Empat puluh sembilan.
Bacanya sambil putar mulmed di atas ya. Karakter Bimbii itu mirip kyk tokoh cewek yg ada dlm video soalnya.
....
....
"Hey bangun! Minum susumu dulu sebelum tidur."
Seketika kelopak mataku terbuka begitu mendengar suara Aktar. Aku mengerjapkan mata beberapa kali saat mendapati segala furnitur di kamar kami semuanya dalam keadaan terbalik.
"Apa tadi terjadi gempa?" tanyaku heran.
"Tidak ada gempa. Posisi tidurmu yang melawan gravitasi bumi."
Ah pantas saja! Ternyata kepalaku sedang bergantung di pinggir tempat tidur. Aku menggeliat menarik kepala lebih tinggi, sebelum akhirnya terduduk di atas ranjang. Kutatap jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam.
Hari ini Aktar tidak bisa menghindar dariku karena ada Mamanya sudah pulang ke rumah, jadi mau tidak mau dia akan tidur sekamar denganku. Dan seperti biasanya, sebelum tidur aku harus minum susu ibu hamil yang sudah dibuatkan oleh Bi Nana setiap harinya.
"Kata Mama hari ini kau berulang tahun," ucapku melirik Aktar sambil memegang gelas susu.
Dia tidak meresponku. Hanya sibuk mengusap rambutnya yang basah karena baru selesai mandi.
"Mungkin udah agak telat, tapi aku mau ucapin juga. Selamat ulang tahun. Semoga kau selalu dalam keadaan sehat dan bisa menjadi Ayah yang baik untuk anak kita nanti. Amin..."
"Terimakasih," balasnya singkat sambil mulai berbaring.
Aku meletakkan gelas di samping meja ranjang agar dapat berbicaranya bebas dengannya. "Jangan tidur dulu. Aku yang ingin aku tunjukin."
"Habiskan susu yang ada di gelasmu. Kau pikir itu tidak mahal dibeli?"
Aku menurut untuk meminum semua isi dalam gelas. "Nih udah habis hingga tetesan terakhir," kataku menunjukkan gelas yang sudah kosong itu padanya.
Aktar menatapku dengan satu alis terangkat. "Mencurigakan sekali melihatmu menurut tanpa ada perlawanan. Kau tidak sedang merencanakan sesuatu kan?"
Aku tergelak mendengar ucapannya. "Aku hanya ingin bersikap manis di hari ulang tahunmu."
"Kau tidak perlu mengasihaniku dengan bersikap manis seperti itu. Jangan paksakan dirimu untuk berpura-pura baik di depanku."
"Bu-bukan seperti itu," kataku cepat sebelum dia tersinggung. "Aku hanya berpikir kalau selama ini sikapku sudah agak keterlaluan. Jadi aku ingin menebusnya di hari spesialmu ini."
"Kau tidak perlu melakukannya."
"Tadi sore aku memasakkan nasi goreng spesial untukmu."
"Aku tidak memintamu untuk membuatnya."
"Tapi udah terlanjur dimasak. Masa mau dibuang?"
"Kasih ke Bi Nana. Dia pasti mau memakannya," ujarnya sambil tidur membelakangiku karena dia tidak ingin diganggu.
Aku berdecak kesal melihatnya. Namun tiba-tiba saja sebuah ide terlintas dalam pikiranku untuk mengerjainya.
"Akh... perutku!" Aku berpura-pura meringis kesakitan.
Sesuai dugaan, Aktar langsung berbalik badan untuk melihatku. Wajahnya terlihat panik sekali. "Apa perutmu terasa nyeri?"
Detik itu aku tertawa terbahak-bahak sambil memukul kasur dengan tanganku. "KAU TERTIPU! HAHAHA."
Matanya memandangku tajam. "Itu sama sekali tidak lucu."
"Tapi wajahmu itu terlihat lucu kalau lagi panik," kataku dengan menunjuknya.
Spontan aku pun berhenti tertawa, ketika jari telunjukku dia tangkap dan digenggamnya kuat. Dia juga menatapku dengan serius. Bahkan terlalu serius, sampai aku tidak berani membalas tatapannya.
"Jangan pernah bercanda seperti itu lagi!" Suaranya terdengar pelan tapi penuh dengan penekanan intonasi. Cukup membuatku ciut. Sepertinya dia marah sekali dengan candaanku itu.
"Ba--baiklah. A--aku minta maaf," jawabku tergagap. Saat ini aku tidak dapat mengenali sosok Aktar, dia terlihat seperti orang yang berbeda. Aku memilih untuk menundukkan pandangan karena takut melihatnya.
Suasana kamar mendadak menjadi hening. Dan genggaman tangan Aktar yang kuat tadi perlahan melonggar. Begitu jariku lepas, aku langsung berlari keluar dari kamar tanpa melihat wajahnya. Bahkan aku tidak menghiraukan peringatannya lagi yang melarangku untuk berlari.
Aku memilih berlari ke dapur agar dapat membasuh wajahku dengan air dari wastafel. Aku benar-benar syok melihat reaksi Aktar tadi. Dia sepuluh kali lebih menyeramkan di banding Mamaku.
"Kenapa kau berlari?"
Aku kaget dan langsung berbalik badan saaat mendengar suara Aktar. Dia sudah berdiri di belakangku. "Aku lari karena kau menakutiku!"
"Kau takut?"
"Aku belum pernah melihatmu seperti tadi."
"Maaf," ucapnya dengan wajah bersalah. Kali ini aku sudah berani menatap ekspresinya. "Tadi aku benar-benar marah, karena candaanmu sangat keterlaluan. Kau tidak tahu apa yang ada dalam pikiranku ketika melihatmu kesakitan. Aku terlalu takut terjadi sesuatu dengan kandunganmu. Sebelumnya aku sudah pernah kehilangan seseorang tepat di hari ulang tahunku. Dan aku tidak ingin itu terjadi lagi. Cukup Papaku saja, jangan sampai dia pergi juga."
Perlahan dia berjalan mendekati aku. Sementara aku termangu menatapnya, ketika kedua telapak tangannya diletakkan di atas pipiku. Dengan lembut dia menyeka sisa air dari wajahku yang basah tadi.
"Ternyata kau bisa takut juga," ledeknya. Dan aku dapat melihat dia sedang menahan diri untuk tidak tersenyum di depanku.
Sialan! Kalau tidak ingat ini masih hari ulang tahunnya, sudah pasti aku memakinya.
"Menjauhlah! Aku merasa sesak dalam posisi seperti ini. Kau terlalu dekat hingga menekan perutku terlalu keras."
"Oh, sori." Dia langsung mundur teratur ke belakang.
"Mumpung lagi ada di dapur, bagaimana kalau kau coba makan nasi gorengnya?"
"Aku masih kenyang. Lain kali saja."
Aktar hendak berbalik namun aku langsung menarik tangannya untuk duduk di kursi meja makan. "Jangan pergi dulu. Kau harus mencicipinya. Tunggu sebentar, nasi goreng nanasnya aku panaskan dulu."
Setelah menunggu sepuluh menit, aku mengeluarkan nasi goreng nanasnya dari dalam microwave. Nasi gorengnya aku sajikan ke dalam kulit nanas sebagai piringnya. Sebelumnya tadi sore, aku sudah membelah nanas tersebut menjadi dua, lalu bagian isinya aku keluarkan. Supaya nasi gorengnya itu bisa masuk ke dalam kulit nanas.
"Taraaa! Ini dia nasi goreng nanas ala Arimbi. Keren kan?" Aku bangga memamerkan masakan itu di depannya.
"Kau yakin itu enak?"
"Dari aroma baunya aja udah pasti enak ini. Ayo, sini buka mulutmu. Aaa..." seruku seraya mengangkat satu sendok nasi goreng nanas itu padanya. Tapi dia malah menjauhkan kepalanya ke belakang.
"Aku tidak suka nasi goreng."
"Cicip dulu ih, baru komentar."
"Tidak."
Aku mendengus kesal dengan penolakannya itu. "Aku benar-benar tulus membuatkan nasi goreng ini untukmu. Tapi kau malah menolaknya. Benar-benar nggak bisa menghargai niat baik orang. Yaudah kalau kau nggak mau, biar aku aja yang makan sendiri!"
Ketika ujung sendok itu hampir masuk ke dalam mulutku, tiba-tiba saja Aktar menahan dan menggenggam tanganku, hingga kini mulutku hanya bisa menganga. Lalu dia mengalihkan arah sendok tadi ke arah mulutnya. Aktar mengunyah nasi goreng nanas tersebut tepat di depan wajahku.
"Kau senang?" tanya Aktar menatapku sambil melepas genggaman tangannya.
Aku mengangguk cepat. Ada rasa bahagia yang sedang menjalar dalam hatiku ketika Aktar mau memakan masakanku. Aku tak dapat menahan senyuman di bibirku. Dengan antusias, aku kembali lagi menyuapkan nasi goreng nanas itu kepadanya.
*****
Sudah jam satu malam tapi kedua mataku masih terbuka lebar. Aku tidak bisa tidur karena kulitku terasa berdenyut-denyut saat bergesekan dengan kulit Aktar yang sedang berada dalam satu selimut denganku di atas tempat tidur. Spontan aku mengangkat tangan ke atas dan memukul pipiku sendiri, ketika membayangkan adegan yang pernah kami lakukan di malam hari.
"Aku tidak bisa tidur, jika kau bergerak seperti itu terus."
Suara Aktar mengagetkanku.
"Maaf," ucapku sambil memeluk bantal. Lalu aku memilih untuk membelakanginya.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Aku hanya merasa dingin. Jadi nggak bisa tidur," ucapku pelan. Hanya itu alasan yang terlintas dalam pikiranku.
Aktar langsung menaikkan suhu ac dalam kamar. Selanjutnya tanpa permisi, dia mendekap tubuhku. Aku juga merasakan kedua kakinya menindih kakiku di balik selimut.
"Apa kau mau kita tidur dengan posisi begini?" tanyanya lagi. Saat ini kepalanya berada tepat di atas kepalaku. Bahkan aku bisa merasakan gesekan dagu Aktar di atas ubun-ubunku.
"Terserahmu," jawabku kikuk karena dia semakin menempel di punggungku.
"Aku tanya sekali lagi. Apa kau mau tidur dengan posisi seperti ini?" suaranya terdengar berat kali ini telingaku.
"Jawabanku tetap sama, ya terserah kau. Aku bisa tidur dengan posisi apapun termasuk seperti ini. Tapi kalau kau mau tidur dengan posisi lain ya terserah," sahutku cepat.
Wajahku terasa memanas saat Aktar memilih bertahan untuk tetap mendekap tubuhku dengan kedua kaki kami yang saling berbelit. Aku tersenyum dan menyampirkan tanganku dengan nyaman di atas tangan besar Aktar yang melingkar di perutku.
3-Januari-2019
Jalan-jalan ke kota Paris.
Lihat gedung berbaris-baris.
Tahun baruan bang Aktar berubah jd romantis.
Demi cinta ke adek Bimbii yg paling manis.
Selamat tahun baru buat semuanya ♥♥♥
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top