Chapter 10
Yuhuuu! Update lagi😍😍😍🤗❤
Jangan lupa vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya🤗🤗🤗🤗😘
•
•
Mila tidak bisa kerja kelompok dengan tenang karena kepikiran Taro sakit. Setelah selesai kerja kelompok, dia buru-buru pulang dan membatalkan janjinya dengan Sweety dan Sani. Niatnya ingin pergi belanja bertiga, tapi Mila tidak mungkin senang-senang di saat suaminya sakit.
Saat ini Mila berada di dalam kamar menjaga Taro yang tertidur lelap. Demam suaminya sudah turun setelah minum obat. Dokter khusus keluarga Wirawan sudah memberikan resep dan memeriksa kondisi Taro. Dari yang Mila dengar melalui Lisa, suaminya hanya kelelahan. Selama Mila kerja kelompok, Lisa yang merawat Taro. Beberapa kali Kilau datang menghampiri kamar Taro. Wajah Kilau selalu sedih dan akhirnya dihibur Lisa untuk bermain sesuatu yang lebih menyenangkan.
"Mila?"
Mila menoleh pada ambang pintu yang terbuka. Di sana ada Lisa yang menyunggingkan senyum.
"Ya, Ma?"
"Ayo, makan siang dulu. Tinggalin aja dulu Taro. Dia lagi istirahat," ajak Lisa.
"Oke, Ma." Mila mendaratkan punggung tangannya pada kening Taro, memastikan demam tak lagi muncul. Begitu sudah mengetahui suhu tubuh suaminya, Mila merapikan selimut Taro. "Cepat sembuh, Mas."
Mila bergegas menyusul Lisa yang sudah lebih dulu meninggalkan kamarnya. Tiba di ruang makan, Mila terkejut dengan kehadiran laki-laki yang belum dia kenal. Laki-laki itu memangku Kilau dan bermain dengannya.
"Oh, iya, Mama sampai lupa." Lisa masih berdiri dan kemudian menepuk pundak laki-laki yang duduk di sampingnya. "Ini namanya Rody Natawijaya, pacarnya Mama."
"Hai, Om--uhm... maksudnya Kak Rody," sapa Mila canggung. Bagaimana dia harus memanggil pacar dari ibunya Taro itu? Ini benar-benar di luar dugaannya bertemu dengan pacar ibu mertuanya.
Laki-laki berparas tampan itu tertawa kecil. "Panggil Om aja nggak apa-apa."
"Baik, Om. Salam kenal. Saya Mila." Mila tersenyum canggung.
"Salam kenal juga, Mila. Senang bertemu dengan kamu." Rody mengubah tawanya menjadi senyum manis.
"Ayo, duduk, Mil," suruh Lisa.
"Iya, Ma." Mila duduk di tempatnya sambil tetap memerhatikan kebersamaan Lisa dan Rody di depannya. Seperti potret keluarga bahagia saat bersama Kilau, ketiganya tertawa dan bercanda bersama. Mila lebih memilih diam karena merasa semua ini masih canggung untuknya.
Jadi Rody ini laki-laki yang bersahabat dengan kakaknya Taro, namanya Lioness. Yang Mila tahu Lioness bekerja sebagai lawyer. Entah apa pekerjaan Rody ini.
Jika dipikir kembali Mila merasa kasihan pada Taro. Hidup dalam keluarga yang seperti ini pasti menyiksa Taro. Bisa saja Taro malu makanya tidak mau memberitahu sebelumnya. Meski akhirnya Taro memberitahu, tapi dia tidak dapat memahami bagaimana perasaan Taro melihat ibunya bersama laki-laki lain selain ayahnya. Begitu sebaliknya.
"Oh, ya, Sayang. Mila ini mau jadi jaksa, lho! Mungkin kamu bisa kasih kiat-kiat untuk dia." Lisa menunjuk menantunya yang tengah melahap makan siang.
"Mil, Om Rody ini kerjanya sebagai jaksa penuntut umum. Kalo mau mempelajari hal-hal di pengadilan, kamu bisa tanya Om Rody," lanjut Lisa.
Akhirnya Mila tahu profesi Rody. Mengangguk pelan dan memamerkan senyum, Mila menjawab, "Iya, Ma. Makasih. Mungkin nanti aku tanya."
"Oh, Mila mau jadi jaksa?" tanya Rody.
Mila menjawab pelan. "Iya, Om. Niatnya begitu."
"Berarti pas nanti kejaksaan buka lowongan, kamu ikut tes aja. Om yakin kamu lolos. Kamu bisa beli bukunya dan pelajari aja. Kalo bingung, kamu bisa tanya sama Om."
"Tuh, Mil. Lumayan, kan, kamu bisa nanya-nanya." Lisa mengusap pundak Rody. Laki-laki itu tersenyum padanya. "Pokoknya jangan sungkan tanya sama Om Rody. Soalnya Om Rody akan nginap di sini."
Mila tidak menduga soal menginap itu. Namun, tidak ada yang bisa dia katakan. "Oke, Ma," ucapnya.
Mila kembali melahap makan siangnya. Lisa memang kelihatan bahagia saat bersama Rody ketimbang dengan ayahnya Taro. Kalau Lisa mengatakan Rody akan lebih sering mampir, itu tandanya akan sering bertemu dengan Taro? Mila tidak tahu perasaan Taro kalau bertemu pacar ibunya terus-menerus. Jika itu dirinya, dia pasti akan merasa tidak nyaman.
❤❤❤
Malam tiba. Langit gelap menggantikan langit cerah. Mila sedang menyuapi suaminya. Setelah ini, dia baru akan makan makanan miliknya yang dibawakan oleh Mbak Iin.
"Mil, saya bisa makan sendiri. Kamu makan aja dulu," ucap Taro.
"Nggak apa-apa. Selesai ini saya bisa makan."
Taro tidak tahu mau mengatakan apa karena Mila terlihat tidak ingin menurutinya. Taro menikmati saja sikap Mila yang sekarang. Mila sangat hati-hati saat menyuapinya. Wajah Mila tidak jutek lagi. Wajahnya kelihatan sabar dan manis.
"Mil?"
"Hm?"
"Makasih banyak, Mil." Taro mengulas senyum tipis.
Mila yang saat itu tengah mengambil gelas berisi air putih segera menjawab, "Buat apa?"
"Makasih karena udah merawat dan menyuapi saya."
Mila menyodorkan gelasnya pada Taro sambil menyunggingkan senyum tipis. "Sama-sama, Mas."
"Omong-omong, saya dengar dari Mbak Iin kalo ada Rody? Kamu udah kenalan sama pacar Mama saya itu, kan? Mbak Iin bilang kamu udah ketemu," tanya Taro.
Detik itu pula Mila ingin menyumpal mulut Mbak Iin. Kenapa pula harus membeberkan hal semacam itu di kala suaminya sedang sakit?
Mila mengabaikan. Dia memilih mengambil obat setelah bubur sudah habis dimakan tanpa tersisa dan menyodorkan pada suaminya. "Mas minum obatnya dulu. Habis itu tidur dengan nyenyak."
Taro meminum obat yang diberikan, meneguk air putih lebih banyak karena istrinya sigap menuangkan air dari pitcher water. Setelah merasa cukup, Taro mengembalikan gelasnya pada Mila dan istrinya meletakkan di atas nakas.
"Kamu belum jawab pertanyaan saya," cecar Taro.
Mila cuma mengangguk tanpa memberi jawaban yang jelas. "Mas, mau makan apel, kan? Saya kupasin ya."
"Boleh."
Mila mengupas apel yang diambilnya dengan rapi. Dia memotongnya pelan-pelan supaya tangannya tidak tergores pisau.
"Katanya Rody nginap di sini?" tanya Taro.
"Saya nggak tau, Mas," jawab Mila. Meskipun sebenarnya dia tahu, tapi dia tidak mau memberitahu suaminya. "Kenapa Mas bahas Om Rody terus? Lebih baik istirahat aja."
"Saya nggak enak sama kamu kalo sampai benar Rody nginap di rumah ini."
"Kenapa harus nggak enak? Saya nggak masalah kok."
"Saya malu, Mil. Masa ibu saya bawa pacarnya ke rumah? Saya nggak mau nanti kamu nganggap ibu saya--"
Mila berhenti mengupas apelnya, menatap suaminya yang menunjukkan wajah lemah. "Mas, saya akan tetap menghargai Mama Lisa. Saya nggak peduli soal kehidupan pribadinya. Saya nggak berhak menghakimi apa pun yang Mama Lisa lakukan."
Taro mengusap wajahnya kasar. Suara embusan pasrah keluar dari mulutnya. Taro kesal sendiri.
"Seharusnya saya marah sama Mama dan Papa. Kalo nggak marah jadinya begini." Taro mendesah kasar. Satu tangannya memijat pelipis. Mendengar kabar Rody akan menginap, dia kesal.
Mila meletakkan pisau di atas nakas, lalu mendaratkan satu tangannya di atas tangan suaminya. Sambil mengusap punggung tangan suaminya dengan ibu jari, dia berkata, "Mas, nggak apa-apa. Jangan dipikirin. Lebih baik Mas tidur setelah makan buah. Soal Mama, anggap aja nggak ada apa-apa. Saya nggak mau Mas mikirin itu karena nggak enak sama saya."
Taro menatap Mila sebentar. Istrinya menunjukkan tatapan hangat sampai hatinya ikut menghangat. Sedih rasanya dia memiliki keluarga seperti ini. Meskipun dia sudah mendengar Mila mengatakan tidak apa-apa, tapi dia tetap kepikiran.
"Ya, udah," kata Taro akhirnya.
Mila mengusap kembali punggung tangan Taro sebelum akhirnya melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda. Mila memotong apelnya sampai menjadi beberapa bagian dan menyuapi Taro seperti sebelumnya.
Setelah Taro selesai makan buahnya sampai habis, barulah Taro merebahkan tubuhnya. Mila membantu Taro merapikan selimutnya dan mengusap kepala Taro sebagai sentuhan akhir.
"Cepat sembuh, Mas. Jangan mikirin hal yang nggak penting, ya."
Taro mengangguk pelan. Setelah itu, Mila mulai memindahkan beberapa alat makan yang sudah selesai digunakan di atas meja kopi kamar. Mila membiarkan nakas hanya diisi segelas air putih yang diberikan tutup dan obat yang dibutuhkan Taro jika sewaktu-waktu demamnya muncul lagi.
"Mil, kamu tau kenapa orangtua saya nggak cerai?"
Mila menoleh sedikit, lalu kembali fokus merapikan alat makannya supaya tidak berantakan. Setelah Taro tidur, dia akan menurunkan semuanya ke dapur.
"Kenapa, Mas?"
"Karena mereka nggak mau kehilangan hartanya." Taro tertawa pongah membayangkan alasan itu. Entah siapa yang harus disalahkan atas perjanjian konyol yang diceritakan ibunya. "Orangtua saya menikah sebatas bisnis semata. Sebelum menikah, orangtua mereka mengatakan untuk tetap mempertahankan pernikahan. Kalo nggak, semua aset, saham, atau kerjasama yang dilakukan antar keluarga akan ditarik dan dibatalkan. Papa merasa rugi kalo nanti menceraikan Mama. Secinta itu dia sama harta keluarganya Mama."
Mila berhenti sebentar. Dia baru tahu alasannya. Mila tahu ibunya Taro, Lisa Aditama adalah adik dari pemilik SONA TV, Ares Aditama. Keluarga Aditama memiliki usaha tambang, batu-bara, resort, dan lain-lain. Jika itu alasan orangtua Taro enggan bercerai, maka mereka tidak mau sampai rugi.
Mila sendiri sadar perjodohannya dengan Taro sama seperti itu--untuk melebarkan bisnis semata. Ayahnya memiliki rumah sakit dan beberapa hotel di beberapa wilayah di Indonesia. Dia yakin orangtuanya dan orangtua Taro ingin mengembangkan bisnis mereka lebih luas lagi. Tidak mungkin perjodohan ini dilakukan sebatas cuma-cuma tanpa mengambil keuntungan di dalamnya. Itulah kenapa ibunya memintanya untuk menggantikan kakaknya. Mila paham hal itu. Bisnis tetap harus berjalan. Urusan cinta pasti mereka pikir bisa menyusul.
"Jangan dibahas lagi, Mas. Lebih baik istirahat." Mila berbalik badan dan berjalan mendekati suaminya. Dia kembali duduk di samping suaminya.
"Saya jadi kepikiran. Pernikahan kita bukannya karena bisnis juga?"
"Emangnya kenapa kalo karena bisnis?"
"Seandainya satu tahun berlalu terus kamu bilang mau cerai sama orangtua. Apa mereka akan izinin?"
"Mas," Mila berpindah posisi, duduk di pinggir tempat tidur sembari mengusap kepala Taro. "Jangan dibahas. Tidur aja."
"Saya nggak mau kita seperti orangtua saya, Mil. Terperangkap dalam hal yang rumit. Saya--"
"Mas, cukup. Jangan bahas itu. Saya marah kalo Mas bahas itu lagi. Lebih baik tidur," potong Mila dengan tegas. Mila tidak mau membahas hal itu di saat Taro sakit.
"Ya, udah, saya tidur." Taro mulai memejamkan matanya. Belum ada satu menit, Taro membuka matanya kembali. "Mil?"
"Hm? Kenapa? Mau bahas itu lagi?"
"Bukan." Taro menggeleng pelan. "Boleh saya genggam tangan kamu selama tidur?"
"Boleh."
Mila menyerahkan tangannya pada Taro. Tak lama kemudian, Taro menggenggamnya dan meletakkan di atas dadanya. Selain itu, tangan Mila yang lain mengusap kepala Taro.
"Selamat tidur, Mas. Cepat sembuh." Mila mendaratkan kecupan di kening Taro.
Taro yang kala itu baru memejamkan mata tidak menduga akan diberikan hadiah yang mengejutkan. Hatinya senang. Taro menyembunyikan kegembiraannya dan menyimpannya dalam mimpi indah malam ini.
❤❤❤
Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘🤗❤
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Yuhuuuuu Om Rody setampan ini🤣🤣
Jangan iri sama Mama Lisa😛
Ini Mama Lisa😍😍😍
Ini beneran muka castnya emang kaga menua :")
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top