《Dua puluh lima》
Air mataku menetes setelah aku berhasil menyelesaikan ending dari novel ketigaku. Sambil menutup laptop, kutarik lagi selembar tissue dari kotak tissue yang ada di depanku. Entah lembar yang keberapa ini aku tidak tahu. Pokoknya sudah tak terhitung lagi.
"Dasar cengeng!" seru Aktar padaku begitu dia keluar dari kamar mandi.
Aku hanya terisak pelan dan mengabaikan ledekannya itu.
"Udah tahu kau itu cengeng, tapi mengapa kau suka sekali membuat cerita yang sedih-sedih?"
"Aku lebih suka sad ending. Rasanya itu kayak lebih kena di hati,” jawabku sambil masih terisak.
Dia melengos. "Kalau begitu, kau juga ingin kisahmu berakhir dengan sad ending seperti novelmu itu?"
Aku terhenyak. Aku memang pernah menginginkan kisah dalam cerita yang aku buat terjadi sungguhan padaku, tapi bukan yang seperti ini.
"Enggak gitu juga! Aku memang suka cerita sad ending. Tapi bukan berarti kisah kenyataanku harus berakhir sedih juga, kan!" balasku tak terima.
"Sama saja! Menyukai sad ending pasti kisahnya sad ending juga!" Aktar melepas handuk di tubuhnya dan segera memakai pakaian kerja di hadapanku.
"Nastar sialan! Apa kau tidak tahu? Setiap ucapan itu adalah doa. Tarik lagi kata-katamu tadi," kataku yang hampir tidak konsentrasi berbicara karena melihat tubuh polosnya. Jujur, aku suka pria yang tipe bentuk badannya seperti dia. Tidak terlalu kekar, tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk. Semua tampak pas, percis seperti bayangan tokoh-tokoh pria dalam novelku.
"Kalau begitu mulai sekarang buatlah novel yang akhir ceritanya bahagia. Lagipula orang-orang membeli buku itu untuk menghibur diri, yang mungkin tidak bisa mereka dapatkan dari orang di sekitarnya. Dengan membaca novelmu, mereka bisa melupakan sejenak segala masalah dan beban yang mendera di dunia nyata. Jadi jangan kau tambahkan lagi beban pikiran mereka di dunia fiksi. Buat cerita ringan dan yang manis-manis saja."
"Tapi… aku menyukai cerita yang seperti itu." Dari tepi ranjang aku melempar tissue bekas cairan ingusku ke arah tempat sampah dekat pintu kamar mandi. Namun bidikanku meleset, sehingga tissue itu tergeletak di lantai. "Ah sial!"
Aktar menghela napas. Kemudian dia memungut tissue itu dan dimasukkan ke dalam tempat sampah. Dia pria yang sangat menjaga kebersihan.
"Terimakasih," ucapku tulus.
Usia pernikahan kami sudah berjalan 60 hari. Sejauh ini hubunganku dengan Aktar baik-baik saja. Meski belum saling cinta, tapi kami selalu berusaha untuk terbuka satu sama lain. Tentang apa yang kami suka dan apa yang tidak. Termasuk soal hubungan intim, kami sepakat melakukannya dua atau tiga kali dalam seminggu. Karena kami ingin menjalani pernikahan layaknya suami-istri sungguhan.
"Kau pulang jam berapa?" tanyaku begitu melihat Aktar yang sudah berpakaian rapi. Dia sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja.
"Sore," jawabnya sambil memakai jam tangan.
"Aku boleh ikut?"
Dia langsung bergeleng. "Tidak. Kau hanya akan mengangguku bekerja nanti."
"Tapi aku sendirian di rumah. Mama mertua juga lagi pergi ke luar kota selama seminggu. Kalau ada pencuri yang masuk kayak mana? Terus kalau aku diculik atau lebih parahnya lagi aku diperkosa dan dibunuh. Kau mau tanggung jawab?"
Dia mendengus menatapku. "Pertama, kau tidak sendirian di sini. Ada tiga pembantu di dalam rumah. Dan yang kedua kedua, kau aman. Karena ada tiga satpam yang selalu berjaga 24 jam di depan rumah. Jadi jangan cari alasan untuk bisa mengikutiku ke tempat kerja," sahutnya tegas.
"Kalau aku bosan?" tanyaku lagi yang masih berusaha untuk bisa ikut.
"Ya kau pergi cari hiburanlah. Ke mall kek belanja atau pulang ke rumah bertemu Mamamu. Terserah kau saja. Tapi yang jelas tidak ikut denganku. Kau itu sangat merepotkan, aku pasti tidak akan konsentrasi bekerja."
Sialan! Dia jujur sekali mengatakannya.
"Yaudah, kau cepat pergi sana!" ucapku seperti Nyonya besar.
"Why you sound mad?" Kedua matanya melirikku.
"I was not angry. It is just the lone of medans voices. The way we talk, yes sound mad."
"Too much anger is not good for your health."
"Aku bilang, aku tidak marah. Memang seperti itu nada bicaraku."
Aktar berdiri di depan cermin untuk memastikan, apakah penampilannya sudah sempurna sebelum pergi kerja. Dan sesaat matanya terpaku kala melihat dua tanda merah yang ada di leher sampingnya.
"Aku udah bilang padamu untuk tidak membuat bekas gigitan di bagian leherku."
"Kau juga membuat banyak tanda merah di tubuhku, tapi aku tidak pernah protes."
"Di hotel aku menjabat posisi General Manager. Dan aku akan menanggung beban malu, jika ada orang yang melihat bekas gigitanmu ini."
"Kau kan udah menikah. Jadi para karyawanmu pasti maklum melihat itu."
Dia tampak frustasi menatap cermin sambil menarik kerah kemejanya ke atas untuk menutupi tanda merah itu. Terpaksa aku turun dari ranjang dan memakai kembali dasterku yang dia buka tadi malam.
Lalu aku mengambil tas make-up milikku untuk menutupi bekas cupang yang ada di lehernya, dengan menggunakan concealor yang sama dengan warna kulit Aktar. Setelah menemukan concealor yang sewarna, serapi mungkin aku menutupi tanda merah itu di kulitnya.
"Udah nggak kelihatan lagi kan?" Tanyaku padanya.
"Hmm...." Dia hanya bergumam sambil menatap cermin.
"Bilang apa kau samaku?"
"Makasih."
"Kok nggak ikhlas gitu bilangnya."
Dia mendengus. "Aku harus pergi sekarang. Jadi jangan ajak aku untuk berdebat."
"Harusnya kau mengatakan 'terimakasih istriku' begitu yang benar."
"Terserah kau saja." Dia berjalan keluar dari kamar tanpa memberi ciuman. Tumben sekali, padahal biasanya sebelum pergi Aktar pasti mencium bibirku.
Tiba-tiba pintu kamar dibuka olehnya lagi dan langsung menghampiriku yang masih terperangah di tempat. "Aku hampir lupa melakukan ini." Satu tangannya memegang belakang kepalaku dan mencium lembut bibirku.
Aku membuka bibir dan kurasakan lidahnya memasuki mulutku. Lidah kami saling bertemu dan saling berpagutan. Ada harum mint yang keluar saat aku menghisap lidahnya. Baru kali ini aku mencium seseorang dengan intens dan sulit untuk kugambarkan keindahan akan ciuman ini.
"Aku pergi ya," ujarnya pamit begitu mengakhiri pagutan bibir kami.
Aku terus memandang dia berjalan keluar hingga tubuhnya menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu kamar. Semakin ke sini, aku jadi yakin kalau Aktar bukan seorang gay. Dia pria normal yang terjebak dalam pertemanan Edgar yang memang seorang gay. Untungnya Aktar cepat sadar dan kembali ke jalan yang benar.
Tapi seandainya Aktar menikah dengan wanita lain, apa dia juga akan memperlakukan istrinya sama seperti yang dia lakukan padaku?
*****
Teletubbies squad
Terra : Bimbii... ko udh lihat foto Rory Asyari yg hot ini blom? Dia lg berjemur di pantai cuy!
Intan : Mana Raa? Cok kirim dulu fotonya. Penasaran pula aku.
Ny. Wiraatmaja : Aku udh gak ngefans lg ama dia.
Terra : Serius ko Bii? Awas ko ngences lihat ototnya ya.
Ny. Wiraatmaja : Iya serius. Gak percaya kali ank sebiji ini.
Intan : Kirimlah Raa. Lama kali pun. Berjamur awak (aku) nunggunya.
Terra : Sabarlah kimbek! Lagi loading gambarnya. Nah kelen lihatlah abang ini. Bodynya sexy kali wei :")
Intan : Anjirr! Roti sobek! Enak kali itu buat dihap-hap.
Ny. Wiraatmaja : Biasa aja. Gak ngefek.
Terra : Uuhmaakk... HAHAAA. Beneran ko udh gak suka ama Rory?
Ny. Wiraatmaja : Ho'oh.
Terra : Tumben? Ada apa gerangan?
Intan : Elahhh Raa. Dia udh pnya laki yg ganteng. Masa ko gak paham? Makanya sekali-kali makan ikan salmon, jgn mkn yg micin terus :(
Terra : Cemana lah Tann, duit awak cukupnya beli micin aja. Gak sanggup beli ikan. Sekalinya beli pun, paling ikan sungai bukan ikan laut :")
Ny. Wiraatmaja : Gausah sok paling tersiksa di dunia ini ko Raa. Perasaan kemarin kutengok ko datang ke pesta nikahanku pake tas DIOR asli.
Intan : Anjirr DIOR! Pantas si Terra merepet (cerewet/marah), waktu aku titipkan pisang goreng ke dlm tasnya.
Terra : Tas Mamakku itu weii kupinjam :(
Ny. Wiraatmaja : Lubang pantatmu bisulan seminggu ya kalo ko bohong?
Terra : Astaga... terus nanti aku berak dari lubang mana kalo ketutup bisul
Intan : Ya ko tahan-tahanlah semingguan gak berak.
Terra : Hmm...
Ny. Wiraatmaja : Jadi kek mana?
Intan : Udh ko jujur aja Raa. Daripada bisulan? Hayo!
Terra : Iya-iya. Itu tas punyaku, tp msh kredit weii :(
Intan : Ngomong-ngomong... aku jd penasaran sama bentuk tubuh lakimu Bii...
Terra : Nah iya! Psti badan lakimu lbih keren dr Rory kan?
Ny. Wiraatmaja : Oh jelas itu.
Intan : Please... kirim fotonya. Kami mau lihat roti sobek miliknya Bimbii :p
Ny. Wiraatmaja : Enggak!
Terra : Lihat dikit aja pun Bii :(
Ny. Wiraatmaja : Oke. Aku mau kirim, tp ada syaratnya.
Intan : Apaan tuh??
Ny. Wiraatmaja : Hutang pulsaku harus lunas ya Raa :)
Terra : Anjirrrrrrrrrrrrrrr
Ny. Wiraatmaja : Yaudah. Gausah aku kirim fotonya.
Terra : Taeeeeeeeeeeeeeee
Intan : HAHAAAAAAAAAAAA
Ny. Wiraatmaja : Gimana? Mau gak?
Terra : Yaudahlah. Aku relain duit pulsa 300k demi laki si Bimbii. *nangis kejer
Aku tertawa kencang di dalam kamar. Sebenarnya aku tidak serius meminta lunas hutang pulsa ke Terra. Aku hanya iseng mengerjainya.
Aku segera membuka galeri foto yang ada di ponsel. Kebetulan tadi pagi, aku lebih dulu bangun daripada dia karena harus menyelesaikan naskah cerita dari novel ketigaku. Kebetulan tadi malam adalah jadwal kami untuk berhubungan intim. Jadi pas subuh, Aktar masih tertidur pulas dengan selimut yang menutupi bagian tubuhnya.
Intan : Mana Bii?
Ny. Wiraatmaja : Wait...
Terra : Kok aku deg-deg'an ya?
Aku mengirimkan dua gambar ke grup. Pertama, Aktar tertidur dengan bantal yang menutupi wajahnya. Kedua, Aktar menutupi wajahnya dengan selimut. Namun kedua gambar itu menampilkan otot bisep dari milik Aktar yang terlihat seksi, dengan bulu-bulu di tangannya yang begitu lebat.
Intan : Ooo em jiii! Mengundang birahi lakimu Biii!!
Terra : Ooh shiitt! So sexy! Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan Bii??
Intan : Ya Tuhan... rahimku bergejolak!
Terra : Aku mau dong jd bantalnya lakimu Bii!
Ny. Wiraatmaja : Jgn ada pelakor di antara kita :(
Intan : Hmm.. pasti kalian berdua habis nyam-nyam'an.
Ny. Wiraatmaja : Kok tau?
Terra : Anjirrr! AKU JADI MAU KAWIN!
Ny. Wiraatmaja : Nikah dulu baru ko kawin Raa.
Intan : Lakimu kecapekan bgt kyknya ladeni napsu kau Bii.
Ny. Wiraatmaja : Emberrr :p
Terra : Udh isi blom?
Ny. Wiraatmaja : Belum.
Intan : Yaahh. Gak tokcer berarti.
Ny. Wiraatmaja : Bukan. Kami memang sengaja menunda pnya anak.
Terra : Oh jd kyk mau nikmatin berdua dulu ya?
Ny. Wiraatmaja : Yepp.
Terra : Padahal kalo ada anak itu bisa jadi pengikat yg kuat utk pasangan suami-istri.
Ny. Wiraatmaja : Doain aja Raa. Btw si Cecil mana ya? Kok gak muncul? Padahal dia ngeread chat kita loh.
Intan : Lagi bnyk pasien kali dia.
Cecil : Sori. Gue habis manjat chat. Gilaa panjang bgt. Dan obrolannya sangat berfaedah sekali yaa.
Ny. Wiraatmaja : Cilllll!!!
Cecil : Oiii?
Ny. Wiraatmaja : Semalam aku baru buka2 kado pernikahan. Aku baru lihat kado dari kau. Makasih ya, aku suka bookmarknya :)
Cecil : Oh iya-iya.
Ny. Wiraatmaja : Tp kok kau bisa tau sih aku suka koleksi boomark?
Terra : Lah? Perasaan aku, Intan sama Cecil kadonya patungan deh. Dan yg kami beli bukan bookmark tapi lingerie-nya Victoria's Secret.
Intan : Mngkin Cecil ksih kado lg Raa.
Cecil : Bii... lg sibuk gak? Aku telpon kau aja ya?
Ny. Wiraatmaja : Oke.
Terra : Eh kelen kok main rahasia-rahasiaan sih? Ngomong di sini aja iiisstt...
Aku menutup Line dan menunggu telepon dari Cecil. Sebenarnya aku penasaran saat tahu Cecil memberiku hadiah beraneka macam bookmark. Satu-satunya orang di dunia ini yang mengetahui aku hobi mengoleksi pembatas buku cuma Niko. Tapi kenapa Cecil bisa tahu ya? Apa mungkin ini cuma kebetulan saja?
Nama Cecil muncul di layar dan aku langsung menjawab panggilan teleponnya.
"Halo Cill?"
"Bii... aku sebelumnya minta maaf ya."
"Maaf untuk apa?" Tanyaku bingung.
"Kau ingat nggak waktu Terra bilang, dia kayak ngelihat Niko di resepsi pernikahan?"
"Iya. Aku ingat."
"Se-sebenarnya Niko beneran datang Bii." Suara Cecil terdengar gugup.
Aku terdiam sejenak. Mendengar bahwa Niko ternyata datang membuat hatiku merasa sakit. "Tapi kenapa dia nggak nemuin aku?"
"Niko nggak dibolehin masuk sama tante Yohana Bii..."
"Mamak aku ngelarang dia masuk?" Tanyaku tak percaya.
"Iya. Jadi waktu itu, Intan sama Terra udah masuk ke dalam ball room hotel. Aku balik lagi turun karena kado kami ketinggalan di mobil. Dan aku ngelihat Niko dihadang satpam untuk masuk ke dalam, padahal dia bawa undangan. Ternyata ada tante Yohana di sana yang minta satpam itu buat ngelarang Niko masuk. Bahkan tante Yohana nggak mau terima kado dari Niko, padahal Niko bilang dia nggak masalah dilarang masuk. Tapi yang penting kado itu sampai ke tangan kau Bii." Cecil terisak mengatakan semuanya.
"Aku nggak tega lihat dia memohon ke tante Yohana supaya mau memberi kadonya itu ke kau. Jadi waktu tante Yohana udah pergi, aku datangi Niko. Dan dia minta aku kasih kado itu untukmu. Dia juga minta supaya aku nggak perlu bilang kalau dia datang ke sini. Dia nggak mau kau sedih di hari pernikahanmu. Dia juga nggak mau kau ribut sama tante Yohana hanya karena dia."
Perlahan air mataku mulai jatuh. Aku bisa membayangkan bagaimana Mama melarang Niko masuk. Aku juga bisa bayangkan bagaimana Niko memohon agar kado itu bisa diberikan padaku. Kenapa Mama bisa setega itu pada orang yang aku cintai?
"Cil, aku ingin kau jawab jujur. Apa kau yang mengatakan pada Mamaku, kalau aku berada di Batam waktu itu?" Tanyaku.
Cecil menangis. "Iyaa Bii. Maaf."
"Kenapa Cill?" Tanyaku terisak. Dia sahabatku tapi kenapa dia tega membongkar rahasiaku.
"Waktu itu aku nggak sengaja ketemu tante Yohana di Carefour. Beliau kaget lihat aku, karena yang beliau tahu kau pergi ke Batam berdua sama aku. Jadi tante Yohana marah samaku dan minta aku untuk jujur, kau pergi ke mana dan bertemu siapa. Terpaksa aku harus cerita yang sebenarnya, kalau kau pergi ke tempat Niko. Terus tante Yohana minta nomor Niko ke aku. Yaudah aku kasih nomornya. Habis itu aku nggak tahu lagi. Sampai kau pulang ke Medan dan bilang kau diputuskan Niko secara sepihak. Di situ aku mikir, mungkin tante Yohana yang nyuruh Niko untuk memutuskan hubungan kalian."
"Kenapa kau nggak bilang dari awal Cill? Kenapa?!!" Teriakku.
"Maaf Bii... maaf..."
Aku marah dan langsung menutup telepon itu secara sepihak. Aku menangis keras di dalam kamar dan hampir saja membanting ponsel itu ke lantai hingga hancur. Namun aku mengurungkannya. Dalam keadaan sesenggukan, aku mencari kontak Mama. Aku tidak suka dipermainkan seperti ini.
6-Juni-2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top