1. Mama

Satu : Mama

Shafira’s POV

AKU berdecih. “Iya! Lo memang pintar! Makanya nilai ulangan lo bagus-bagus!”

“Terima kasih.” Cowok itu membungkukkan badannya. “Baru kali ini lo memuji gue.”

Aku memutar bola mata. Kertas ulangan yang ada dalam genggaman kuletakkan di atas meja dengan keras. Aku mengumpat pelan, melihat nilai ulangan yang cukup anjlok. “Astaga, gue pasti kena marah lagi.” Aku bergumam.

Tanpa kuduga, cowok tadi ternyata mendengar gumamanku. “Lo tadi bilang apa?”

Aku mendongak, melihat cowok itu. “Apa?”

Cowok itu mengerutkan kening. “Lo tadi sempat bilang kalau lo pasti kena marah, kan?”

“Lo salah dengar kayaknya.” Aku memasukkan kertas itu ke kolong meja. Lalu melangkah keluar kelas, menuju ke kantin. Terdengar Salsha yang berteriak memanggilku.

“Loh, Shaf! Gue juga ikut. Sebentar, ya!”

Salsha terburu-buru memasukkan buku pelajarannya ke dalam tas. Ia berlari kecil mengejarku. “Ih, kalau jalan jangan terlalu cepet, dong.”

“Dasar pendek.”

Salsha membulatkan mata. “Hei, tinggi lo dan gue cuma selisih tiga centimeter, ya!”

***

POV 3

BRAK!

“Ada apa, Shaf?”

Shafira melirik Salsha yang barusan bertanya kepadanya. “Enggak kenapa-kenapa.” Ia menjawab ketus. “Gue lagi kesel sama si cowok kurus itu!”

Si cowok kurus. Salsha bergumam pelan, pikirannya tertuju pada seorang cowok yang selalu mengganggu Shafira di kelas mereka. “Namanya bukan cowok kurus, Shaf. Dia nggak terlalu kurus, kan? Lagipula, kenapa lo memanggilnya cowok kurus?”

Shafira terlihat acuh dengan pertanyaan Salsha. “Belikan gue minuman, Sal.”

Salsha menerima uang dari Shafira dengan setengah hati. “Karena lo lebih tinggi daripada gue, bukan berarti lo bisa memerintah gue seenaknya. Asal lo tahu, gue lebih tua dari lo. Seharusnya, lo yang membelikan sesuatu untuk gue. Bukan sebaliknya.”

Shafira berdecak. “Asal lo tahu, ceramah lo itu membuat perut gue keroncongan dan waktu istirahat kurang lima menit lagi. Sudahlah, pergi sana beli makanan!” protesnya.

“Sia—ups,” Salsha memotong perkataannya sendiri. “Hampir saja gue berkata kasar.”

***

“Kok lama banget, sih?”

“Eh, jangan protes terus, dong! Lo nggak lihat kalau gue harus antre?”

“Iya, deh, iya.” Shafira memutuskan untuk berhenti berbicara dan langsung melahap makanannya. Perutnya meronta-ronta minta diisi.

“Berdoa dulu, Shaf.” Salsha cepat-cepat mengingatkan.

Shafira cemberut, lalu mulai mengangkat tangannya dan berdoa, “Bismillahirrahmanirrahiim... Aamiin!

Salsha menepuk keningnya. “Ya Allah, bagaimana gue bisa berteman dengan dia?”

“Lah, lo memang berteman dengan gue sejak kelas tujuh.” Shafira menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya. “Hm, ngomong-ngomong, terima kasih karena sudah membelikan nasi buat gue. Padahal gue cuma pesan minuman doang.”

Salsha tersenyum. Lebih tepatnya, dia menyombongkan diri. “Karena gue tahu jika lo lapar. Nah, teman lo ini baik, kan?”

“Iya, sih. Lo baik tapi lo nggak punya pacar.”

Kini gantian Salsha yang cemberut. “Enggak ada manfaat dari pacaran. Jadi, lebih baik gue nggak pacaran daripada buang-buang waktu.”

Shafira mengibaskan tangan kirinya. “Terserah lo, deh.” Dia melanjutkan suapannya. “Enggak seperti gue yang selalu setia sama satu orang. Sayangnya orang itu nggak lagi di samping gue.”

“Siapa yang menyuruh lo bercerita sambil makan?” Salsha menatap Shafira kesal, “kunyah, telan, baru ngomong.”

Baru selesai berbicara, terdengar Shafira yang tersedak.

“Tuh, kan. Lo jadi batuk.” Tangan Salsha mengulurkan minuman untuk Shafira. “Tapi, siapa orang yang lo maksud itu?”

“Lo nggak tahu?” tanya Shafira. “Dia adalah Ji Chang Wook oppa! Aktor ganteng yang paling gue cintai!”

Untuk kesekian kali, Salsha hampir saja berkata kasar. “Sudah gue duga. Seharusnya gue nggak perlu tanya.”

Sementara itu, Shafira hanya cengengesan.

***

Salsha mengerutkan kening ketika melihat nilai Shafira. Enam puluh tujuh. “Gila! Ini nilai lo?!”

“Bukan, tapi nilai lo.”

“Sumpah, Shaf, demi apa?! Ini benar-benar anjlok!” Salsha tak bisa menahan untuk tidak berteriak. “Ini nilai lo paling jelek yang pernah gue lihat. Enggak pernah ada seorang siswi yang nilainya dibawah KKM di kelas ini, Shaf!”

“Iya, gue tahu.”

Subhanallah, Shafira! Apa jadinya kalau semua orang tahu nilai lo? Kelas ini bisa dapat nilai minus di mata guru dan kepala sekolah,”

“Lalu?”

“Lo sadar nggak, selama ini lo malas belajar. Ini akibatnya. Nilai lo jelek.” Salsha menunjuk nilai yang tertulis di kertas temannya itu. “Kalau Mama lo tahu, gimana jadinya?”

Hening.

Salsha sadar jika dia salah bicara.

“Mama? Lagu debut EXO dulu, ya?” Shafira melirik Salsha sinis. “Itu salah satu lagu yang gue suka.”

“E-enggak... Maksud gue, bukan itu.” Salsha cepat-cepat meralat ucapannya. “Maksud gue—ah, itu... Gue...”

“Kalau bicara, yang jelas!” Shafira menaikkan nada suaranya. Sehingga suaranya bergema di kelas. Saat ini, kelas mereka kosong karena sudah waktunya bel pulang. Sebenarnya, bukan karena Salsha yang bicara tidak jelas, tetapi Shafira tiba-tiba sinis karena Salsha yang menyebut kata ‘Mama’.

Srek!

Salsha terlambat menahan gerakan tangan Shafira yang merobek kertas tersebut dengan cepat. Potongan kertas yang tak beraturan menghiasi meja milik Shafira.

Don’t you know I’m a bad girl?

Salsha terdiam melihat Shafira yang berjalan meninggalkannya.

“Gue salah bicara. Aduh, gimana ini. Shafira pasti marah besar sama gue.” Salsha cemas sendiri. “Tapi, bukankah Shafira keterlaluan karena benci sama ibunya sendiri?”

-FANGIRL X GAMERS-

Apa kabar?

Maaf, jika aku update lama banget. Memang, seperti yang tertulis di deskripsi cerita, cerita ini slow update.

Oh iya. Karena aku masih pemula, ayo kenalan di sini!

Mari saling menghargai^^

Love❤

rrrsyarifah

131018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top