1. Tunggu, Mas!
***
"Sekarang gue harus gimana?"
Hana terduduk lemas bersandar pada kursi di kamarnya. Jantung Hana rasanya jatuh ke lantai ketika tidak menemukan dompetnya. Berulang kali Hana merogoh semua saku yang ada di pakaiannya, memeriksa setiap sudut kamar dan membongkar kopernya sambil berdoa semoga dompet itu tidak hilang, tapi keberadaan dompet itu belum diketahui.
Benda itu tidak mungkin tertinggal di kamar hotel karena Hana menghabiskan tiga ribu Yen di Tsudome dua jam yang lalu. Setelah puas bermain dan jajan di sana sampai pukul lima sore, Hana kembali ke hotel untuk beristirahat. Sesampainya di kamar, Hana tidak mengeluarkan dompet itu dari saku jaket karena akan keluar lagi untuk makan malam di Susukino.
Dalam perjalanan ke Susukino Hana ingin membeli kue mochi stroberi di pusat perbelanjaan Apia yang berada di bawah tanah kota Sapporo, Hana tersadar kalau dompetnya hilang. Saat itu Hana berusaha untuk tenang dan kembali ke hotel sambil berpikir kalau dompetnya tertinggal di sana. Hana berharap ingatannya salah dan dia mengeluarkan dompet lalu menaruhnya di kamar hotel.
Saat ini, uang yang tersisa hanya kembalian berupa uang logam dan dua lembar uang seribu yen. Sementara itu uang yang ada di kopernya cuma lima ribu yen. "Gimana caranya gue bertahan di Jepang dua minggu lagi sedangkan duit gue cuma tujuh ribu yen?"
Tujuh ribu yen hanya cukup untuk satu hari. Meskipun berhemat Hana hanya bisa bertahan sampai lusa. Menahan lapar di musim dingin sama saja dengan bunuh diri. Seandainya bisa meramal kejadian buruk ini, Hana pasti mengambil uang tunai yang banyak. Semuanya kalau perlu.
Hana tidak takut kalau uangnya hilang karena yang paling ditakutkan oleh gadis itu adalah semua kartu ajaibnya hilang juga. Seandainya kartu ATM dan kartu kredit ada Hana bisa melanjutkan liburannya. Banyak pusat perbelanjaan dan restoran yang menerima pembayaran dengan kartu kredit, selain itu Hana bisa menelepon keluarganya agar mengirimkan uang. Mereka pasti mengirimkan uang meskipun Hana akan diceramahi lebih dulu selama dua jam. Semua itu tidak masalah bagi Hana asalkan bisa melanjutkan liburannya dan lagi Hana dimarahi secara virtual jadi rasa takutnya tidak sama dengan dimarahi di depan wajah secara langsung.
Wajah Hana semakin pucat saat melihat salju yang turun dengan lebat melalui jendela kaca di kamar hotel. Stasiun Sapporo yang selalu terlihat dari jendela kamar hotelnya ketika cuaca cerah malam ini menghilang, tertutup oleh salju yang turun dengan lebat. Harapan Hana untuk menemukan dompetnya semakin tipis. Sekarang, benda itu dan segala isinya pasti tertimbun salju.
Hana yakin benda itu terjatuh saat bermain perosotan yang terbuat dari salju di Tsudome Snow World atau terjatuh ketika mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Ini semua memang salahnya sendiri. Hana yang biasa menggunakan tangan kanan selalu merasa direpotkan saat memasukkan dompet ke saku di sebelah kiri jaket sehingga sejak semalam dompet, ponsel dan uang kembalian yang tidak dimasukkan ke dompet berkumpul di saku sebelah kanan. Seandainya konsisten menaruh dompet itu di saku sebelah kiri, hal mengerikan seperti ini tidak akan terjadi.
Pukul tujuh malam waktu Jepang, dengan sisa semangat yang ada di tubuhnya, Hana kembali mengenakan jaket, syal, sarung tangan, dan topi wol. Dia tidak bisa diam saja dan membiarkan keadaan semakin buruk. Hana akan kembali menyusuri jalan dan tempat yang dia datangi siang tadi.
Kali ini Hana naik subway dari Stasiun Sapporo menuju ke stasiun Stasiun Odori. Dari stasiun Odori Hana akan naik bus ke Tusdome Snow World. Semoga saja bus itu beroperasi sampai malam karena Hana tidak tahu jalur kereta ke arena bermain salju itu dan kalau berharap lagi, semoga di sana ada petugas yang berjaga karena Tsudome Snow World tutup pukul lima sore.
Hana menatap dengan tidak percaya pemandangan di hadapan matanya saat keluar dari stasiun Odori. Salju yang turun lebih lebat dari yang dia bayangkan dan suhu udara menjadi lebih dingin. Banyak turis dan penduduk Sapporo yang berjalan di bawah hujan salju sambil membawa payung.
Hana berjalan beberapa langkah keluar dari Stasiun Odori. Kehangatan jalur bawah tanah kota Sapporo hilang seketika dan digantikan dengan udara dingin yang menusuk.
Hana berusaha membiasakan matanya dengan suasana di luar stasiun yang ramai, tapi matanya tidak bisa terbuka lebar karena salju yang hinggap di bulu matanya. Pantas saja banyak yang memakai payung untuk berlindung dari salju. Hana masuk kembali ke dalam stasiun lalu mengusap salju dari kelopak matanya. Hana juga melepas syal dari lehernya lalu mengibaskan salju yang menempel di sana. Syal yang Hana pakai melindungi lehernya sehingga tidak ada salju yang menorobos ke dalam kerah pakaiannya.
Rasa putus asa terpancar dari mata Hana saat menatap salju yang turun dengan lebat. Tidak ada hal yang bisa Hana lakukan di luar sana sekarang. Semua rencana yang tersusun di kepalanya hancur saat melihat salju yang tidak akan berhenti dalam waktu dekat.
Hana berbalik, menuruni tangga stasiun sambil meremas topi wolnya. Butiran salju dari topi wall dan jaketnya terjatuh di anak tangga yang Hana lalui. Rasa putus asa kino berubah menjadi ketakutan saat menyadari kemungkinan untuk menemukan dompetnya adalah nol persen. Dicari sekarang atau besok hasilnya sama saja, tidak akan ketemu karena besok pagi salju sudah mengeras.
"Apa lagi yang bisa gue lakukan?" gumam Hana. "Apa gue pinjam uang ke Andre?"
Andre pasti akan membantunya, tapi pertanyaanya tetap sama. Bagaimana cara mengeluarkan uang itu dari dalam mesin ATM?
Hana menarik rambutnya dengan putus asa. Siapa yang mau meminjamkan ATM pada orang asing? Cari orang Indonesia di Hokkaido di mana? Meskipun menemukan orang Indonesia, kemungkinan mereka membantunya hanya tiga puluh persen. Mereka juga pasti berhati-hati, tidak mudah percaya dengan orang asing meskipun berasal dari negara yang sama.
Mereka bisa saja berpikir kalau Hana adalah penipu yang ingin liburan gratis. Dompet hilang adalah alasan untuk mengiba belas kasihan dan sumbangan uang. Meskipun kemungkinannya hanya sepuluh persen Hana akan melakukannya. Tidak masalah jika Hana harus bersujud di depan orang itu agar dipinjamkan kartu ATM.
Hana berjalan pelan sambil melihat wajah orang-orang yang dia lewati dengan hati-hati. Hana tidak ingin masalahnya bertambah dengan tuduhan penguntit yang diarahkan kepadanya.
Susah banget cari orang Indonesia di Sapporo, batin Hana. Sejak setengah jam yang lalu yang Hana lihat adalah makhluk ciptaan Tuhan dengan mata sipit. Hana tidak bisa membedakan apakah mereka penduduk lokal atau turis dari negara China, Korea, Singapura atau Malaysia. Dan sisanya adalah turis berkulit putih.
Hana belum beranjak dari tempatnya berdiri sejak setengah jam yang lalu di Stasiun Odori. Menurut gadis itu lebih baik mengawasi dari tempat ini karena lebih mudah melihat wajah orang-orang yang melewatinya. Hana sampai mengabaikan ponselnya yang bergetar sejak tadi karena takut melewatkan turis dari Indonesia yang melintas. Perasaan seorang ibu memang tidak dapat dibohongi, sejak tadi mamanya sibuk menelepon dan mengirim pesan karena memiliki firasat buruk untuk anak sulungnya.
Kaki Hana mulai pegal dan matanya berkunang-kunang karena belum makan malam. Meskipun begitu Hana tetap berusaha untuk melihat wajah orang yang lewat di depannya.
"Daripada pingsan, lebih baik gue liat sambil duduk."
Hana melangkah pelan ke bangku terdekat sambil membaca pesan terbaru dari papa karena pesan itu berada diurutan paling atas, tapi Hana mengurungkan niatnya saat seorang pria jangkung dengan jaket musim dingin yang familiar melewatinya. Hana ingat warna long coat pria yang dia tabrak kemarin, gerakan tubuhnya ketika berjalan juga masih sama. Hanya saja malam ini pria itu berjalan tergesa seperti takut tertinggal oleh subway.
"Mas! Mas, tunggu!" panggil Hana sambil berlari ke arah pria itu dengan kalut karena takut kehilangan dewa penyelamatnya, bahkan Hana menabrak beberapa orang yang dia lewati sehingga membuatnya harus meminta maaf dan membuang waktu beberapa detik.
"Mas yang pake long coat coklat kotak-kotak!" Hana berteriak lebih keras, tidak peduli dengan pandangan aneh orang-orang di sekitarnya. "TUNGGU!"
***
Happy new year 2023
Please banget tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Thank you 2022 untuk babak belurnya 🤣
Jangan lupa vote and komen yang banyak supaya tambah semangat ngehalunya.
1 - 1 - 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top