13. Soda Blood

Prompt 1: Tetangga vampir mengetuk pintu, meminta darahmu. Kau mengiyakan dan berkata, "Silakan. Tapi darah tubuhku adalah soda." Dan kau tidak berbohong.

liemmeciau


🧛‍♀️🧛‍♀️🧛‍♀️


30 Oktober adalah hari yang sangat dinanti-nantikan di daerah tempat tinggalku. Tentu saja karena pada hari itu adalah perayaan Halloween. Nenek moyangku telah tinggal berdampingan bersama para makhluk penghisap darah sejak ribuan tahun lalu. Menurut cerita yang kudengar, dahulu kami hidup saling melengkapi, saling membantu, dan juga saling menyayangi.

Namun segalanya berubah sejak empat belas tahun terakhir ketika salah seorang petinggi vampir membuat sebuah aturan baru yang berbunyi:

"Keluarga vampir diizinkan minum darah manusia hanya pada malam Halloween. Mereka wajib puasa minum darah manusia selama setahun penuh selain waktu yang sudah disebutkan. Bagi siapapun yang melanggar akan langsung dikirim ke neraka untuk menjalani hukuman."

Aturan itu terpaksa disepakati oleh tetua adat desaku untuk menghindari peperangan. Jika perang terjadi, seluruh manusia bisa mati akibat keegoisan makhluk abadi ini. Kawanan vampir biasanya akan mencari gadis remaja untuk dihisap darahnya agar mereka bisa tetap awet muda. Para korban yang terkena gigitan perlahan lemas, mulai tak sadarkan diri kemudian meregang nyawa dan musnah begitu saja.

Malam perayaan yang tadinya penuh kebahagiaan menjadi saat-saat paling menakutkan bagi para gadis yang menginjak usia remaja. Tak heran jika semua gadis memilih bersembunyi di rumah saat perayaan Halloween tiba. Meskipun banyak gadis yang dikabarkan hilang, tidak ada satupun warga yang mencari mereka. Bahkan para makhluk penghisap darah tetap beraktivitas seperti biasa seolah-olah tidak terjadi apapun. Ini benar-benar membuatku jengkel karena tak ada hal yang bisa kulakukan mengingat malam ini usiaku tepat menginjak 17 tahun.

"Bu, apa wajahku sudah terlihat menyeramkan?" Tanyaku pada wanita paruh baya yang sedang mengepang surai coklatku.

"Tentu saja. Para vampir tidak akan berani mendekatimu." Jawabnya seraya mengelus puncak kepalaku.

"Bahkan jika mereka berani menyentuhku, akan kupatahkan kedua gigi taringnya dengan tinjuku." Ujarku mengepalkan tangan penuh percaya diri.

Aku tidak mungkin mengatakan bahwa aku cukup takut. Aku bisa dengan jelas melihat raut wajah Ibu begitu gelisah. Kedua tangannya gemetaran dan wajahnya berkeringat. Itu sebabnya aku tidak ingin membuat wanita yang paling kusayang khawatir. Mungkin saja malam ini akan menjadi malam terakhirku.

"Apa pergelangan tanganmu masih sakit?" Tanyanya memastikan.

Aku hanya menggeleng sambil mengikatkan pita jingga di kedua kepanganku. Tok tok tok. Tiba-tiba terdenngar suara pintu diketuk. Debaran jantungku semakin terasa cepat. Aku harap itu hanya anak-anak kecil yang datang meminta permen. Ibuku beranjak menuju sumber suara. Saat gagang pintu ditarik, muncul seorang lelaki muda berjubah hitam.

Dia berdiri membawa sebuah keranjang labu dan tersenyum begitu ramah pada Ibuku. Tak seperti para vampir lain, gigi taringnya yang nampak saat tersenyum justru membuatnya semakin terlihat manis. Apalagi saat ini dia sedang mengenakan bando telinga kucing sebagai aksesoris Halloween-nya. Sama sekali tidak menyeramkan. Apa dia benar-benar penghisap darah?

"Itsuki." Teriakku girang.

Dia melambaikan tangan padaku. Ibu mempersilakannya masuk. Lelaki bertaring mungil bak anak kucing ini adalah tetanggaku, teman masa kecilku, sekaligus satu-satunya vampir yang bisa kupercaya.

"Ini dari Ibuku untuk kalian." Itsuki memberikan sekeranjang buah jingga itu pada Ibuku.

"Terima kasih Icchan. Tante ke belakang sebentar ya?" Pamitnya meninggalkan kami berdua di ruang tengah.

"Pizza buatanku, cobalah." Suruhku pada sahabat vampirku.

Dia mengambil sepotong pizza berbentuk peti mati lalu melahapnya seperti kucing kelaparan.

"Uhuk." Aku segera menyodorkan segelas soda sembari mengelus punggungnya.

"Makannya pelan-pelan donk!" Gerutuku memperhatikannya menegak habis segelas soda yang kuberikan.

"Ah, minuman ini sangat segar. Boleh aku memintanya lagi?"

"Tentu, aku akan mengambilkannya untukmu." Tanganku meraih gelas kosong dari tangannya.

"Tanganmu kenapa?" Dia menggenggam tangan kiriku.

"Hanya luka kecil." Aku melepaskan genggamannya lalu berbalik.

"Bolehkah aku meminta darahmu?" Tanyanya tiba-tiba.

Aku yang sudah membelakanginya mematung sejenak. Tidak kusangka teman masa kecil yang paling kupercaya mengatakan hal seperti ini. Kupikir Itsuki berbeda namun ternyata semua vampir sama saja. Mereka tidak akan pernah puas dengan darah ayam atau makhluk berdarah panas lainnya kecuali manusia.

"Silakan, tapi darah di tubuhku adalah soda." Jawabku menatap ke arahnya.

Dia berdecak sambil tersenyum kecil. Dua gigi taring mininya seolah siap menerkamku kapan saja. Dia pasti menganggapku sebagai pembohong.

"Aku tidak akan menggigitmu. Kau hanya perlu menusuk jari telunjukmu dengan jarum dan biarkan aku menghisapnya sebentar."

"Kau tidak percaya padaku?"

"Kita bukan anak kecil lagi. Kau tidak bisa membohongiku."

"Aku berkata jujur. Kau bahkan sudah meminum darahku." Aku menekankan kalimatku.

"Hah?" Dahinya seketika mengerut. Raut mukanya sangat serius.

"Kau ingat minuman segar yang kau habiskan barusan? Itu adalah darahku." Ujarku menunjuk gelas kaca dalam genggamanku.

"Berhentilah bermain-main. Kau tahu, ini adalah takdirmu." Dia masih tak bisa percaya.

"Kalau begitu perhatikan baik-baik."

Kuletakkan gelas kaca di meja sebelum kembali duduk di sebelahnya. Perlahan kulepas kain kasa yang menutup luka di pergelangan tangan kiriku. Saat kutekan, sesuatu mengucur dari bekas luka sayatan yang masih belum mengering, namun itu bukan cairan pekat berwarna gelap. Cairan yang keluar tidak kental dan buih-buih soda mulai merambat di lenganku.

"Sekarang kau percaya?"

Vampir berbando telinga kucing itu masih menatapku heran. Dua detik kemudian, dia menarik tanganku, mencengkramnya erat lalu menempelkan bibir tipisnya pada lukaku. Dia terus menghisap dan menikmati darah soda milikku hingga aku tak sadarkan diri. Pada akhirnya aku memang ditakdirkan untuk mati.

Fin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top