Chapter 15

Yuhuu update lagi😘😘😘

Vote dulu baru komen yang bejibun🤗🤗🤗❤

"I think it's enough for today!" ucap Sayu, yang mana menguap di akhir kalimat.

"Lo habis ngeronda sampai nguap mulu?" tanya Wibawa.

Sayu nyengir. "Biasa, main Twitter. Gue lagi cari gosip. Hehe..."

"Cari gosip atau sibuk bikin thread?" tembak Wibawa sekenanya.

"Both." Sayu melebarkan cengiran kudanya. "Anyway, Kak Mil udah nggak aktif main Twitter lagi, ya? Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Aku malas aja. Bingung mau nge-tweet apa," jawab Mila beralasan. Sebenarnya Mila sudah tidak main Twitter setelah putus dari Wibawa. Dia takut mencurahkan kegalauannya di sana. Karena terakhir kali Mila menuliskan quotes galau.

"Lo juga udah nggak aktif Twitter lagi, Wib. Kalian berdua janjian?" goda Sayu.

"Males," balas Wibawa. Singkat dan padat.

"Bilang aja nggak bisa mesra-mesraan lagi sama Kak Mil makanya gitu." Sayu menjulurkan lidahnya meledek Wibawa. Temannya itu melotot tajam. Hal itu tidak lantas membuat Sayu gentar. Dia malah semakin gencar ingin menggoda Wibawa. "Banyak hal yang berhenti dilakukan sama Wibawa setelah putus dari Kak Mila, lho!" bebernya.

Mila melirik Wibawa sekilas sebelum akhirnya beralih pada Sayu. "Oh, ya?"

"Iya, salah––mmph..." Sayu tidak bisa melanjutkan kalimat yang nyaris saja dia bongkar, karena Wibawa sudah membekap mulutnya.

"Lo mau balik sekarang nggak, Mil?" tanya Wibawa, masih tetap membekap mulut Sayu. Meskipun tangan sudah dipukul berulang kali, dia tetap mengabaikan Sayu.

"Iya. Gue mau balik naik taksi. Soalnya kalo minta dijemput bakal lebih lama."

"Dijemput siapa?" tanya Wibawa.

"Sepupu gue," jawab Mila tak jujur. Dia tidak mau ada orang lain yang tahu tentang pernikahannya. Bahkan Sweety dan Sani saja tidak tahu.

"Gue antar dari pada lo pulang sendiri," tawar Wibawa, yang kemudian bangun dari tempat duduknya. Bekapannya pada mulut Sayu sudah terlepas. Namun, dia tetap melihat Sayu melempar tatapan meledek.

"Hoo... bilang aja mau pedekatan la––"

Sebelum Sayu semakin meledek, Wibawa sudah lebih cepat memotong kalimat itu. "Ayo, Mil. Kita balik sekarang."

"Ah, oke." Mila bangun dari tempat duduknya sambil menenteng tas selempang. "Sayu, aku pamit pulang, ya. Sampai ketemu lagi lusa di kampus."

"Iya, Kak. Hati-hati digigit sama anjing galak." Sayu melambaikan tangan dengan diselipi cengiran kuda khasnya. Tentu saja dia nyengir karena Wibawa memelototi seolah ingin menelan hidup-hidup.

Mila tertawa pelan. "Santai aja, nggak akan terjadi. Bye, Sayu."

"Gue cabut. Jangan ngais sampah di luar," sambung Wibawa.

Sayu berdecak kasar. "Sialan! Kampret lo!"

Wibawa mengabaikan umpatan itu dan berjalan lebih dulu. Sementara itu, Mila menyusul dari belakang.

Mereka berdua memasuki mobil sedan hitam. Sepanjang perjalanan hanya ada sunyi yang menemani. Tak ada suara musik ataupun obrolan.

"Gue sampai lupa." Wibawa mulai buka suara dikarenakan teringat sesuatu yang perlu ditanyakan. "Rumah lo masih di tempat yang sama, kan?"

Mila yang kala itu tengah diam memandangi pemandangan di luar sana dari samping jendela, tersentak karena Wibawa. "Rumah gue?"

"Iya. Gue mau nganter lo pulang. Emangnya udah pindah rumah?"

Mila baru ingat kalau Wibawa belum tahu soal dia sudah tidak serumah dengan orangtuanya karena telah menikah. Mila bisa pulang naik taksi atau minta dijemput Taro di rumah orangtuanya. Mau tidak mau Mila memberi jawaban yang tidak membocorkan apa pun.

"Nggak kok, rumah gue masih di tempat yang sama. Lo masih inget jalannya?"

"Masih kok."

Suasana kembali hening. Mila memerhatikan Wibawa sekilas. Ini terasa semakin canggung. Mila seharusnya menolak ajakan pulang Wibawa.

"Gue dengar lo balikan sama Ombak?"

Mila tersentak. "Oh, nggak. Udah putus."

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Mungkin udah nggak cocok."

"Oh, gitu. Kalo sama Gigih?"

Mila kaget mendengar pertanyaan itu. Wibawa memang tahu laki-laki yang menjadi selingkuhannya adalah Gigih, teman akrabnya sendiri. Namun, masalah itu hanya antara Mila, Wibawa, dan Gigih saja yang tahu. Bahkan Sayu ataupun teman lainnya tidak tahu apa-apa. Mila sudah tidak berhubungan dengan Gigih sejak mereka mengakhiri hubungan gila itu. Hubungan Wibawa dan Gigih renggang, tapi tidak begitu ditunjukkan.

"Gue nggak sama Gigih."

"Kenapa? Gue nggak dengar apa-apa tentang kalian. Kenapa nggak jadian? Bukannya cocok?" tanya Wibawa dengan nada agak sinis.

"Wib..." Mila menggantung kalimatnya sebentar. Dia paham ada hal yang masih belum bisa diterima Wibawa. Tindakan yang dia lakukan di masa lalu tentu masih menyakiti Wibawa sampai sekarang. Mila tahu itu. Detik berikutnya dia melanjutkan, "... gue sama Gigih nggak bisa bareng. Kita cuma sebatas... ya, lo tau. Gue minta maaf kalo ini masih membebani lo. I'm so sorry."

"Gue juga minta maaf selalu bahas itu. Lupain aja."

Mila menghela napas berat. "Gue tau ini nggak akan pernah mengobati luka di hati lo. Sekali lagi maaf."

Wibawa merasa bersalah selalu berujung membahas hal ini setiap bersama Mila. Setelah cukup lama menghilang, rupanya hati masih belum cukup pulih dari luka.

❤❤❤

"Tadi kenapa kamu balik ke rumah Mama?" Taro bertanya setelah berada di dalam mobil.

Tak seperti biasanya, Mila meminta dia menjemput di rumah orangtua Mila. Sebenarnya tidak masalah, tapi Taro heran. Karena waktu Mila latihan untuk lomba debat di rumah Sayu, dia menjemput di tempat yang sama. Meski pada hari itu kata Jamaika, istrinya ada di apartemen bersama seorang laki-laki.

"Soalnya saya mau mampir ke rumah. Ada yang mau saya ambil, Mas," jawab Mila memberi alasan.

"Ambil apa?"

"Ambil sepatu," jawab Mila asal.

"Sepatunya mana? Saya nggak lihat kamu bawa kotak sepatu."

"Sepatunya udah dibuang sama Mama. Jadinya nggak ada, deh." Mila nyengir setelah menjawab dengan penuh kebohongan. Semoga saja Taro tidak tahu.

"Oh, gitu." Taro manggut-manggut percaya. "Oh, iya. Selain berdua sama Sayu, bukannya tim debat kamu harusnya bertiga? Satu lagi siapa? Saya lupa mau nanya ini kemarin," tanyanya penasaran.

Mila menjawab, "Satu lagi Wibawa, Mas. Mahasiswa di kelas, Mas."

"Oh, dia. Pasti menang. Kalian pintar-pintar."

"Mas mengakui saya pintar?"

Taro melirik Mila sekilas. "Iya. Emangnya kamu merasa nggak pintar?"

"Ya, nggak. Takutnya Mas mengira saya tukang ngotot karena debat kemarin meladeni jawaban Wibawa." Mila berpikir demikian karena khawatir Taro menganggapnya orang yang tidak mau mengalah.

Taro tertawa kecil. Mila menatapnya dengan tatapan membingungkan, seolah sedang menunjukkan kalau dia aneh. Dengan sapuan satu tangan yang mendarat di kepala Mila, dia mengusap-usap kepala istrinya.

"Kamu pintar. Nggak hanya pintar aja, kamu punya kelebihan lain. Saya bangga punya istri seperti kamu," ucap Taro.

Setiap kali Taro mengusap kepalanya, ada sesuatu yang sulit Mila jelaskan. Rasanya hangat dan tulus. Mila menarik senyum karena tindakan itu.

"Makasih, Mas."

Taro mengusap sekali lagi kepala Mila sebelum akhirnya memindahkan tangan pada setir kemudi. Taro fokus kembali menatap jalanan. "Omong-omong, ada yang ingin saya tanyakan."

"Sebelum Mas tanya, saya mau bilang sesuatu."

"Mau bilang apa?"

Mila berdeham pelan, mengumpulkan keberanian untuk mengatakan hal yang sejujurnya soal berlatih di apartemen Wibawa.

"Sebenarnya waktu itu saya latihan di apartemen Wibawa bareng Sayu. Mas bisa jemput di rumah Sayu karena saya bareng sama Sayu supaya Mas nggak repot jemput di apartemen," jujur Mila.

Taro sempat menoleh karena terkejut, tapi ada perasaan lega pula yang menyinari hatinya.

"Apartemen Senopati itu?"

"Iya, Mas."

"Kenapa kamu nggak bilang? Kok baru ngomong?"

"Saya takut Mas marah."

"Kenapa harus marah? Kamu pergi ke sana untuk latihan, bukan untuk melakukan hal yang nggak-nggak."

Andai Taro tahu niat awal Mila datang ke sana untuk membujuk Wibawa tetap ikut lomba, mungkin jawaban Taro akan berbeda dari ini. Satu hal yang masih Mila syukuri adalah Taro tidak tahu bahwa Wibawa mantan pacarnya.

"Ya, takutnya, Mas."

"Mila," Taro menoleh pada Mila setelah lampu lalu lintas berganti menjadi merah. "Saya lebih senang kamu jujur dari pada saya tau dari orang lain. Teman saya lihat kamu keluar dari apartemen bersama laki-laki di apartemen Senopati. Kalo itu emang Wibawa dan kalian latihan, saya nggak masalah. Dengan kamu menjelaskan, saya nggak akan menuduh apa-apa."

"Teman Mas lihat?"

"Iya."

"Mungkin teman Mas lihat waktu saya mau nyusul Sayu di bawah. Dia lagi beli kopi karena Wibawa nggak stok kopi di apartemennya."

Lagi, Mila harus berbohong soal ini. Meski yang sebenarnya Sayu membeli kopi karena menunggu dia dan Wibawa membicarakan masa lalu mereka, tapi dia tidak mungkin memberitahu yang sebenarnya.

"Saya percaya sama kamu. Tapi lain kali tolong bilang. Lebih nggak enak dengar dari teman sendiri dan terkesan menuduh kamu melakukan hal yang nggak-nggak ketimbang kamu jujur apa adanya." Taro menatap serius dengan satu tangan mengusap pipi Mila.

Mila menarik senyum tipis. "Iya, Mas. Lain kali saya akan bilang."

❤❤❤

Jangan lupa vote dan komen kalian🤗🤗🤗😘❤

Dah dibilang ini si Miul kisahnya nggak menghibur kek yang lain😂 makanya aku nggak pernah kasih target karena tau, ini bukan romcom😂😂 (meski sebenernya pengen juga ini rame kayak yang lain, tapi aku tau ini bukan banyak ketawa-ketiwinya :") jadi ya sudah~~)

Follow IG & Twitter: anothermissjo

Guys mau bilang nih ye, Mila itu mamaknya bule asli. Mukanya si Mila jadi emang keliatan tua dari umurnya (soalnya Sani, Sweety mukanya muda kan). Ini castnya Mila adalah Mila versiku. Kalo kalian mau mikir si Mila itu yang muda2 atau siapa lah, terserah kalian.

Makanya aku males pake cast karena pasti ada aja nggak pas-nya😅 karena selera orang kan beda2 ye😗😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top