi tiga orang itu meninggalkan mansion Hyuga.
Neji bahkan dengan sengaja menarik semua orang-orangnya agar membiarkan Pengacara Uchiha itu dengan mudah membawa sang gadis buta bersama perawatnya.
"Kenapa kau membiarkanya pergi dengan mudah..?" Tanya Hanabi sambil tetap menatap kepergian limosin hitam itu.
Hizashi yang berdiri di belakang Hanabi hanya tersenyum miring menanggapi pertanyaan Hanabi.
Ia sudah tahu apa yang direncanakan oleh putra sulungnya ini.
Merasa tak mendapatkan jawaban Hanabi menoleh menatap wajah ayahnya dengan senyuman penuh kemenangan.
Ia juga menoleh ke arah kakak laki-lakinya yang berdiri di sampingnya. Tak jauh berbeda dengan sang ayah, kakaknya pun menampilkan senyuman yang sama.
Hanabi hanya bisa menggikan bahunya karena jawaban aneh ayah dan kakaknya.
...
Hinata berdiri di depan pintu kamar perawatan Naruto. Hampir dua menit dia bersama Sasuke dan Sakura berdiri di depan pintu bercat biru itu tanpa melakukan apapun.
Sepasang kekasih yang berdiri di belakang Hinata ini menanti dengan kesal Hinata yang sedari tadi hanya meremas kedua tangannya.
"Aku saja yang membuka pintunya." Sasuke yang sudah tidak sabar lagi langsung menggantikan posisi Hinata yang berdiri di depan dan langsung dengan cepat membuka pintu kamar itu.
...
Duduk berselonjor di sofa empuk milik rumah sakit sambil menonton televisi. Itulah yang sedang dilakukan oleh Naruto saat ini.
Hingga pintu kamarnya dibuka kasar. Ditambah lagi melihat Uchiha Sasuke yang tanpa salam dan permisi menerobos kamarnya.
Sontak tubuh tannya langsung berdiri melihat Sasuke yang menerobos tanpa permisi.
Niatnya untuk menantang Sasuke sirna seketika ketika dari balik punggung Sasuke, muncul sesosok gadis yang dia nantikan kehadirannya.
Hinata berjalan tertatih dengan di tuntun Sakura menuju ke arahnya. Satu tangan Hinata meraba-raba udara mencari keberadaan lelaki pirang ini.
Tanpa buang waktu tangan kiri Naruto menarik tangan Hinata yang meraba-raba udara. Hinata sempat kebingungan merasa ada tangan lain yang menangkap tangannya. Tapi setelah merasakan kehangatan yang selama ini ia harapkan. Hinata tersenyum dan perlahan melepaskan tangan Sakura yang menggenggam tangannya.
Melihat Naruto dan Hinata yang butuh waktu berdua Sasuke menepuk pelan bahunya kekasihnya. Onixnya menatap emerald Sakura seolah berkata 'kita keluar'.
Sakura yang sudah hafal betul isyarat mata Sasuke, mengangguk sebagai jawaban persetujuan.
"Kami akan ke cafetaria. Jika sudah terlalu lama kami akan kembali." Ucap Sasuke dingin. Dia mengamit tangan Sakura dan menuju pintu.
Tapi sebelum dia sempat keluar tubuh tegap Sasuke berbalik. Menatap safir biru Naruto dengan onixnya. "Jangan berani-berani 'menyentuhnya'." Ancam Sasuke tajam.
...
Tangan tan itu menuntun tangan mungil dalam genggamannya.
Mengantarkan Hinata, si gadis buta itu duduk di sofa berdua dengannya.
Dengan sangat hati-hati Naruto membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya.
Hinata membalas dekapan pria itu. Ia lingkarkan tangannya pada tubuh besar tegap tan milik Naruto. Kepala indigonya bersandar nyaman di atas dada bidang Naruto.
Safir biru Naruto bisa melihat kerinduan yang mendalam dari wajah seputih salju itu. Dirinya benar-benar telah membuat gadis buta ini jatuh cinta padanya. Neji sengaja membuat Hinata tersiksa dengan perasaan rindunya.
Ia memisahkan Hinata dengan Naruto saat pria itu dalam kondisi lemah. Membuat Hinata merasakan rindu yang luar biasa. Hingga Sasuke kembali dan melihat sendiri betapa menderitanya Hinata tanpa Naruto.
Dengan begitu Sasuke selaku wali sah Hinata dimata hukum akan langsung menyetujui pernikahan mereka.
Sedikit rasa bersalah muncul di hati kecil Naruto pada gadis yang sedang mengeluskan pipi putihnya pada dada bidangnya.
Tak seperti rencana pembunuhannya pada Shion. Kali ini Naruto bahkan melibatkan hati dalam permainannya.
Gadis ini, gadis dalam dekapannya ini telah memberikan rasa hangat di hatinya. Walau terkadang Hinata bersikap dingin dan cuek pada Naruto. Selalu saja terselip perhatian hangat dalam sikap Hinata.
Ia selalu saja menanyakan apa Naruto sudah sarapan. Terkadang tak segan-segan Hinata yang mahir memasak di tengah kebutaannya itu, memasakan Naruto makan lezat dan mengantarkannya ke kamar di saat pagi hari.
Hinata yang selalu menyentuh pipinya sebelum mereka pergi keluar. Memastikan bahwa Naruto selalu hangat dengan meraba pipi tan pria itu.
Hinata yang memegang tangannya erat. Hinata yang bersandar di lengannya saat tertidur karena kelelahan selama perjalanan. Hinata yang sangat rapuh. Hinata yang membutuhkan dirinya.
Tak bisa kah dia memutar waktu untuk membatalkan perjanjian dengan Neji.
Tak bisakah dia membiarkan Hinata hidup. Walau mungkin tak di takdirkan bersama setidaknya ia sangat ingin melihat Hinata bahagia. Walaupun itu harus tanpa dirinya.
Tanpa di sadari air mata mengalir dari safir birunya. Di sela-sela elusan lembut pada rambut indigo tebal itu bahkan tak jarang Naruto mengecupi pucuk kepala yang bersandar manja pada dada bidangnya.
"Apa kau merindukanku?" Akhirnya setelah berbagi kehangatan dalam diam. Membuka mulutnya.
Hinata sudah tak mampu lagi membohongi dirinya sendiri. Ia benar-benar tersiksa saat di jauhkan dari Naruto. Tanpa ia sadari dirinya sudah benar-benar membutuhkan pria ini.
Ia mengangguk dalam diam.
Naruto tersenyum kecut. "Kau mencintaiku?" Tanya Naruto datar. Tetapi tangannya tetap mengelus helaian sekelam malam itu.
Kembali tanpa ragu Hinata menganggukan kepalanya yang bersandar pada dada bidang Naruto.
Naruto tersenyum kecut. Rencananya berhasil tapi ada rasa sesal ketika dia tahu Hinata mencintainya.
Tak bisa kah Hinata berkeras hati pada semua usahanya selama ini. Dengan begitu dia tak perlu menikah dengan Hinata. Dengan begitu dia tak perlu membunuh Hinata.
'Dia berhak hidup. Dia berhak bahagia. Walau tanpaku.'
Naruto kembali mengecup lembut pucuk kepala Hinata. Bibirnya seolah terkunci untuk menyatakan cinta kembali pada Hinata.
Air mata dari safirnya mengalir tanpa di kendalikan. Ia tak mengerti perasaan apa ini.
Kenapa sangat sakit ketika dia sadar waktunya menghabisi Hinata semakin dekat.
Aku mengatakan ini karena aku merasa bersalah.
Aku mengatakan ini karena kau menangis.
Aku mengatakan ini karena aku kehabisan nafas.
Kata yang membodohi hatiku telah mendesak untuk keluar.
Aku mencoba menahanya di dalam dan merintanginya.
Aku menutupi mulutku dengan tanganku, tapi...
Kata 'aku mencintaimu' tetap sama dan rasanya tertulis di hatiku.
Aku mencintaimu Hinata....
...
つづく
Tsudzuku
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top