Lima puluh sembilan.

Berhubung hari ini weekend, aku berencana ingin mendatangi rumah sekretarisnya Aktar. Sebelumnya aku sudah menelpon resepsionis hotel untuk meminta alamat rumah si Sadako,  dan Mbak resepsionisnya mau memberikan karena aku adalah istri dari General Manager di hotel. Sambil menunggu taksi online datang, aku memilih untuk membuka instagram. 
Sebenarnya aku bisa sih meminta Supri untuk mengantarkanku, tapi dia pasti akan mengadu ke Aktar kalau aku pergi menemui si Sadako. Makanya aku memilih pergi dengan taksi online saja.

Fyi, sampai detik ini aku dan Aktar belum saling follow di instagram. Dan semenjak Aktar dekat dengan Terra, aku jadi suka sering stalking akun instagram milik Aktar. Seperti saat ini, aku sedang memantau akunnya. Ternyata Aktar baru saja memposting foto masa kecilnya yang tampak sedang berlari kecil sambil tertawa lepas. Foto itu baru diunggah sepuluh menit yang lalu tapi sudah mendapatkan 1120 like dan 106 komentar.  Sontak kedua mataku langsung memicing tajam saat melihat ada nama Terra yang ikut berkomentar di sana.

Solterra : Kecilnya gemesin ternyata. Jadi gasabar nunggu dedek Arbi lahir, pasti gak kalah gemesin dari Papanya 😋

Dasar Terra, pintar sekali dia cari perhatian Aktar! Aku bergerutu sambil mengusapkan tiga jariku pada layar untuk screenshoot postingan foto masa kecil Aktar tadi. Namun sialnya jariku tidak sengaja menekan tombol like di gambar itu.

Sialan! Aktar pasti tahu aku sedang stalking akunnya. Ya Tuhan... Kenapa aku selalu mudah tercyduk sih??

Dalam hitungan menit, aku mendapat direct message darinya.

Aktar Wiraatmaja.
Kau ngelike fotoku ya?

Ini benar-benar memalukan dan malunya itu sampai ke ubun-ubun.

Arimbii
Enggak. Itu kepencet ponakanku.

Aktar Wiraatmaja
Kupikir instagram lg eror.

Sepertinya dia sedang menyindirku. Aku mendengus kesal dan berniat membalas pesannya, namun tiba-tiba saja ada notifikasi kalau Aktar baru saja memfollow akun instagramku. Seketika rasa kesalku langsung hilang dan aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Lalu kututup aplikasi instagram saat mendapatkan chat WA dari taksi online yang kupesan tadi.

081260******
Selamat siang bu Arimbi. Saya Hendrawan driver Grab, ini saya udah di dpn gerbang perumahan Ibu. Rumah Ibu sebelah mana ya?

Me
Oh iya, Pak. Bapak msuk aja. Belok kiri, lurus, terus belok kanan, nah rumah saya paling pojok. Rumahnya yg 21 M.

081260******
Iya saya sadar diri Bu. Saya ini cuma orang kecil yg kerjanya cuma supir taksi online, tapi Ibu gak perlulah kasih tau harga rumahnya. Gaji saya sbg supir, gak bakal mampu beli rumah semahal itu Bu.

Me
Bapak jgn suudzon dong. Itu 25 M cuma nomor rumah saya. Coba masuk aja dulu, Bapak lihat sndiri nanti rmh saya sprti apa. Baperan amat!

081260******
Maaf ya Bu, kalo saya gak sopan. Saya menuju ke rumah Ibu sekarang.

Aku memutuskan berdiri di pintu gerbang rumah agar supir taksinya bisa melihatku. Tak sampai limat menit, taksinya berhenti di depanku. Saat aku masuk ke dalam, si supir mengucapkan kata maaf beberapa kali. Untungnya suasana hatiku lagi bagus, jadi aku memaafkannya.


******

Seketika bulu kudukku merinding disko saat memandang rumah yang ada di depan mataku. Suasana di sekitar bangunan rumah begitu sunyi, sepi serta terlihat suram. Ditambah lagi model rumahnya mirip seperti bangunan kuno yang menambah kesan angker. Cat putih pada dindingnya terlihat mulai memudar dan kondisi kacanya dipenuhi dengan debu yang tebal. Pada samping kanan dan kiri rumah terdapat area persawahan. Sementara di halaman depannya ditumbuhi banyak tanaman liar. Kesimpulannya, rumah ini sepertinya cocok  dijadikan lokasi syuting film sebagai tempat tinggal Vampir atau Drakula.


"Bu, saya boleh minta bayarannya sekarang?" tanya si supir taksi online dengan raut wajah ketakutan menatapku.

"Kenapa Bapak ngelihatin saya gitu amat?"

"I-ibu ini manusia kan? Saya takut Ibu adalah hantu yang menghuni rumah yang menyeramkan ini."

Kedua mataku melotot. "Sembarangan Bapak bicara! Coba lihat baik-baik, kaki saya masih nginjak tanah apa enggak!"

Tatapannya turun ke arah kedua kakiku. "Masih nginjak tanah, Bu."

"Masa tampang secantik saya gini dituduh hantu sih?"

"Ya maaf Bu. Habisnya Ibu ngapain datang ke sini?"

"Saya juga nggak tahu kalau rumahnya bakal serem begini," ujarku seraya mengambil duit dari dompet dan memberikan selembar uang seratus ribu rupiah ke tangannya. "Sisa kembaliannya ambil aja. Tapi Bapak jangan pergi dulu ya, takutnya orang yang saya cari nggak ada di dalam rumah."

Bapak itu menganggukkan kepala. Setelah itu aku berjalan menuju rumah yang menjadi tempat tinggal sekretarisnya Aktar. Ternyata aku tidak salah aku menjulukinya 'Sadako' karena bagian tempat tinggalnya mirip dengan rumah hantu. Dan suburnya dua pohon rindang pada halaman depan membuat rumah ini tidak mendapatkan cahaya sinar matahari sehingga meinmbulkan kesan menyeramkan.

Tok...tok...tok!

"Permisi!" seruku sambil mengetuk pintu sebanyak tiga kali.

Tok...tok...tok!

"Helloooo..." seruku lagi.

"Kayaknya rumah itu tidak ada yang menghuni. Sebaiknya Ibu pulang saja!" teriak supir taksi yang berdiri di depan mobil.

"Bentar ya Pak," sahutku dan mengambil beberapa lembar tisu dari dalam tas untuk membersihkan debu kacanya supaya bisa mengintip suasana yang ada di dalam rumah. Setelah cukup bersih, aku pun mengintip dari kaca. "OH JESUS!!" teriakku kaget saat mendapati dua bola mata yang juga sedang mengintipku dari dalam rumah.

Spontan aku mundur ke belakang, bersiap untuk berlari saat mendengar suara kunci yang diputar. Dalam hitungan detik pintu pun terbuka dan tampak sosok Xiena yang sedang berdiri dengan pakaian panjang bewarna putih.

"LARI BUUU! KUNTILANAKNYA KELUAR!" jerit si Bapak supir taksi.

"Tenang Bapak. Dia bukan kuntilanak tapi Sadako, eh maksud saya dia itu manusia," jelasku ke si Bapak.

"Oh syukurlah. Kalau begitu saya sudah boleh pergi kan Bu?"

"Iya Pak. Sebelumnya terimakasih udah mau nungguin saya tadi."

"Saya juga tidak tega tinggalin Ibu yang lagi hamil di depan rumah hantu ini sendirian. Saya pamit dulu ya Bu," ujarnya sambil masuk ke dalam mobil.

Setelah taksi onlinenya pergi menjauh, aku kembali menatap Xiena yang masih berdiri di depan pintu. Terakhir kali aku melihatnya kemarin di hotel, wajahnya masih baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang wajahnya terdapat memar-memar? Apa dia habis tawuran?

"Hmm... Apa kau masih mengenaliku?" tanyaku padanya.

Dia mengangguk sekali. "Anda istri pak Aktar."

"Hmm... Apa aku boleh masuk?"

Dia tidak langsung menjawab, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Ibu ada perlu apa dengan saya?"

"Pentinglah pokoknya. Ini menyangkut masa depanku. Ngomong-ngomong kita duduk dulu boleh nggak? Kakiku capek berdiri dari tadi."

Si Sadako terdiam sebentar lalu akhirnya memperbolehkanku masuk ke dalam rumah. Ternyata suasana di luar berbanding terbalik dengan di dalam rumah. Jika di luar tadi terasa seram, justru di dalam terasa nyaman dan hangat. Di sudut ruangan terdapat rak buku, sementara di tengah ruangannya terdapat dua sofa besar yang mana di bawah lantainya ditutupi karpet wool asli bewarna coklat sehingga memberi kesan mewah. Membuat orang yang berada di dalam rumah betah berlama-lama dan tidak ingin keluar.


"Silahkan duduk ibu Arimbi," ujar si Sadako padaku. "Ibu mau minum apa?"

"Air putih aja deh."

Dia berjalan ke belakang dan tak berapa lama muncul dengan membawa segelas air putih lalu memberikannya padaku.

"Makasih," ucapku sambil meminum air putihnya. "By the way, kenapa kau berdiri di situ? Apa aku bau badan makanya nggak mau duduk di sofa bareng aku?"

"Saya lebih suka berdiri daripada duduk."

Dasar orang aneh. Kalau dia tidak suka duduk, kenapa beli dua sofa besar??

"Apa kau nggak ada niat merenovasi bagian di depan rumahmu? Dari luar terlihat angker kayak rumah vampir, padahal di dalamnya kan enggak serem."

"Memang sengaja dibuat seram, supaya tidak kemasukan maling."

 Aku melongo bodoh mendengar alasannya tadi. "Tapi kan kalau angker gitu, orang lain juga takut datang ke sini. Apa jangan-jangan kau memang nggak mau didatangi tamu?"

Dia mengangguk sekali. "Saya anti sosial."

"Wah... Rumahmu cocok nih dijadikan tempat persembunyian, biar nggak didatangi debt collector." kataku bercanda, namun dia tidak tertawa.

"Apa tujuan ibu Arimbi datang ke sini?" tanyanya dengan ekspresi wajah yang datar namun tatapan matanya sangat tajam ke arah bagian perutku.

Kuletakkan gelas minumanku ke pinggir meja sebelum bicara serius. "Hmm... Sebenarnya aku ingin diramal. Karena Aktar bilang padaku, kau punya kemampuan untuk melihat masa depan. Jadi aku tertarik ingin mencobanya."

Tatapan mata si Sadako tak lepas dari perutku. "Aku merasakan ada gelombang yang kuat dari kandungan Ibu."

"Hah?"

Dia berjalan mendekat, setelah itu berlutut di depanku sambil menyentuh perutku dengan mata terpejam.

"Apa yang kau lihat?" tanyaku penasaran begitu dia membuka mata.

Sorot matanya terlihat misterius, jadi aku tak bisa menebak isi pikirannya. Si Sadako kembali memejamkan mata sambil menyentuh perutku lagi.

"Katakan padaku, apa yang akan terjadi?" tanyaku lagi ketika dia sudah selesai meramal.

Dia menatapku dengan wajah iba. "Sangat disayangkan."

"Apanya? Eh kau kalau ngomong jangan sepotong-sepotong napa, jantungku jadi dag-dig-dug seer tahu nggak!"

"Musim semi yang indah dan menyenangkan untuk Ibu telah habis. Selanjutnya berganti menjadi musim panas yang gelisah dan menyesakkan. Lalu disusul dengan musim gugur yang akan merontokkan semuanya. Dan apabila berakhir dengan musim dingin yang menusuk, maka Ibu Arimbi harus bersiap-siap."

Keningku berkerut mendengar ramalannya. "Maksudnya apa sih? Kenapa kau pake bawa semua musim segala?"

"Intinya Ibu akan merasakan kesedihan yang luar biasa dan juga masalah besar dalam waktu dekat. Tapi bu Arimbi tak perlu khawatir, saya melihat takdir Ibu begitu terang seperti cahaya mentari pagi. Itu pertanda bahwa kebahagiaan tak pernah jauh dari jangkauan Ibu."

Aku berusaha mencerna semua perkataan yang diramal si Sadako, namun tidak berhasil. Tapi aku mencoba mengambil sisi positifnya saja, paling tidak ada kalimat 'kebahagiaan tak pernah jauh dariku' setidaknya itu pertanda baik.

Lagipula ini hanya ramalan, yang mana orang menganggapnya sebagai hiburan untuk bersenang-senang. Iya kan??

8-Mei-2019

Maaf ya baru bisa update hari ini hehe...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top