Chapter 6

[Chapter 8 sudah bisa kalian baca duluan di Karyakarsa. Selamat menikmati kisah menyayat hati ini, ya. Happy reading!]

Edna bisa melihat ayahnya yang menunjukkan ekspresi tidak sepenuhnya lega. Kelahiran bayi laki-laki di keluarga mereka harusnya disambut dengan suka cita. Sayangnya mereka tak bisa melakukannya, karena bayi yang Edna lahirkan tidak berasal dari hubungan resmi. Bayi itu juga berasal dari pria yang tidak dalam kondisi benar untuk bertanggung jawab. Dean sudah menikahi Jena, dan tidak ada kata berpisah jika berhadapan dengan Ayah Edna. Jika Dean dan Jena berpisah, maka kesempatan Dean akan semakin buruk untuk bisa melihat putranya.

"Jangan mencarinya lagi," ucap Anthony.

"Ayah, aku tidak pernah mencarinya. Aku tidak sebodoh itu untuk mencarinya karena kamu memiliki cerita."

"Bagus kalau kamu menyadari itu. Dean Ezra hanya akan membuat kamu terlibat dalam masalah besar. Keluarga ini ... sudah lebih dari hancur. Ayah tidak akan membiarkan kamu lebih hancur karena pria itu."

Edna mengangguk pelan, membiarkan bayinya istirahat di ranjangnya sendiri.

"Maafkan Edna karena terperangkap olehnya, Ayah."

Anthony Sanjana menggelengkan kepala tegas. "Kamu tidak bersalah, dia sendiri yang melemparkan kamu keluar dari hidupnya. Jika sedari awal dia tidak bodoh memutuskan pilihan, dia tidak akan kehilangan dan memperumit segalanya."

Dari awal memang Dean-lah yang membuat rumit keadaan. Jika cinta kenapa harus saling tak percaya? Namun, Edna menyadari kesalahannya. Masuk dalam perangkap cinta main-main yang Dean punya, semua itu awal dari kerumitan ini bermula.

"Edna, aku sudah menyiapkan rencana untukmu. Perusahaan utama boleh saja digenggam oleh Brayden sekarang. Dia berhasil menggeser posisimu. Tapi masih ada perusahaan yang akan menjadi besar bila kamu bersedia memimpinnya."

"Ayah, memimpin perusahaan tidaklah mudah. Aku sekarang memiliki seorang anak yang harus menjadi prioritas hidupku. Kesibukan menjadi pemimpin hanya akan membuat anakku kehilangan sosok orangtua."

Anthony menatap putrinya dengan gusar. Dia menginginkan Edna untuk kembali berjuang mengurus perusahaan yang pria itu miliki. Edna harus tetap maju, menjadi anak yang jelas membanggakan. Orang lain tidak perlu tahu bahwa Anthony selalu menomor satukan Edna. Orang lain hanya melihat sikap Anthony yang keras dan pilih kasih. Padahal, Anthony diam-diam melakukan segala cara agar Edna terlindungi. Termasuk dengan menyembunyikannya jauh dari siapa saja.

"Tidak ada yang bisa aku percaya selain dirimu, Edna."

"Aku bisa bekerja, menjadi bayang-bayang pemimpin yang dilihat oleh banyak orang. Aku bisa melakukannya, Ayah. Tapi aku tidak bersedia ditempatkan sebagai pemimpin asli di depan banyak orang."

Satu-satunya cara agar semua itu bisa dilakukan adalah dengan menempatkan pemimpin lain. Namun, Edna yang akan menggerakan seluruh isi perusahaan. Menjadi senjata yang tidak mudah ditembus. Dan pada siapa Anthony bisa melakukan itu?

"Kamu harus menikah kalau begitu. Pilihlah pria yang akan kamu kendalikan. Itu cara yang paling tepat."

Edna tidak suka dengan gagasan menikah. Dia sudah lelah membagi hati dan ingin fokus memperjuangkan bayinya. Namun, sang ayah membutuhkan Edna untuk menjaga kesuksesan Sanjana. Sebegitu besarnya rasa percaya Anthony hingga tak mau jika bukan putrinya yang bergerak. Edna jelas tak mau menyiakan kepercayaan itu. Tak mau membuat ayahnya semakin kecewa.

"Mason," sebut Edna.

"Mason Ragani, maksudmu?"

Edna mengangguk, dia meyakinkan sang ayah dengan perlahan. "Iya, Ayah."

"Dia ikut menjebakmu! Bagaimana mungkin aku membawa Mason Ragani yang bekerja sama dengan Brayden? Meski Brayden adalah adikmu, dia tetap memiliki sisi licik yang ingin melihatmu jatuh."

"Brayden hanya menginginkan perusahaan utama, Ayah. Dia sudah tidak peduli dengan yang lain. Dan Mason ... aku tahu dia memiliki perasaan untukku. Aku bisa memanfaatkan perasaannya. Itu lebih baik, karena Mason akan menurutiku saat aku menjadi pemimpin bayangannya."

Anthony tidak sepenuhnya lega. Dia menatap bayi yang Edna lahirkan, cucunya. Merasa cemas karena kemiripan bayi itu dengan Dean tercetak jelas. Namun, siapa yang peduli? Selama tidak ada yang mengungkapkan jati diri bayi itu, maka segalanya hanya menjadi rumor. Lagi pula, rumor semacam itu hanya bertahan beberapa saat saja. Jadi, Anthony mungkin memang harus menyeret Mason Ragani untuk menerima Edna.

***

Edna tidak merasa terkejut ketika mendapati Mason menjadi salah satu tamunya. Keberadaan Edna memang dirahasiakan, tapi ketika idenya diungkapkan kepada sang ayah, maka Mason diizinkan untuk datang menemui Edna. Mereka memang harus bicara. Banyak hal yang harus mereka rencanakan dengan baik. 

"Aku nggak pernah menyangka ayahmu akan datang dan mengatakan padaku untuk menemuimu."

"Mason, aku yang memintanya. Bukan ayahku."

Mason terlihat terkejut, tapi segera mampu menguasai ketenangannya kembali. Dia bukan pria tanpa pengalaman, meski memang keberadaan Edna mampu untuk mengusir sebagian kemampuannya untuk berpikir dengan baik. Ajakan Brayden untuk menjadi bagian dari permainan keluarga ini sudah menjadi salah satu otaknya yang tidak bisa bekerja dengan baik. Dengan iming-iming Edna akan menjadi bagian di dalamnya, Mason langsung saja terjun tanpa peduli risiko yang akan dihadapinya kelak. 

"Kali ini kamu sendiri yang mau membuatku masuk dalam drama keluarga Sanjana. Apa yang kira-kira bisa aku lakukan hingga diberikan akses sebegini pentingnya?"

Edna memberikan senyuman yang tidak membuat Mason menjadi begitu saja bahagia. Jelas kalimat Edna yang didengar Mason selanjutnya akan menjerumuskan mereka semakin dalam. Edna tidak merasa rugi atau cemas meski harus masuk dalam permainan yang jauh lebih rumit bersama Mason. Tak peduli dengan apa yang orang lain akan katakan, Edna membutuhkan Mason untuk benar-benar membatasi seseorang yang tidak diharapkannya untuk datang dalam hidupnya. 

"Menikahlah denganku, Mason."

Ketenangan Mason hilang sepenuhnya dengan ajakan menikah yang begitu menegangkan ini. Tidak ada yang perlu diragukan jika pertimbangan yang harus Mason gunakan adalah kecantikan Edna. Tidak perlu mundur jika pertimbangan yang Mason lihat adalah saham dan strata keluarga Edna. Namun, Mason harus patut takut dengan seluruh orang dibalik punggung Edna. Mereka mengincar apa yang Edna miliki, bersusah payah untuk menjatuhkan perempuan itu. Mason memang memiliki kualifikasi yang cocok dengan keluarga Sanjana, tetapi risiko yang harus Mason tanggung untuk mengakui anak Edna sebagai penerusnya akan menyebabkan banyak konflik ke depannya. 

"Harusnya ajakan ini aku sampaikan sejak awal. Dimana kamu menjadi bagian permainan Brayden. Maaf karena harus membuat kamu menunggu selama ini. Aku memang perempuan yang tidak peka. Maafkan aku, Mason."

"Kamu sangat mengerikan ketika menjadi seperti ini, Edna."

Sosok Edna yang sibuk menangis karena rasa sedih dan kecewa sempat menguasai, tepatnya saat perempuan itu disidang dan dituduh oleh banyak orang sedang mengandung bayi dari Mason. Sebenarnya tuduhan dari orang lain tidaklah penting. Justru yang membuat Edna menangis dengan perasaan teramat kecewa adalah kebodohan Dean sendiri yang mengira bahwa Edna bisa semudah dan sejauh itu mengkhianati cinta yang mereka punya. 

"Kamu sangat mengesalkan karena mau menyetujui permainan dengan Brayden, Mason."

Ucapan Mason memang hanya akan berakhir dibantah oleh Edna. Perempuan itu secara perlahan bisa mengumpulkan kembali serpihan dirinya yang tadinya patah karena tindakan Dean. Pria itu tidak lagi akan menjadi alasan bagi Edna untuk hancur sendirian. Edna akan ikut menarik Dean hancur dalam skenario ini. Skenario yang sejak awal sudah Dean pilih sendiri, baik sengaja atau pun tidak. 

"Pernikahan seperti apa yang akan kita jalani jika kamu meminta aku melakukannya?"

"Pernikahan yang normal, selayaknya pernikahan."

Mason mendengkus karena tak percaya dengan apa yang Edna ucapkan. "Bagaimana mungkin kita menjalani pernikahan normal? Apa yang kita lakukan sekarang saja sudah tidak masuk kategori normal, Edna."

"Kita akan menjalani pernikahan yang normal di kalangan kita, Mason. Kamu tahu bagaimana pernikahan di kalangan kita terbentuk? Bisnis. Formal. Penuh senyuman."

"Bagaimana dengan cinta?" tanya Mason dengan cepat. 

Untuk sejenak Edna memang berhenti untuk bicara. Dia tidak mau salah mengucapkan jawaban. Sebab Mason pasti akan mampu menggunakan balasannya yang terkesan asal suatu saat nanti. Entah kapan, tapi pasti terjadi dan akan Mason ingat dengan baik. 

"Aku pernah merasakan kecewa yang luar biasa karena dengan bodohnya jatuh cinta pada pria yang salah. Aku tidak banyak berharap mengenai cinta. Jika memang kita ditakdirkan memiliki salah satunya, kenapa tidak? Kita akan lebih sering bersama, berada di rumah yang sama. Kemungkinan untuk jatuh cinta bukan hal yang mustahil meski agak sulit untuk terjadi dalam waktu dekat."

Edna menikmati tatapan yang Mason berikan. Tentu saja bukan tatapan yang mampu membuat Edna merasa bahagia. Mason menunjukkan betapa mirisnya pria itu dengan jawaban yang Edna sampaikan. 

"Maafkan aku jika jawabanku melukai--"

"Tidak, tidak. Aku hanya bertanya-tanya apa pria itu memang benar-benar memiliki kemampuan sebesar itu untuk mengambil alih sepenuhnya hatimu?"

"Mason, aku bukan malaikat yang tidak memiliki emosi. Aku sama seperti kebanyakan wanita yang pasti akan luluh juga jika ada usaha yang dilakukan terus-menerus, intens, dan luar biasa memabukkan. Aku bisa menjadi bodoh, dan mungkin juga akan seperti itu juga kamu bisa menggunakan kesempatan ini dengan baik."

Edna tidak tahu apakah itu akan terjadi atau tidak. Sebab hati yang sudah dipatahkan dengan kuat mungkin tidak akan memberikan reaksi yang sama seperti momen pertama. Sejauh ini, yang Edna inginkan adalah memiliki tameng untuk tidak dikaitkan dengan Dean ketika membuka langkahnya di dunia luar lagi. Memiliki tameng untuk anaknya yang tidak akan dipertanyakan siapa ayahnya saat dibawa kemana-mana. Dan yang pasti adalah membuat keluarga dari istri ayahnya tidak cemas dengan status single dan bayi yang kemungkinan akan dikorek oleh rekan bisnis serta keluarga besar. 

"Aku mau melakukannya, jika kamu berjanji tidak menutup pintu apa pun di hatimu, Edna. Kita menikah dengan normal dengan aku yang akan tetap menjadi pemimpin di dalamnya."

Edna tersenyum dan mengangguk dengan patuh. "Itu adalah bentuk pernikahan yang ingin aku coba jika pasanganku menghendakinya."

 Mereka akan benar-benar melakukannya. Memulai langkah baru yang akan menggemparkan dunia sekeliling mereka. Membuat ikatan paling rumit, dan tidak akan pernah benar-benar mendapatkan dukungan sepenuhnya. Sebab inilah hidup, tidak ada kesempurnaan di dalamnya. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top