03. When Neysha Met Alka
'Antara wanita dan pria tidak mungkin terjalin hubungan persahabatan. Yang ada hanya nafsu, benci, saling memuja, dan cinta yang bukan untuk persahabatan.' -Oscar Wilde.
Pendapat yang pernah dikemukakan oleh seorang penyair asal Irlandia itu membuat Neysha—yang kala itu masih duduk di bangku SMA—mengangguk-anggukkan kepalanya setuju.
Sebuah film terkenal berjudul 'When Harry Met Sally' yang tayang pada tahun 1989 pun juga pernah mengungkapkan:
'Men and women can't be friends because the sex part always gets in the way.'
Neysha menautkan alisnya tak mengerti, tangannya beralih untuk menggapai Kamus; Inggris-Indonesianya yang ia kaparkan di lantai ruang klub basketnya.
Jemarinya dengan gesit membolak-balikkan halaman kamus kecil dan tebal itu sebelum melempar benda itu ke sembarang arah.
"Males, ah! Pokoknya, yang gue tau cowok sama cewek itu nggak bisa cuma jadi sahabat."
Neysha menyelesaikan semua pertanyaan yang muncul di kepalanya dengan membenarkan tanggapannya sendiri sembari menyomot cokelat batangannya yang telah meleleh kemana-mana.
"Ngapain lo, Nyet!"
Neysha menampar refleks wajah Zhikan yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Anjir! Gue salah apa sampai lo tabok kek gini?"
Zhikan menatap Neysha syok sembari mengusap-usap pipinya yang memerah dan terasa panas.
"Salah sendiri! Siapa suruh ngagetin gue!"
Zhikan hanya bisa mendengus sebal karena tahu ia akan tetap kalah jika terus berdebat dengan gadis keras kepala itu. Akhirnya, Zhikan memilih untuk mengaparkan tubuhnya yang masih dipenuhi keringat di karpet dan menyalakan televisi.
"Nyet, bagi cokelat lo, dong!"
Zhikan mengangkat tangannya tanpa menoleh pada Neysha yang masih guling tengkurap di sofa. Neysha melirik pria itu sejenak, sebelum tertawa misterius karena memikirkan sebuah ide jahil yang tiba-tiba muncul di kepalanya.
"Emut, nih!"
Zhikan tergelak ludahnya sendiri dan sontak terduduk dari gulingnya ketika jempol kaki Neysha hampir saja masuk ke dalam mulutnya. Neysha tertawa terbahak-bahak ketika mendapati raut wajah kaget Zhikan yang menurutnya sangat lucu dan langka itu.
Suara yang datang dari pintu, membuat keduanya pun refleks menoleh dan mengurungkan niat Zhikan yang sebenarnya kala itu sudah ingin mengajak Neysha untuk bergulat.
"Lo makan cokelat lagi, Ndut? Katanya mau diet?"
Alka menatap kedua sahabatnya yang tampak sedang bersantai ria tanpa kehadirannya. Pria itu berjalan mendekati Neysha yang tiba-tiba mengubah posisinya dari tengkurap menjadi duduk.
"N-nggak, kok! Ini punya Zhikan, gue cuma nyicip dikit, kok ...."
Neysha menggapai tangan Zhikan dan memberikan cokelat setengah batang itu untuk Zhikan yang kini hanya bisa menatap gadis itu dengan mulut ternganga.
Alka terkekeh pelan dan menggulingkan tubuhnya di sofa, menjadikan paha Neysha sebagai bantalannya. Tangannya terulur untuk menghapus sisa-sisa cokelat yang mengotori bibir gadis itu.
Neysha menelan ludahnya gugup dan menghempaskan tangan Alka dari wajahnya yang mulai memerah.
"Gue bisa sendiri."
Alka menganggukkan kepalanya mengiyakan sembari terkekeh geli ketika melihat Neysha yang mulai mengelap bibirnya dengan gerakkan kasar. Zhikan berdehem kikuk ketika melihat apa yang tengah terjadi di antara kedua sahabatnya itu dan memutuskan untuk guling membelakangi kedua manusia laknat itu.
"Nanti malem lo berdua bisa dateng ke acara ulang tahun Rio?"
Neysha mengerutkan keningnya, seakan sedang berpikir keras hanya untuk menjawab pertanyaan yang tak seberapa itu.
"Nggak tau, acaranya, kan, malem ... gue harus izin sama Ayah-Bunda dulu."
"Itu biar gue aja yang urus, selama gue ikut, Nyokap-Bokap lo pasti bolehin."
Zhikan tergelak mendengar ucapan yang keluar dari mulut Alka.
"Lo gimana?"
Sebuah tendangan ringan dari Alka mengenai bokong Zhikan yang sedikit menyunggit ke belakang. Zhikan berdecak sebal dan mendudukkan dirinya kembali sembari menatap kedua sahabatnya itu dengan tajam.
"Kenapa harus selalu gue, sih, yang lo berdua aniaya?!"
Zhikan bergerak untuk bangkit dan berdiri sebelum melenggang pergi meninggalkan ruangan klub itu dengan membanting keras pintu.
Alka dan Neysha saling melempar tatap satu sama lain karena merasa bingung dengan kesensitifan Zhikan hari ini. Padahal biasanya, Zhikan selalu menanggapi kekejaman mereka berdua dengan santai.
"PMS kali."
"Ohh ... emangnya babon bisa PMS?"
*
"Pulangnya jangan terlalu malam, ya, Alka ...."
Alka menganggukkan kepalanya sembari tersenyum sopan sebelum mencium punggung tangan kedua orang tua Neysha.
Neysha kembali menatap jam tangan putih mungil yang melilit di pergelangan tangannya sembari menghela napas ringan. Matanya melirik ke arah Zhikan yang saat itu sedang asyik bermain game di iPad-nya hingga tidak menyadari jika gadis itu sudah masuk ke dalam mobil Alka dan duduk di sebelahnya sejak sepuluh menit yang lalu.
"Lo main apaan, sih! Kek, seru banget."
Neysha mendekati Zhikan karena merasa penasaran. Ketika tahu bahwa permainan yang sedang dimainkan oleh Zhikan adalah 'Cooking Mama', gadis itu hanya bisa memutar bola matanya malas dan mengurungkan niatnya untuk meminjam iPad Zhikan.
Neysha mengalihkan perhatiannya ke arah Alka dan kedua orang tuanya yang sedang sibuk bercakap di halaman depan rumahnya.
"Alka emang juara satu, ya, kalau nyari muka."
Celetukkan yang menghujat itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Neysha tanpa sadar.
Zhikan tertawa meremehkan sembari memberi lirikkan singkat ke arah Neysha.
"Gitu-gitu juga ... lo naksir, kan?"
Bugh!
Zhikan melebarkan matanya syok ketika tas mungil yang Neysha gunakan menghempas kepalanya dari arah belakang dengan kuat.
"Gila lo, ya! Gimana kalau di mobil Alka ada alat perekam suara?"
Zhikan memilih untuk membungkam mulutnya, sudah terlalu bosan untuk mengajak Neysha berdebat lagi. Kini, pria itu hanya bisa mendengus sebal sembari mengusap-usap kepalanya yang baru saja dipukul dengan cukup keras.
Tak sampai lima menit, Alka telah kembali memasuki mobilnya dengan senyuman puas. Pria itu menolehkan kepalanya ke kursi belakang untuk menatap Neysha dan Zhikan secara bergantian.
"Lo berdua serius pada duduk di belakang semua? Cepetan pindah! Lo pikir gue supir apa!"
Neysha dan Zhikan pun saling melempar tatap, sebelum pada akhirnya, Neysha lah yang memutuskan untuk pindah dan duduk di bangku depan.
Neysha melebarkan matanya terkejut, kepalanya secara perlahan terputar untuk menatap Zhikan yang memberikannya kode untuk segera menghapus pesannya yang tak sengaja terkirim di grup. Tapi, sayang, ketika jemari gadis itu mulai bergerak untuk mulai menghapus pesannya, ponselnya yang lowbat sudah lebih dulu mematikan diri.
"HUAAAAAAAAAAAA!"
Tamat sudah hidupnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top