5. Ini sih Ultimatum Namanya

***


Ke mana lagi ya gue cari orang Indonesia? Hana bertanya dalam hati.

Bolak-balik dari Stasiun Sapporo sampai Stasiun Odori sudah. Berkeliling di Sapporo Snow Festival tidak perlu ditanya lagi, hal itu sudah menjadi rencananya sejak semalam. Bertanya ke petugas di Tsudome Snow Arena, Stasiun Sapporo dan Stasiun Odori tentang dompetnya yang hilang juga sudah, tapi sampai saat ini belum ada yang menemukan dompet itu dan menitipkannya di sana. Dompet itu pasti tertimbun salju sehingga tidak ditemukan oleh orang lain karena barang yang hilang di Jepang mudah ditemukan.

Hana mengistirahatkan tubuhnya di meja bulat di sebelah kedai ramen, sesekali tangannya menyentuh bagian kakinya yang terasa pegal karena terlalu lama berjalan, bolak-balik Odori Park sepanjang delapan blok. Hana memilih menghabiskan sisa uangnya dengan membeli ramen di bazar makanan. Sebuah festival tidak lengkap rasanya tanpa menjajakan aneka makanan yang menjadi ciri khas suatu negara atau daerah dan tidak sah saja jika tidak jajan di festival itu.

Hana menyelipkan rambutnya di balik telinga supaya tidak tercelup ke dalam kuah ramen. "Gue harus makan dengan cepat."

Udara hari ini lebih dingin. Hana tidak ingin ramen hangat yang dia beli menjadi dingin sebelum dihabiskan apalagi miso ramen ini disajikan di dalam mangkuk sterofoam yang tidak dapat menahan panas lebih lama. Hana melepas sarung tangan dari tangan kanannya karena tidak ingin sarung tangan itu beraroma ramen, tapi tangannya terasa membeku padahal baru beberapa detik tanpa perlindungan. Terpaksa Hana memakai lagi sarung tangannya, lebih baik sarung tangannya beraroma ramen dan sedikit kesulitan ketika menyumpit mie daripada tangannya kebas karena dingin.

Hana menoleh ke sampingnya, meja di sebelahnya ditempati oleh pasangan bule bersama dengan anak-anaknya. Meja lainnya ditempati oleh pasangan, hanya Hana yang menikmati miso ramen sendiri. Mau sok kenal sok dekat dengan turis lain juga Hana sedang malas. Biasanya Hana selalu percaya diri ketika pergi makan atau nonton sendiri setelah putus dari pacarnya, tapi kali ini Hana merasa dirinya paling menderita, kesepian dan bokek.

Seandainya dompetnya tidak hilang dan seandainya juga Matt membantunya. Hana tidak akan merasakan semua kesengsaraan dunia ini.

Hana menempelkan bibirnya ke mangkuk sterofoam untuk menikmati kuah ramen sebelum menyumpit mie ke dalam mulutnya. Ini adalah kebiasaannya saat menikmati makanan berkuah, karena tidak si penjual tidak menyediakan sendok Hana harus menyeruput kuah panas itu sedikit demi sedikit. Di Indonesia hal ini dianggap tidak sopan, tapi tidak dengan Jepang jadi Hana tidak perlu merasa malu karena hal itu wajar dilakukan.

Kuahnya sedikit asin dan tidak terlalu berminyak sementara mienya kenyal seperti mie yang terlalu lama dimasak. Mienya sih sempurna banget, tapi sayang sekali kuahnya agak asin. Untung saja lidah Hana akrab dengan rasa gurih bisa mentoleransinya. Hana merasakan kehangatan kuah ramen di tenggorokannya sebelum sampai di perutnya.

Kenapa gue jadi inget Matt dan sup nori semalam?

Miso sup itu memang enak banget sampai Hana ingin membelinya lagi, tapi kejadian setelahnya yang membuat Hana ragu dan merasa terhina dengan syarat yang diminta oleh Matt.

"Lo beneran lagi perlu uang? Bukan penipu?"

"Gue bukan penipu." Hana mengeluarkan tas mika transparan dari balik jaketnya. "Ini semua tanda pengenal gue. Passport, KTP, kartu mahasiswa gue daan ini SIM gue." Anya memperlihatkan semua bukti kependudukan dirinya kepada Matt sambil berharap benteng dengan nama rasa tidak percaya pada orang asing itu segera runtuh. Jika tidak runtuh setidaknya ada celah untuk menyusup ke sana.

"Mas juga bisa Googling nama gue. Kalo mau tau gue punya catatan kriminal atau enggak?"

Zaman sekarang, kan, banyak portal berita dadakan yang suka memposting berita penting sampai tidak penting. Kalau Hana memang memiliki catatan kejahatan atau memiliki haters, pasti namanya terkenal di mana-mana. Ya ... minimal Tiktok dan Twitter jika tidak masuk ke layar kaca.

Hana memperhatikan Matt yang sedang meneliti dan membandingkan tanda pengenal Hana satu per satu, jika namanya berbeda satu huruf saja patut dicurigai. Tapi Matt tidak menemukan keanehan di sana sehingga mengembalikannya ke Hana. Semua kartu kependudukan Hana asli serupa dengan milik Matt. Matt juga mengikuti saran Hana untuk mencari namanya di mesin pencari Google dan hasilnya sama saja. Nama Hana bersih dari tindakan kriminal, yang muncul di laman Google itu cuma Instagram Hana dan namanya terdaftar di salah satu kampus di Jakarta.

Oke, Hana bukan penipu. Jika betul penipu berarti Hana adalah penipu yang beruntung karena belum ada yang membongkar kejahatannya. Matt mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel digenggamannya ke wajah Hana karena ingin menyelisik kebohongan di sana. Hana yang tidak siap menerima tatapan tajam Matt terperangah lalu menundukkan kepalanya.

Hana menghela napas lelah. Apa dia masih tidak percaya kalau Hana bukan penipu? Apa ada cara lain supaya Matt percaya padanya? Tapi caranya apa? Di kepala Hana cuma terlintas dua cara itu saja.

Ini cara terakhir, kalau tidak berhasil artinya Matt adalah cowok dingin, kaku dan hatinya beku. Hana mengangkat kepalanya untuk membalas tatapan Matt sambil memegang topinya di depan dada. Saat ini Hana mirip sekali dengan Puss in Boots, menatap Matt dengan mata besarnya yang sarat akan permohonan kemudian berkata, "You've got to trust me."

Matt memutuskan pandangan mereka lebih dulu dengan membuang muka ke arah lain karena tidak tahan melihat wajah Hana yang memelas, sementara Hana mengerucutkan bibirnya karena cara terakhirnya gagal. Bener-bener deh si Matt ini, susah banget dapat simpatinya. Pasti deh orang seperti Matt tidak punya teman akrab karena selalu diliputi rasa curiga.

"Selama di Jepang mau ke mana aja?"

"Eh!" Hana tersentak dengan pertanyaan Matt. Hana kira sesi penilaian sudah selesai ternyata belum. Jadi yang tadi tuh seperti tahap seleksi administrasi dan sekarang adalah wawancara bersama HRD. Hana ingin tertawa karena merasa dirinya sedang menghadapi tahapan seleksi untuk mendapatkan pekerjaan.

Hana tidak punya pilihan jadi ya ikuti saja alur yang dibuat Matt. Hana juga tidak keberatan dan akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan mantap dan menykinkan supaya mendapatkan pinjaman uang.

Hana mengeluarkan jurnalnya dari saku jaket. Hari ini, Hana membawa jurnal tersebut karena ingin membeli semua camilan must to eat selama di Jepang yang telah ditulisnya sejak jauh hari dan tentu saja bermain gacha. Sejak tiba Hana belum bermain gacha satu kali pun dan sekarang dompetnya hilang, untuk makan saja susah apalagi main gacha.

"Semuanya dicatat di sini," ucap Hana saat menyerahkan jurnal itu ke Matt. Hana memperhatikan Matt dalam diam dari samping, tidak berani mengganggu Matt sama sekali. Hana paling segan mengusik orang yang sedang fokus karena biasanya mereka akan marah dan mengadiahkan tatapan mata mengusir jika merasa diganggu.

Serius banget padahal cuma liat jurnal. Udah kayak baca buku pelajaran kalo besok mau ujian, batin Hana.

Isi jurnal itu tuh lengkap banget. Di dalamnya ada informasi rute perjalanan, jenis transportasi, berapa lama di sana serta makanan dan minuman yang harus dicoba. Tentu saja semua itu lengkap dengan jumlah uang yang akan dihabiskan Hana selama dua minggu di Jepang.

Hana mengira semuanya berjalan lancar sampai Hana melihat Matt mencabut pulpen yang ada di sana lalu mencoret-coret jurnal Hana seperti guru yang sedang mencoret-coret lembar ujian siswa yang salah.

"Mas! Jangan dicoret-coret, dong!" protes Hana.

Ketika Hana mengeluarkan tangannya untuk merebut jurnal itu, Matt malah berdiri sehingga jurnal itu menjauh dari jangkauan Hana dan Matt juga sengaja menulikan telinganya. Di mata Hana dia semakin semangat merusak keindahan jurnalnya.

"Gue kasih uang gue dengan syarat lo ikutin semua kemauan gue."

"Tapi-"

"Nggak ada tapi. Kalo setuju lo hubungin gue di nomor ini." Matt meletakkan jurnal Hana di bangku kosong di sebelah Hana.

Dan semuanya selesai begitu saja. Matt tidak memberikan kesempatan kepada Hana untuk minta keringanan syarat. Ini sih seperti rentenir yang meminta bunga dua kali lipat dari jumlah pinjaman, tapi bunga yang dibebankan ke Hana seribu kali lebih mengerikan. Semua mimpinya direnggut begitu saja ketika semuanya sudah di depan mata.

Hana kehilangan kemampuan berbicara selama beberapa detik karena otaknya masih mencerna kalimat Matt yang terasa seperti ultimatum, dan ketika Hana tersadar cowok itu sudah menghilang.

***

Next episode lebih banyak Matt. Janji.
Jangan lupa vote & komennya Kakak.

12 - 1 - 2023

***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top