7. Membuatmu Percaya

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

...

Wajah bulat nan putih itu mendongak ketika di telinganya menguar suara hangat sang pria.

Hinata terdiam dan menunduk sambil meremas gaun tidur putihnya kala telinganya menangkap ucapan penawaran dari Naruto.

"Kau menguping pembicaraan kami?" Tudu Sakura sinis.

Naruto hanya terkekeh remeh menanggapi tuduhan Sakura.

"Kau masuk ke sini tanpa permisi." Tambah Sakura dengan emerald nya yang di sengaja dilototkan.

"Jadi bagaimana tawaranku tadi?" Naruto mengalihkan pertanyaan Sakura.

"Kau pikir aku percaya padamu?" Sakura menolak secara tak langsung.

"Hanya karena aku datang bersama Neji kau mengiraku bagian dari mereka. Aku sudah lama mencari keberadaan Hinata. Dan setelah mengetahui keaadaannya yang ku temui malah Neji, aku langsung memaksanya hari itu juga untuk mempertemukanku dengannya. Tapi setelah sampai disini tak ada satupun yang mempercayaiku." Naruto tersenyum kecut dengan wajah yang benar-benar kecewa.

"Aku di besarkan di panti asuhan, dan sampai orang tuaku meninggal aku belum pernah bertemu mereka, jangan khawatir aku sudah biasa dengan penolakan." Naruto mengusak lembut pucuk kepala Hinata. Ia berlalu dengan raut wajah yang benar-benar kecewa.

"Kau keterlaluan Sakura..." Protes Hinata saat Naruto sudah keluar dari kamarnya.

"Kau jangan terlalu mudah percaya dengan orang Hinata." Tegur Sakura sedikit kesal karena Hinata membela Naruto.

...

Hinata lagi-lagi duduk di depan pianonya. Jari jemari lentiknya menekan tuts-tuts piano dengan terampil.

"Tumben sekali kau tidak bersih keras mengajar hari ini." Tanya Sakura sambil menyiapkan obat yang harus dimakan Hinata setelah sarapan.

Hinata berhenti memainkan pianonya ketika mendengar pertanyaan Sakura. "Aku dipecat." Jawab Hinata santai, lalu kembali berkosentrasi dengan pianonya.

Sakura menghembuskan nafas panjang, berjalan mendekatbke Hinata. Tangannya kemudian mengelus punggung Hinata.

"Aku tahu kau sangat sayang pada murid-muridmu itu.., aku yakin suatu saat kau akan bisa melihat lagi dan bisa kembali mengajar.." Hibur Sakura dengan lembut.

Hinata tersenyun kecut, jemari lentiknya kembali menekan tuts pianonya.

"Wah obat untukmu nanti siang habis, aku akan meminta Ko-san untuk membelikannya di apotek, aku mencari, dia dulu ya, kau tetap disini saja."

Hinata mengangguk sambil tetap memainkan pianonya.

...

Naruto baru saja menyelesaikan sarapannya ketika berpapasan dengan Sakura di ruang tamu.

Wajah curiga benar-benar ketara di tunjukan Sakura pada Naruto. Sementara Naruto hanya berjalan santai melewati Sakura.

Pria pirang ini berencana menuju kamar Hinata mencoba merebut kepercayaan Hinata kembali setelah kemarin berhasil membuat Hinata mau di bopongnya.

...

"Ahhhh..., ahhh, jangan berhenti Neji-kun..."

Baru saja kaki jenjang yang dibalut jeans biru gelap itu akan menaiki tangga berliku istana megah ini, telinganya terusik mendengar desahan-desahan halus yang menyerukan nama Neji. Hari ini Hizashi sedang pergi ke Kyoto mengurus pabrik gula warisan kakaknya.


Sementara Hanabi sedang sekolah. Hal ini tentu membuat Neji dengan leluasa mengajak kekasihnya bercinta di ruang tamu.

Batin Naruto sedikit tergelitik untuk mengintip Neji bercinta. Senyuman iblispun akhirnya mengiringi langkah pemuda ini menuju pintu yang membatasi ruang tamu.

Tapi rupanya Naruto sedikit kurang beruntung, karena saat dia mencoba mengintip dari celah pintu Neji dan kekasih keturunan Chinanya itu sudah menyelesaikan permainan panasnya.

Tapi Naruto mendapatkan sesuatu yang lebih menarik dari melihat Neji bercinta.

"Neji-kun, bolehkah aku sedikit bermain-main dengan sepupu butamu itu." Pinta Tenten manja sambil memakaikan kemeja biru di tubuh tegap Neji.

"Kau mainkan saja sibuta itu sesukamu." Neji merapikan kemejanya cepat. "Aku sudah terlambat untuk rapat." Neji mengecup kening Tenten singkat dan berlalu meninggalkan kekasihnya yang akan melakukan kebiasaannya. Menjarah barang-barang mewah Hinata.

Neji memang sudah di percaya pamannya untuk mengawasi perusahaan di Osaka. Tapi keserakahannya membuatnya tak puas dengan hanya menjadi pemimpin.

Ia ingin menjadi pemilik dari perusahaan yang di percayalan Hiashi padanya.

Naruto menunggu dengan sabar Tenten untuk memasuki lebih dulu kamar Hinata.

Sementara Sakura gadis merah muda itu masih sibuk mencari Ko.

Dengan senyuman licik Naruto menyusul Tenten yang sudah lebih dulu memasuki kamar Hinata.

'Kita lihat pinky sebentar lagi kau akan menyerahkan nona butamu dengan senang hati padaku.'

...

"Ohayo, Hinata-chan..."

Hinata menghentikan permainan pianonya. Ia tersentak mendengar suara lembut di buat-buat milik kekasih kakak sepupunya itu.

Hinata bangkit dari duduknya mencoba meraih tongkatnya tapi gagal.

Brukkk

Tenten terlebih dahulu mendorongnya hingga terjatuh di lantai.

Hinata mencoba merayap kebelakang ketika Tenten berjalan mendekatinya.

Tapi Tenten yang penglihatannya normal tentu lebih cepat. Iya mencengkam pipi gembul Hinata dengan kejam.

"Apa kabar adik ipar?, hei kemana suster merah muda mu itu..., ah nampaknya aku akan dengan puas mengambil perhiasanmu hari ini." Tenten melepas wajah Hinata dengan kasar. Lalu berjalan ke arah meja rias Hinata.

Sebuah cincin dengan mutiara keunguan menarik pandangan mata coklat Tenten.

"Cantik sekali cincin ini aku belum punya yang seperti ini." Tenten langsung tersenyum puas saat memakai cincin itu di tangannya.

"Jangan..." Hinata buru-buru bangkit dan menghampiri Tenten sambil meraba-raba udara tanpa tongkatnya.

Brukk

Hinata kembali terjungkal saat dengan mudah Tenten mendorongnya.

"Kumohon jangan..., itu peninggalan Kaa-san ku satu-satunya." Hinata memohon dengan pilunya sambil memegang kaki Tenten

"Kau ini berisik sekali!!" Hampir saja kaki Tenten menendang dada Hinata. Jika Naruto tak segera menghalaunya.

"Hati-hati dengan kakimu nona." Naruto memegangi kaki Tenten yang hampir menendang Hinata.

Sesuai perkiraan Naruto. Sakura pun datang menyaksikan aksi heroik Naruto.

Naruto memang sengaja membiarkan Hinata dua kali di dorong Tenten. Ia menanti saat yang tepat sambil bersenbunyi di balik pintu. Dan saat melihat Sakura yang sedang menaiki tangga barulah dia beraksi.

Emerald Sakura terkesima melihat Naruto yang menghalau kaki Tenten yang hampir menendang Hinata.

Dengan kasar Naruto melepaskan kaki Tenten. Hampir saja gadia keturunan China itu terjungkal jika tidak berpegangan dengan sisi meja rias.

Dengan sangat hati-hati Naruto membawa Hinata ke dalam gendongannya. Meletakan dengan sangat lembut tubuh mungil Hinata di ranjang queen sizenya.

Sakura juga tidak tinggal diam. Dengan cepat dia melepaskan cincin milik ibu Hinata yang tersenat di jari manis Tenten.

"Keluar kau, atau ku patahkan kakimu." Ancam Sakura.

Tenten menghentakan kakinya kesal. "Awas kalian!" Ujar Tenten tak mau kalah sambil menunjuk wajah Sakura dan Naruto.

"Semuanya sudah baik-baik saja." Naruto menenangkan Hinata yang sempat terkejut. Tangannya dengan lembut membelai pipi Hinata. "Kalau begitu aku pergi dulu sebelum perawatmu mengamuk." Naruto menyindir Sakura sebelum keluar dari kamar Hinata.

"Ceritakan padaku apa yang dilakukan si pirang itu padamu." Cecar Sakura sedikit merajuk sambil menghampiri Hinata.

...

"Kau harus meneleponku jika ada yang tidak beres. Aku tak akan lama aku yakin Kaa-san akan cepat sembuh dan aku akan kembali menjagamu disini." Sakura memeluk erat sahabat indigonya ini.

Dia memutuskan untuk pulang ke kota asalnya di Nagoya setelah mendapat telepon kedua dari ayahnya yang menyatakan ibunya mengigau namanya.

"Sampaikan salamku pada Kizashi Ji-san, dan semoga cepat sembuh untuk Mebuki ba-san." Hinata melepaskan pautan pelukannya pada Sakura.

Kini pandangan Sakura beralih pada pemuda pirang yang berdiri di samping Hinata.

"Kau jaga Hinata baik-baik. Jika terjadi sesuatu padanya kau bukan hanya berusan dengan ku saja. Tapi juga dengan Sasuke-kun!" Ancam Sakura sambil menunjuk hidung mancung Naruto.

Naruto mendengus menanggapi Sakura. Ya, setelah mendengar dari Hinata apa yang dilakukan Naruto saat mereka di stasiun, terlebih lagi saat melihat aksi heroik Naruto menolong Hinata dari Tenten. Membuat Sakura sedikit percaya untuk menitipkan Hinata pada pemuda pirang itu.

Tapi Sakura tidak melepas sepenuhnya Hinata sepenuhnya. Dia sudah berpesan pada Ko untuk mengawasi gerak-gerik Hinata. Karena kepala maid itu diam-diam juga sangat menentang kelaukan Hizashi dan anak-anaknya.

Namun karena takut dipecat dari mata pencarian untuk menghidupi anak dan istrinya di desa membuat Ko hanya tutup mulut dan menurut.

...

"Konbawa..." Naruto masuk dengan leluasa ke kamar Hinata sambil membawa nampan yang berisi makan malam Hinata.

Hinata tak menjawab. Dia masih sibuk dengan buku huruf braille yang sedang di pelajarinya lewat ujung-ujung jarinya.


"Umm, mau kusuapi...?" Tanya Naruto kikuk sambil mengusap tengkuknya, setelah meletakan nampan itu di atas meja nakas.

"Tinggalkan saja disana Namikaze-san, aku bisa makan sendiri." Jawab Hinata dingin.

"Bukankah biasanya kau disuapi oleh perawatmu.."

"Aku bisa sendiri Namikaze-san, dia saja terlalu memanjakanku, bisa kau keluar sekarang."

Naruto tersenyum kecut mendengar penolakan Hinata.

"Baiklah, tapi jika kau butuh sesuatu kau bisa menelponku. Sakura sudah menyimpan nomorku dipanggilan cepat ponselmu."

Lagi-lagi Hinata tak merespon. Dan itu membuat Naruto harus segera keluar dari kamar itu.

"Baiklah aku keluar."

...

"Aku benar-benar salut dengan cara kerjamu." Suara Neji menyambut Naruto yang baru saja memasuki kamarnya.

"Khe.., walau sedikit membuat kekasihmu kesal." Jawab Naruto sambil berjalan ke arah Neji yang duduk di sofa kecil disamping jendela.

"Ku akui dia marah padaku, dan merajuk tak mau kerumah ini sampai aku membelikannya mobil baru. Tapi tak apa yang terpenting kau sudah bisa lebih dekat dengan si buta itu. Dan membuat kekasih Uchiha busuk itu sedikit mempercayaimu. Itu akan menjadi pertimbangan Uchiha busuk itu untuk menikahkan si buta itu denganmu."

Naruto tersenyum bak iblis sambil menerima segelas wine dari tangan Neji.

つづく
Tsudzuku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top