Chapter 5
[Chapter 7 sudah bisa klaian baca duluan di Karyakarsa kataromchick. Mari kita saksikan kerumitan hubungan Edna dan Dean. Happy reading ❤️]
Pada bulan persalinan, Edna mendapatkan privasi khusus. Benar-benar khusus karena ayah Edna melarang siapa pun untuk masuk, kecuali pihak profesional yang dibawa ke rumah itu. Edna tahu dirinya kuat, bayinya juga. Sebab proses persalinan dilakukan dengan normal. Tentu saja persalinan normal tidak berarti tak ada kendala. Waktu yang dilalui oleh Edna begitu panjang. Dia harus siap dengan semua ini. Siap dengan kemungkinan merasakan sakit luar biasa selama berjam-jam.
“Apa perlu tindakan operasi?” tanya ayah Edna.
Dari tempat tidur, Edna menatap ayahnya dengan lemas. Dia tahu bahwa ini adalah risiko yang harus dihadapi jika dia siap menjadi seorang ibu. Menghadapi momen ini sendirian bukan hal yang mustahil. Tidak, tidak. Edna tidak sendirian. Ada ayahnya di sini, menemani dengan wajah yang sama cemasnya.
“Ayah,” panggil Edna.
“Iya, Edna. Ayah di sini.”
“Edna bisa.”
Pria tua itu mengangguk. “Iya, Ayah tahu kamu bisa. Kamu putri Ayah yang kuat. Kamu putri Ayah yang hebat.”
Kasih sayang ini tidak pernah ditunjukkan ayahnya di depan orang lain. Menurut pria itu, jika orang lain tahu sedalam apa kasih sayang yang dimiliki untuk Edna, itu hanya akan membahayakan putrinya saja. Sang ayah tahu, banyak pihak yang tak suka jika Edna menjadi pilihan terbaik sebagai pemimpin. Untuk itulah, untuk meredam lebih banyak konflik, lebih baik Edna disembunyikan di rumah yang jauh dari hiruk pikuk kota.
“Edna mau tetap di sini, Ayah.”
Pria itu mengangguk lagi. “Iya, iya. Tapi kalau tidak ada perkembangan, kita harus ke rumah sakit.”
Edna tidak menjawab. Dia membiarkan sang ayah untuk menunggu meski sangat cemas.
Mereka memang harus menunggu. Memantau jalan lahir Edna yang bagusnya memang terus bertambah. Ada jeda di mana Edna memang harus mengisi tenaga, menyiapkan diri. Meski tak nyaman untuk mengunyah bahkan minum. Hingga malam hari, dorongan itu semakin intens terasa.
“Edna!”
Wajah Dean terlihat di pintu kamarnya. Ke mana ayah? Bagaimana bisa Dean memasuki kamar Edna? Harusnya pria itu tidak diizinkan masuk.
“Kenapa kamu bisa di sini?” Edna susah payah bertanya.
Dean berlutut di lantai, memastikan dirinya akan menemani selama proses persalinan. Pria itu menunjukkan raut lelah, tapi tak bisa menyembunyikan kelegaan di hadapan Edna.
“Aku menunggu sejak tadi pagi. Aku nggak sengaja mendengar telepon ayah kamu. Kamu melahirkan hari ini.”
“Dan harusnya kamu tetap diam!”
Dean menggelengkan kepalanya kuat. “Tidak bisa. Bagaimana mungkin aku diam, Edna? Kamu sedang berjuang untuk anak kita.”
Mengatur napasnya, Edna merasakan sakit luar biasa hingga tanpa diminta dia mengejan. Dengan dorongan alami yang datang, semua pihak mulai bekerja. Membantu Edna yang memiliki keinginan kuat untuk melahirkan bayinya. Setiap kali mengambil napas, Edna membiarkan Dean menggenggam tangannya. Dalam situasi ini Edna tidak bisa lagi mendorong, dia meremas tangan Dean kuat, menyalurkan kesakitannya.
“Kamu hanya menyulitkan kami, Dean ... kamu hanya menyulitkan—”
Edna tidak melanjutkan kalimatnya, mulai mengejan kuat dan mendengar ucapan, “Kepalanya sudah terlihat.”
Semangat Edna terpacu, dia mendapatkan kekuatan yang bagus ketika tak sabar bertemu bayinya. Dalam satu kali dorongan, bayi itu diangkat dengan baik dan langsung diatasi untuk didengar tangisan kerasnya.
Setelah mendengar kerasnya tangisan bayi, Edna tidak tahu apa yang dilakukan untuk bagian bawahnya. Namun, tatapannya yang lemah terarah pada Dean.
“Kamu tidak akan bisa memiliki kami, kamu akan selamanya hanya bisa melihat dari jauh. Itu hukumanmu, Dean.”
***
Dean melihatnya. Putra yang dia tidak sangka akan lahir ditengah kekacauan hidupnya. Ya, lagi-lagi memang semua akibat ulah Dean sendiri. Kacaunya hidup yang dirinya alami bukan salah siapa pun, tapi diri pria itu sendiri.
“Waktumu hanya hingga Edna terbangun. Jangan hanya menggunakannya untuk menatap anak itu, karena ini satu-satunya kesempatan yang kamu miliki.”
Ayah Edna bukan orang jahat. Dia memang semula melarang keras Dean untuk masuk dan melihat keadaan Edna. Namun, akhirnya memberikan kesempatan juga. Bahkan Dean bisa menatap bayinya yang baru lahir.
“Ayah—”
“Tidak. Jangan katakan apa pun selain ucapan terima kasih. Kamu tidak akan mendapatkan apa pun lagi setelah ini. Jalani pernikahanmu dengan Jena, dan menjauhlah dari Edna.”
“Saya ayah dari anak ini. Saya adalah pihak yang sudah seharusnya bertanggung jawab untuk putra saya sendiri.”
Ayah Edna menatap masih dengan tatapan angkuhnya. Kehidupan membuat gurat di wajah pria itu menjadi pandai menutupi emosi. Hingga Dean tak tahu apa yang sebenarnya mertuanya itu akan lakukan.
“Selama aku masih hidup, tanggung jawab itu tidak akan penting. Jika nanti aku mati pun, Edna sudah tahu bagaimana cara melindungi dirinya sendiri. Kamu hanya sedang menyangkal keadaan, bahwa keberadaanmu tak dibutuhkan oleh Edna dan cucuku.”
Ucapan itu menekan kepercayaan diri Dean dengan keras. Pria yang mengenal Edna dengan sangat baik itu jelas sedang meremehkan Dean. Namun, bisa apa? Dean sekarang yang sedang dalam kondisi tertekan. Dia yang sedang dalam posisi harus memohon, jika perlu bertekuk lutut agar mendapatkan lebih banyak kesempatan terbuka.
Keheningan sesaat itu diisi oleh tangisan bayi belum bernama itu. Dean ingin memberikan nama, tapi mertuanya jelas melarang keras. Jika diberikan nama, Dean juga tidak diizinkan untuk mengetahuinya dengan mudah.
“Sshh, Son. Tenang, Papa di sini.”
Gendongan Dean tidak dilarang sama sekali. Mertuanya hanya melihat, mengamati apa yang Dean lakukan.
“Suatu saat nanti, kamu tidak akan saya izinkan untuk menyebutkan diri sebagai papanya. Kalau kamu nekat melakukannya, saya akan memastikan bukan hanya kamu yang merasakan kehancuran, tapi juga Edna.”
Bayi dalam dekapan Dean perlahan tenang, tapi tidak dengan Dean sendiri.
“Apa yang Anda pikirkan hingga bisa mengatakan hal ini? Bagaimana mungkin Anda mampu menyakiti putri Anda sendiri?”
“Saya bisa. Karena bukan saya yang akan menyakitinya secara langsung, melainkan kamu. Dari tanganmu, Edna akan tersakiti. Dan saya akan terus menggunakanmu untuk melihat kesakitan yang Edna dapatkan. Agar kamu merasakan kehancuranmu sendiri.”
Itu ancaman yang sangat menakutkan. Sangat cocok untuk menekan Dean. Sungguh tepat mengenai sasaran. Dean tidak bisa berkutik jika ancaman itu mengarah pada Edna. Jika itu adalah keluarga Dean, masih ada rasa biasa saja, masih ada ruang untuk menyelamatkannya. Namun, Edna ... bagaimana mungkin? Sebab Edna berada di bawah kendali sang ayah.
“Anda berhasil membuat saya merasa terancam,” gumam Dean.
“Bagus. Karena mulai sekarang kamu harus hati-hati melangkah. Sedikit saja kamu berusaha mendekati cucu saya sebagai papanya, kamu tahu Edna akan semakin tersakiti dan membencimu.”
Tangisan bayinya kembali terdengar, Dean mengayunkan pelan lengannya. Namun, itu tidak berhasil membuat sang bayi terdiam. Ayah Edna berjalan mendekat, meminta cucunya untuk berpindah gendongan.
“Saya bisa—”
“Berikan!” sela ayah Edna.
Dean masih ingin merasakan kebersamaan dengan bayinya. Putranya. Namun, kesempatan itu tidaklah lama. Dia harus mau mengalah dan melepaskan sang bayi untuk diberikan pada kakeknya. Sebab tak lama setelah itu, seorang perawat datang.
“Nyonya Edna sudah bangun, beliau meminta bayinya diantar ke kamarnya.”
“Ya, bawa cucu saya kepada ibunya.”
Dean bersiap untuk mengikuti, tapi langkahnya langsung dihadang oleh mertuanya.
“Pergi dari sini, waktumu sudah habis. Berhenti menemui Edna disaat aku tidak ada di sini. Jika kamu melakukannya lagi, kamu tahu konsekuensinya.”
Ya, Dean tahu. Tahu bahwa kesempatannya sangatlah tipis. Jika dia memaksa, Edna dan putranya yang akan menjadi korbannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top