008: Uncomfortable Situation

Natha balik lagi~
.
Ramaikan vomment ya fellas 💜
.
Enjoy reading 🌹

008: Uncomfortable Situation

"Nanti kalo ternayata Ibu sama Bapak nggak suka sama aku gimana?" Corry memelas. "Aku nggak usah ikut aja, ya, Mas?"

Teja masih sibuk memilih barang yang hendak ia masukkan ke dalam tasnya. Kepalanya menggeleng perlahan seraya menampilkan senyuman. "Nggak mungkin, Sayang. Kan, Ibu sama Bapak yang lamar kamu buat saya. Mana mungkin nggak suka."

Setelah perayaan singkat satu bulan pernikahan keduanya, Teja menyarankan untuk berlibur akhir pekan ke Tasik-tempat orang tua Teja. Sejak saran ini muncul, Corry mati-matian menolak untuk ikut. Bukan apa, ia hanya tidak siap untuk menghadapi situasi-situasi tidak nyaman yang kemungkinan akan muncul. Meski begitu, Corry sudah membulatkan tekadnya untuk menerima pernikahan ini dengan lapang dada. Jadi, mau tidak mau, ia harus melewati fase ini.

"Oke." Corry menghela napas. "Tapi, jangan nginep di rumah Ibu sama Bapak, ya?"

Teja selesai mengepak barang-barangnya, menepuk pelan tas punggung yang kini terlihat menggembung. Matanya mengerjap polos. Untu sesaat, Corry ragu kalau umur Teja ini sudah menyentuh kepala tiga.

Corry menatap nanar Teja saat mendapati pria itu bersikap canggung. Wajahnya terlihat malu-malu. Tengkuknya ia usap seraya mengeluarkan dehaman.

"Jangan mikir macem-macem, Mas!" Corry berlalu sambil menghentak-hentakkan langkahnya.

༺...༻

Wajah Corry total tertekuk. Sesekali ia melirik ganas sang suami yang masih fokus menyetir. Terkadang, Corry sengaja mengembuskan napas dengan karas agar Teja menaruh sedikit atensi padanya.

"Bosen!" keluh Corry.

Teja melirik sekilas. Diam-diam tersenyum. "Main tebak-tebakan, gimana?"

"Ayo."

"Sepuluh pertanyaan," kata Teja cepat.

"Hah? Apanya?" suara Corry sedikit meninggi.

Teja menggumam sebentar seraya memutar setir mobil. "Kamu harus nanya sepuluh pertanyaan. Nanti saya yang jawab. Kalau kamu udah selesai, gantian. Saya yang nanya kamu."

Corry berdecih seraya mencibir 'nggak asik'. Tetapi, kalau dipikir-pikir lagi, ini bisa jadi ajang Corry mengetahui soal Teja lebih dalam lagi.

"Oke," sahut Corry tak acuh. Padahal dalam hati bersorak riang. "Mas Teja pernah ke Edinburgh Playhouse dan liat aku tampil di sana?"

"Iya. Saya liat kamu di sana. Kamu ... cantik sekali." Teja berujar dengan nada ceria meski pandangannya tidak beralih dari jalanan.

Corry memukul main-main lengan kiri suaminya. Wajahnya terlihat tersipu, tapi Corry enggan menunjukkan. Maka dari itu ia hanya mencibir perkataan suaminya.

"Kok, diam? Ayo, tanya lagi, dong," goda Teja.

Corry tidak menanggapi. Ia melihat ke arah berlawanan, mengabaikan Teja begitu saja.

"Jangan ngambek, Sayang. Saya ngomong jujur, kok. Kamu cantik sekali. Saya dibuat terpana. Buktinya, saya sampai jauh-jauh dateng ke Bogor buat lamar kamu." Kekehan gemas keluar dari bilah bibir Teja.

"Bohong," sanggah Corry. Ia bersidekap. Matanya menyipit seraya memberikan tatapan curiga pada Teja. "Aku inget banget, kok. Mas Teja waktu itu ngasih tatapan sebel. Apanya yang terpana?! Orang-orang tepuk tangan, nangis, tapi Mas cuma diem aja."

"Siapa bilang?!" Teja berseru tidak terima. "Saya begitu karena nggak tahu harus bereaksi seperti apa. Jelas saya sebal, Sayang. Kamu cantik begitu, dilihat banyak orang. Saya nggak suka."

Ada hening tercipta. Corry dibuat tersipu, tapi enggan menunjukkannya. Suara riuh jalanan terdengar saat keduanya memilih diam. Ini sudah setengah perjalanan. Corry tipikal orang yang tidak suka menyalakan radio atau musik saat perjalanan. Katanya, berisik.

"Ayo, tanya saya lagi. Barusan baru satu pertanyaan, kan?"

Corry berdeham. Ia membenarkan posisi duduknya. "Oke. Pertanyaan ke dua. Mas seneng nggak kalau aku bilang aku udah kasih tau Ellard tentang aku yang udah punya suami?"

"Eh? Apa? Serius?" Teja menatap jalanan dengan bola mata yang melebar. "Duh, jangan tanya. Saya jelas aja senang. Kamu mau hadiah apa? Ayo bilang aja, saya lagi bahagia soalnya."

Corry terkekeh seraya menggeleng pelan. Ia tidak menyangka bahwa hal sesederhana itu bisa membuat Teja sebegini sumringah.

༺...༻

Suasana di rumah orang tua Teja terlihat ramai. Ada beberapa mobil yang berjejer rapi, terpakir tepat di depan rumah. Teja menggenggam tangan Corry. Senyuman di wajahnya tidak juga luntur sejak Corry mengatakan bahwa pernikahannya sudah dipublikasi, meskipun itu hanya Ellard.

"Waahh penganten baru udah sampe, nih," kata Yoga, salah satu sepupu lelaki Teja yang tengah merokok di teras rumah.

"Nggak baru. Udah sebulan, kok." Teja menyahut santai.

Teja segera membawa Corry masuk. Ibu Teja langsung menyambut hangat keduanya. "Duh, mantu ibu. Sini, duduk. Eh, atau mau istirahat aja dulu? Kamar Teja udah ibu bersihin kemarin." Suara ibu terdengar lembut, mendayu tenang di rungu Corry.

"Corry mau di sini aja dulu, Bu. Masa jauh-jauh dateng malah tidur. Kan, mau ketemu ibu." Corry tersenyum seraya memnggenggam lembut kedua telapak tangan ibu mertuanya.

Teja ikut tersenyum. Pria itu jelas menikmati pemandangan saat ini, di mana istri dan ibunya terlihat begitu saling menyayangi. Awalnya, Teja sempat khawatir kalau Corry akan terlihat kaku dan canggung. Namun, kekhawatirannya hanya sia-sia. Corry jelas bisa menempatkan diri.

"Duh, ini ada dua pasangan baru. Nempel-nempel terus kaya perangko." Ini Heni, istri Yoga. Wajahnya terlihat angkuh, tidak bersahabat sama sekali.

Corry hanya tersenyum seraya mengeratkan genggamannya pada tangan Teja. Pasangan yang satunya-Ari dan Dewi-juga hanya mampu tersipu malu-malu.

"Gimana? Udah pada isi?" tanya Heni. Nada suaranya masih terdengar menyebalkan.

Ari mengacungkan ibu jarinya. Dewi terlihat malu-malu. Ia memukul main-main bahu suaminya.

"Wah, hebat. Langsung jadi, ya." Heni mengeluarkan kekehan, lalu matanya melirik ke arah Teja dan Corry. "Kalian gimana?"

Corry mendengus. Sejak awal memang ini yang ia hindari. Pertanyaan-pertanyaan bodoh yang tidak ada habisnya, kecuali saat manusi mati sepertinya. Saat berkuliah, ditanya kapan lulus. Saat lulus, ditanya kapan bekerja. Saat bekerja, ditanya kapan menikah. Saat menikah, ditanya kapan memiliki anak. Saat sudah memiiki satu anak, ditanya kapan punya yang kedua. Begitu saja sampai seterusnya.

"Kami belum ada rencana ke sana Teh Heni," jawab Teja.

"Eh? Jangan ditunda-tunda gitu, ih. Nggak baik." Kata-katanya memang bijak, tapi nada bicaranya terdengar menghakimi.

Corry hanya bisa mendengus. Dalam hati mengucap segala sumpah serapah untu istri dari sepupu suaminya tersebut.

"Kami menunda juga karena memang banyak pertimbangan, Teh. Corry masih kuliah. Karirnya di balet juga sedang bagus-bagunya. Saya, sih, nggak masalah kalau harus menunda satu atau dua tahun."

Corry langsung memandangi Teja dengan binar kagum. Kalau sudah begini, rasanya ingin mengecupi seluruh wajah suaminya itu sambil mengucap sayang banyak-banyak. Namun, hal itu tentu saja belum akan terjadi. Sejauh ini, Corry masih dalam tahap mebuka hati untuk menerima keadaan. Melakukan hal yang sebelumnya ia bayangkan, Corry rasa itu terlalu cepat, tidak sesuai rencana kehidupannya.

"Duh, umur kamu, tuh, udah seharusnya punya anak, Teja. Lagian, sibuk banget ya kamu, Corry" sinis Heni. "Padahal perempuan, kan, nantinya juga cuma harus diem-diem aja di rumah. Ngurus rumah. Ngurus anak. Ngurus suami. Katanya, makin nambah umur, makin susah punya anak. Kalo-"

"Mas Teja ngijinin aku, kok. Kenapa jadi Teh Heni yang repot?" Corry mulai angkat bicara. Nada suaranya terdengar kesal. Ada getar tertahan di setiap ucapannya. "Denger-denger, jaman sekarang bayak pasangan yang kurang berpendidikan. Aku, sih, menghindari itu. Suamiku dosen. Aku juga mau kuliahku beres. Karena sepengetahuanku, guru pertama bagi anak-anak adalah ibu mereka. Jadi, kalau ibunya aja nggak berpendidikan, gimana anak-anaknya? Memang, sih, pendidikan nggak selalu harus ditempuh secara formal sampai kuliah tinggi-tinggi. Tapi, Bundaku bilang, akan lebih baik ilmu itu didapatkan secara valid. Bukan sekedar berbekal 'katanya'."

Napas Corry memburu. Meski ia merasa berhasil membungkam Heni, ia yakin situasi tidak nyaman seperti ini akan selalu terulang. Rasa-rasanya, Corry harus menyiapkan hati dan kesabaran untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan seperti ini.

༺...༻
TBC

A/N

FYI, ini belum pernah di up sebelumnya. so, this is NEW!

jadi gimana chapter ini? Natha pribadi, sih, suka karakter Corry yg begini hihiii

Jangan lupa sampaikan kesan2 kalian soal chapter ini ya~

*DeepBow

Natha 🌹💐

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top