Chapter 12
Yuhuuuu! Update😍😍
Jangan lupa vote dan komen yang bejibunnn😘😘🤗❤
Just for info aja, cerita Mila lebih berat dari seri lainnya hehe yang lain masih ringan, kalo Mila lebih realistis~~
•
•
"Mil, tolong jangan debat. Gue pusing kalo lo sama Pak Taro debat," bisik Elvi.
Hari ini Mila bertemu dengan suaminya di kelas. Mila sudah mempersiapkan diri untuk mengeluarkan argumen terbaiknya. Semoga saja Mila tidak khilaf dan meladeni Taro yang mungkin saja membalas argumennya.
"Tergantung," balas Mila.
"Duh, jangan debat. Gue pukul sih," gerutu Elvi.
Mila tak menanggapi lagi karena Taro sudah mengambil kertas absen manual.
"Kalian udah mempelajari materi dari saya, kan?" Taro mulai bersuara setelah membiarkan mahasiswa dan mahasiswinya diam ataupun mengobrol pelan. "Karena kalian udah belajar, siapa yang mau mulai duluan? Kalau nggak ada, saya panggil secara acak."
Mila mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Selain Mila ada Wibawa yang juga menaikkan tangannya.
"Dua orang pinter pasti ngajuin diri lah," gumam Elvi.
"Oke, boleh dimulai dari Mila. Silahkan berdiri dan bicara yang lantang supaya yang lain dengar," ucap Taro.
Mila terbiasa menjadi spotlight di kelas jadi tidak ada rasa gugup sama sekali. Mila sangat percaya diri dengan kemampuannya sehingga dia tidak akan merasa takut jika harus melihat teman-teman di kelas dan bicara dengan lantang.
"Menurut saya kasus yang Bapak berikan mengenai Esti dan Yoyo, saya akan mengatakan bahwa Esti nggak bersalah. Kenapa? Waktu Yoyo meninggal karena keracunan, nggak ada bukti konkret yang bisa menunjukkan bahwa Esti salah. Rekaman CCTV nggak bisa membuktikan bahwa Esti lah pelakunya. Dalam hukum pidana, kita harus punya bukti yang kuat. Selain rekaman, nggak ada bukti lain yang bisa mengaitkan Esti dengan kematian Yoyo. Dalam pasal 183 KUHAP mengatur tentang hakim yang tidak bisa menjatuhkan pidana pada seorang, kecuali ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan atasnyamemperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwaterdakwalah yang bersalah melakukannya. Sekian dari saya." Mila menyuarakan dengan lantang dan penuh percaya diri.
Semua yang ada di kelas bertepuk tangan. Mereka terkagum-kagum dengan Mila. Lagi pula junior mana yang tidak mengenal Mila, si pintar kesayangan para dosen? Tentu tidak ada. Semuanya kenal.
"Oke, makasih Mila." Taro mencoba menahan senyumnya melihat sang istri. Bangga? Tentu saja. Taro bangga punya istri seperti Mila.
"Kalau begitu lanjut, Wibawa," ucap Taro.
"Berbeda dengan Mila, saya akan mengatakan Esti bersalah." Wibawa melihat Mila sekilas, lalu fokus melihat teman-teman di kelas. "Saya mengatakan ini karena ada beberapa hal janggal. Satu, Esti tau kalo suaminya diracuni saat ditanyai polisi. Padahal polisi belum dikasih tau hasil autopsi. Kedua, Esti dan Yoyo akan bercerai karena Esti selingkuh. Ketiga, Esti sempat mengancam akan membunuh suaminya kalo dia nggak dikasih harta sama sekali. Soalnya sebelum menikah mereka membuat prenuptial agreement," lanjut Wibawa.
"Tapi itu nggak bisa dijadikan patokan kalo Esti bersalah," balas Mila.
"Iya, betul. Tapi dua alasan terakhir bisa menjadi motif Esti membunuh suaminya. Coba pikir, siapa sih yang nggak mau harta? Yoyo punya kekayaan yang luar biasa. Dan terkadang cinta itu bisa membutakan seseorang. Kalo udah dibutakan cinta, bisa melakukan apa saja. Contohnya selingkuh dan paling fatalnya membunuh." Wibawa menatap Mila tanpa takut.
"Selain itu, dari mana Esti tau suaminya diracuni? Sementara autopsi belum selesai. Lain cerita kalo Esti cenayang. Masalahnya Esti bukan cenayang. Dia hanya pebisnis biasa yang-katanya-mencintai-suaminya. Di kertas itu dijelaskan bahwa Esti meminta suaminya nggak pergi main golf pada hari kematiannya dan menghabiskan waktu di rumah. Ini bukan sebatas kebetulan karena Esti nggak pernah meminta hal itu selama pernikahan mereka. Bukannya ini udah direncanakan? Jadi menurut saya Esti bisa dikenakan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," lanjut Wibawa dengan nada lantang dan sama percaya dirinya dengan Mila.
Taro mengamati sekilas Mila yang tampak kesal. Dia yakin Mila ingin menyanggah semua hal yang dikatakan Wibawa, tapi Mila kehabisan siasatnya. Ternyata menyenangkan juga dapat melihat Mila kesal dan memiliki lawan yang seimbang.
"Oh, iya. Ada penyataan yang menyatakan bahwa Esti ingin bercerai karena Yoyo sering melakukan KDRT. Alasan selingkuh itu dikatakan oleh Yoyo sebelum meninggal melalui pengacaranya. Tapi Esti mengatakan suaminya kasar. Di sana pun tertulis Yoyo arogan dan sering mengomeli karyawan di rumah. Bisa aja pegawai di rumah yang melakukan itu. Jawaban Esti soal memberitahu suaminya diracun karena dia lihat mulut suaminya berbusa. Siapa pun pasti akan langsung mengira itu disebabkan oleh racun. Jadi wajar Esti mengatakan hal itu pada polisi. Mengancam soal harta nggak bisa menjadikan dia seorang tersangka. Siapa pun kalo kesal pasti bisa bersumpah atau mengancam orang." Mila berucap dengan lantang demi memperkuat argumen miliknya dan menjatuhkan Wibawa.
"Terus gimana menjelaskan alibi Esti yang nggak konsisten di hari kematian suaminya? Ada banyak kalimat yang inkonsisten," balas Wibawa tak mau kalah.
"Ya, Tuhan... Mila, jangan debat dong. Mau sama Pak Taro atau Wibawa. Please... otak kosong ini meronta-ronta nggak kuat," gerutu Elvi.
Taro berdeham kencang dan buru-buru menyela sebelum waktu dihabiskan dua orang itu untuk berdebat. "Oke, terima kasih atas argumen kalian masing-masing, Mila dan Wibawa. Saya nggak akan bilang A benar atau B salah. Saya hanya mau mendengar argumen terbaik kalian untuk kasus yang udah saya berikan. Kalian boleh duduk kembali."
Mila menoleh ke belakang memandangi Wibawa dengan tatapan kesal. Mila merasa terancam berada di kelas yang sama dengan Wibawa. Mantannya itu sangat pintar. Mila sering menjadi teman debatnya waktu Wibawa sedang belajar.
"Mil, cukup. Jangan pelototin Wibawa. Itu anak emang pinter," bisik Elvi.
Mila berdecak. "Emangnya dia doang yang pinter."
"Iya, lo juga pinter, Mil. Tapi jawaban dia ada benarnya juga," komentar Elvi.
"Jadi menurut lo dia bener?" Mila bertanya dengan suara yang kencang, tidak sadar kalau keadaan kelas sedang sunyi. Suara kencangnya berhasil mengalihkan pandangan orang-orang di kelas dan memerhatikan Mila dalam sekejap.
"Mil, pelanin suara lo. Dilihatin tuh," kata Elvi seraya menunjuk sekelilingnya dengan gerakan mata.
Sadar menjadi tontonan satu kelas, Mila langsung pura-pura menulis. Beberapa orang sudah tidak memerhatikan setelah Elvi memelototi mereka.
Taro yang mendengar suara Mila langsung mengerti kalau istrinya kesal karena Elvi membela Wibawa. Tak disangka mengajar Mila bisa menyenangkan. Taro dapat melihat sisi lain Mila saat di kelas. Taro menahan senyum dan tawa meskipun sangat ingin menunjukkannya ketika melihat sikap Mila.
"Kalau gitu kita lanjutkan lagi, ya. Siapa lagi yang mau duluan?" tanya Taro.
Perkuliahan terus berjalan dengan lancar. Semuanya menunjukkan wajah semangat setelah mendengar Mila dan Wibawa. Suasana kelas pun menjadi lebih riuh diisi tepuk tangan pada mahasiwa ataupun mahasiswi yang berani menyuarakan argumen mereka sebelum ditunjuk.
❤❤❤
Mila duduk menemani Sani di lapangan voli. Sweety tidak ikut karena masih ada kelas.
"San, menurut lo. Apa yang nggak bisa dimaafin dalam persahabatan?" mulai Mila.
"Bohong." Sani menjawab dengan singkat. Pandangannya tetap memerhatikan laki-laki tampan di lapangan. "Aduh, Narayang ganteng banget. Capek lihat dia lap keringat gitu. Makin kece."
"Kalo gue atau Sweety bohong sama lo, apa lo bakal marah?" tanya Mila lagi.
"Tergantung. Kalo bohongnya masih bisa dimaafin, ya marahnya nggak bakal sampai lama. Tapi kalo fatal, gue musuhin. Kayaknya sih gitu." Sani tetap melihat ke lapangan saat menjawab pertanyaan Mila.
"Fatal kayak gimana?"
"Mungkin soal hal penting? Ya, pokoknya hal yang bikin ngamuk deh."
Mila manggut-manggut. Belum bertanya lagi, Mila mendengar Sani menambahkan kata-katanya. "Lo tau Sweety, kan? Dia paling anti dibohongin. Lo tau, kan, dia mutusin kakak gue cuma karena bohongin dia. Bisa jadi kalo kebohongannya fatal, Sweety bakal marah semarah-marahnya orang yang nggak pernah marah."
Mila meneguk air liurnya. Benar juga. Dia tidak pernah sampai kepikiran tentang Sweety. Hubungan pertemannya dengan Sweety dan Sani tidak pernah diliputi masalah besar yang menyebabkan mereka bertengkar hebat atau bubar. Tidak pernah. Mila ragu jika nanti dia jujur tentang Taro, apakah keduanya akan tetap memahami dan memaklumi kebohongan itu?
"Oh, iya, sih." Hanya itu yang Mila ucapkan. Sedikit banyak dia merasa bersyukur karena Sani hanya fokus dengan laki-laki tampan di lapangan jadi tidak bertanya lebih jauh.
"Omong-omong, Mil. Wibawa pernah sekali ngehubungin gue nanyain lo." Sani memberitahu.
"Hubungin lo? Kapan?"
"Mungkin dua bulan lalu? Gue lupa. Dia cuma nanyain kabar lo sih. Dia bilang jangan kasih tau lo. Gue rasa ada hal yang mau dia bicarain berdua."
"Oh, gitu. Makasih, San."
Sani mulai memiringkan posisi duduknya dan menatap Mila dengan serius. Sani sudah tidak tertarik memandangi lapangan karena ingin mendengar jawaban Mila. "Coba jawab deh, Mil. Selama ini gue sama Sweety nggak pernah tau kenapa lo dan Wibawa putus. Kalian pasangan yang paling serasi. Gue sendiri lebih mendukung lo sama Wibawa dari pada Ombak. Setelah tau kalian putus, gue kaget."
Mila tahu akan ada saatnya Sani dan Sweety penasaran. Sahabat-sahabatnya bukan tipe yang mau tahu urusan orang. Kalau memang dia tidak cerita, maka mereka tidak memaksa atau sampai mengusiknya berulang kali. Sani dan Sweety selalu mendukungnya meskipun tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu.
"Uhm... itu..." Mila mengambil napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan. Sani menatapnya dengan tatapan tak sabar dan penasaran. Setelah merasa keberaniannya terkumpul, Mila melanjutkan, "... itu... gue selingkuh."
"HAH?!" Sani memekik kencang sampai beberapa orang di sekitar mereka menoleh.
Mila sudah menduga reaksi Sani akan seperti ini. Kalau Sweety tahu reaksinya akan sama. Mila siap dihujat ataupun dikata-katai yang tidak menyenangkan. Mila tahu tindakannya sangat keterlaluan.
"Nggak apa-apa lo mau menghakimi gue atau gimana. Gue emang salah," ucap Mila.
"Kenapa lo melakukan itu, Mil? Yang gue tau Mila setia. Kenapa tiba-tiba selingkuh?"
"Ada beberapa hal yang membuat gue melakukan itu. Bukan karena udah niat, tapi gue nggak sengaja melakukan itu. Pokoknya... ya, begitu. Intinya apa pun itu alasannya, gue emang salah."
Sani menggamit kedua tangan Mila dan menggenggamnya dengan erat. Sambil memandangi Mila yang memasang wajah merasa bersalah, dia berkata, "Gue nggak akan maksa lo udah cerita alasan-alasan itu kalo lo nggak mau cerita. Nggak apa-apa. Kalo lo udah siap cerita, lo bisa cerita sama gue ataupun Sweety. Kita nggak akan menghakimi lo. Setiap cerita punya dua sisi, kan? Jadi, nggak apa-apa nggak cerita sekarang."
"Sani..." Mila merasa semakin bersalah. Dia ingin menceritakan semuanya, tapi tidak bisa. Bibirnya tertahan seolah menyuruh dia merahasiakan saja.
"Terkadang gue dan Sweety merasa sulit menjangkau lo. Kita berdua merasa ada banyak rahasia yang belum bisa lo ceritain. Meski begitu, kita berdua tetap percaya lo akan cerita pada saat yang tepat. Jadi nggak apa-apa kok, Mil. Gue senang lo udah kasih tau kenapa putus sama Wibawa. Seenggaknya nggak menjadi misteri lagi." Sani menyelipkan sedikit kekehan di akhir supaya tidak membebani Mila karena ucapannya.
"Sani, makasih." Mila langsung memeluk Sani. "Gue pasti akan cerita," bisiknya pelan.
"Iya, Mila, iya. Gue tunggu ceritanya."
❤❤❤
Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘😘🤗❤
Follow IG: anothermissjo
Anyway, aku mau info kalau visual Pak Taro berubah XD wkwk soalnya aku merasa kurang pas aja hehe aku akhirnya memutuskan pakai visual ini untuk menjadi Pak Taro >_<
Di bagian campus series udah aku ubah kok hehe di beberapa chapternya udah ku ganti juga fotonya wkwk :3
Yang ini lebih "Taro" banget XD wwkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top