007: The Greatest Contentment

Mas Teja: Saya kembali! Ada yang rindu Saya? Sssttt!! Jgn kenceng2, nanti Corry denger kalau kalian rindu Saya.

.
.

007: The Greatest Contentment

Dua minggu. Ini sudah tepat empat belas hari pasca perbincangan yang keduanya lakukan pada pukul empat pagi. Corry selalu kembali tersipu saat ingat seberapa intim posisi keduanya saat itu. Teja yang mendekap erat, serta kecupan halus pada tengkuknya. Ia bahkan masih ingat bagaimana jantungnya berdebar lebih kencang saat Teja semakin mengeratkan dekapannya.

Sejauh ini, bersama dengan Teja tampaknya tidak lagi menjadi hal buruk seperti yang pernah Corry pikirkan. Ia masih bisa berkumpul dengan teman-temannya seusai kegiatan kampus. Ia bahkan tidak pernah absen untuk datang ke studio balet setiap hari Selasa dan Kamis. Terkadang, Teja malah bersedia menjemputnya-menunggu dari jarak aman agar tidak terlihat teman-teman Corry.

"Pagi." Teja menyapa dengan kecupan halus pada pelipis Corry.

Benar. Tidak ada yang salah dalam pernikahannya. Ini hanya hal baru bagi Corry. Empat minggu ini nyatanya mampu membuatnya mulai terbiasa dengan kehadiran dan segala afeksi lembut yang Teja berikan. Jadi, Corry sudah membulatkan tekad kalau hari ini ia akan memplublikasikan status barunya.

"Pagi, Mas," sahut Corry lembut.

Teja memberikan senyuman hangat sambil berjalan ke counter dapur dan duduk di atas kursi tinggi. Nasi goreng ala chef Corry sudah tersedia di sana dengan segelas air mineral hangat. Ini juga hal baru bagi Corry. Teja bilang, ia tidak suka kopi. Dibandingkan dengan teh, Teja lebih suka air hangat di pagi hari karena katanya, terkadang teh bisa membuatnya sakit perut.

"Corry, hari ini saya pulang telat. Nggak apa-apa?" Teja mengaduk nasi gorengnya hingga kepulan asap tipis keluar dari sana. "Jadi, saya nggak bisa tunggu kamu di tempat biasa kita janjian sebelum pulang. Maaf."

"Nggak apa-apa. Nanti aku bisa bareng-"

"Jangan bareng Ellard," pangkas Teja cepat.

Corry terkekeh ringan hingga membuat hidungnya berkerut lucu, juga matanya membentuk lengkungan menggemaskan.

"Iya ... iya ... astaga, aku bareng Putri, kok. Kaya biasa, aku bareng sampe depan RSUD."

Corry merasa lucu setiap kali melihat Teja menunjukkan ekspresi merajuk. Terkadang, entah sadar atau tidak, Teja suka sekali melemparkan kata-kata manis cenderung gombal. Kalau boleh jujur, itu sama sekali tidak pas dengan image Teja yang selama ini Corry tahu sebagai si kaku. Sedangkan Teja, ia selalu merasa malu sebab beranggapan bahwa rasa cemburunya ini hanya berdasarkan alasan sepele, atau bahkan tidak beralasan sama sekali. Tampaknya, akhir-akhir ini, semua tentang Corry dirasa begitu penting dan mencuri perhatian.

༺...༻

"Kamu sekelompok sama siapa buat mata kuliah Teaching Technique?" Lamunan Corry yang masih terbayang-bayang wajah Teja saat berpisah di jembatan dekat kampus tadi pagi harus buyar. Sedikit sebal sebenarnya. Ia merasa sedikit tidak rela saat lamunan tentang wajah Teja yang tersenyum bahagia pagi ini membuat Corry terpana bukan main.

Tidak ada yang salah dengan itu, 'kan?

Corry lantas memberikan gelengan kepala sebagai sahutan sebelum Tania kembali menanyakan.

"Loh? Belum cek pesan di grup kelas? Wait ... tadi aku sempet liat nama kamu." Ada jeda karena Corry membiarkan Tania menelusuri kembali pesan masuk yang mungkin sudah tertumpuk. "Ketemu! Kamu sekelompok sama Ellard and Ratna."

Mendengar nama Ellard, Corry jelas tersentak. Ia sudah janji pada diri sendiri untuk sebisa mungkin menghindari hal-hal yang berhubungan dengan Ellard. "Tan ... mau tuker kelompok?"

Tania yang mendengar pertanyaan Corry jelas terheran-heran. Ini menjadi kali pertama Corry bertingkah seperti sekarang karena biasanya ia akan dengan senang hati jika bisa satu kelompok dengan Ellard. Sudah menjadi rahasia umum kalau Ellard itu sosok mahasiswa rajin dan pintar yang menjadi idaman mahasiswi termasuk Corry, sebenarnya.

"Obviously, not. Kamu tau sendiri aku paling anti satu kelompok sama cowok. No offense, tapi Ellard sekalipun, aku ragu kalo anak cowok, tuh, bisa diajak kerja sama. Lagian, kelompok ini gak bisa diubah, Corry. Ini ditentuin sama Ma'am Anne."

"Kenapa mau tuker kelompok?"

Suara itu membuat Corry dan Tania menoleh bersamaan. Berdebar bukan main rasanya. Pasalnya, itu Ellard. Ia pasti mendengar namanya disebut-sebut sejak tadi. Ellard hanya menunjukan ekspresi bertanya, khususnya pada Corry. Namun, Corry hanya memberikan gelengan pelan serta senyum lembut yang seolah menyatakan 'gak apa-apa'.

༺...༻

Corry sedikit merengut. Gadis itu sedikit kesal karena Putri tidak jadi pulang dengannya. Siang ini cukup terik dan menaiki angkutan umum jelas akan amat sangat menyiksa.

"Corry!" Suara itu lagi-Ellard. "Mau pulang bareng? Aku juga lewat RSUD. Kata Putri-"

"It's OK, Aku pulang sendiri aja. Thanks for the offer. Bye, El." Corry sudah berbalik dan hendak melangkah pergi, namun Ellard menggapai pergelangan tangannya dan menahan Corry untuk pergi.

"Kenapa? Aku ada salah? Kamu ... menghindar? Biasanya-"

"Nothing's wrong, El." Corry menarik paksa tangannya yang berada dalam genggaman lembut Ellard. "Biasanya juga aku bareng Putri. Bareng kamu cuma karena memang ada tugas kelompok, kan? Hari ini kita nggak ada rencana ngerjain tugas. Lagi pula, suamiku nggak suka liat aku deket-deket cowok lain. Jadi ... bye?"

Tidak ada yang salah dari tiap silabel yang diucapkan Corry. Ellard jelas mendengar kelembutan pada tiap tarikan napas gadis yang setahun belakangan ini menjadi poros kehidupannya. Tetapi, apa katanya tadi?

"Su-suami?" Bola mata Ellard bergetar bingung.

Corry mengangguk seraya menunjukkan telapak tangan kanannya, di mana sebuah cincin melingkar apik pada jari manis. "Iya. Liburan semester kemarin aku nikah. Belum bilang ke yang lain. Jadi ... jangan bilang-bilang dulu, ya? Biar aku yang bilang ke temen-temen."

༺...༻

"Mas?" Corry sedikit bingung mendapati rumah yang masih gelap gulita sedang mobil milik Teja sudah terparkir apik. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul empat lebih empat puluh menit. Dahinya mengernyit bingung saat tidak mendapati entitas suaminya di sana.

Ponsel Corry juga tidak ada tanda notifikasi dari Teja. Lantas, ia memilih untuk melakukan kegiatan lain, pikirnya, mungkin Teja sedang ke perempatan untuk membeli makanan. Biasanya juga seperti itu. Namun, tidak, Teja belum juga memberi kabar bahkan saat Corry sudah menyelesaikan rutinitasnya sepulang kampus.

"Loh? Kok, masih nggak aktif nomornya?" Corry mencibir kesal ketika lagi-lagi suara operator menyambut saat ia menghubungi Teja.

Jam dinding yang ada di kamarnya bahkan sudah menunjukan pukul sepuluh lebih dua puluh menit. Pesan singkat yang ia kirim hanya mendapat warna abu-abu pada satu ceklis. Rasanya khawatir dan sedikit kecewa sebab semenjak dua minggu lalu, Corry selalu menantikan momen tiga puluh menit untuk berbicara sebelum tidur. Hari ini ia berencana bercerita banyak pada Teja, termasuk kabar bahwa ia sudah memberitahu Ellard tentang statusnya. Namun, hingga dirinya terlelap, Teja tidak juga muncul.

༺...༻

"Corry ... Sayang, hey." Corry bisa merasakan tepukan halus pada lengannya, lalu disusul usapan lembut pada pipi yang akhirnya membuat ia terjaga.

"Mas?" Mata Corry terbuka satu.

"Ayo ... saya tunggu di ruang tengah, ya."

Corry sempat mengernyit, menatap keadaan sekeliling hingga pandangannya lagi-lagi terpaku pada jam dinding. Kali ini benda itu menunjukkan pukul satu dini hari. Corry akhirnya bangun. Meski terlihat mengantuk dan enggan meninggalkan tempat tidur, ia tetap bangkit dan berjalan keluar walau langkahnya terlihat sempoyongan.

Saat keluar kamar, Corry mendapati ruang tengah yang gelap namun ada titik cahaya remang dari arah dapur yang ia pahami bahwa itu berasal dari lilin. "Mas?" ujarnya dengan suara serak.

"Nyalakan lampunya. Kamu harus berjalan ke sini sendiri, jangan sampe kesandung." Corry bisa menangkap nada jenaka serta kekehan renyah dari Teja.

Lampu menyalah, dan-

"Selamat hari satu bulan pernikahan!" Teja berujar riang dengan suaranya yang dalam. Pria itu berada di balik counter dapur dengan kue cokelat persegi yang dihiasi satu lilin.

Astaga!

Corry hanya bisa mengerjap bingung. Raut wajahnya terlihat kikuk. Ia total dibuat kehabisan kata, sebab tidak menyangka bahwa Teja akan melakukan hal seperti ini.

"Kemari. Ayo, tiup lilin bersama!"

Langkahnya ia bawa mendekat dan menuruti aba-aba yang Teja berikan agar meniup lilin bersamaan.

"Terimakasih sudah mau menerima saya sebagai suami kamu. Satu bulan ini, saya bahagia, sungguh. Melihat kamu saat membuka mata, membuat saya tidak berhenti bersyukur. Kamu bahagia terhebat yang pernah saya alami."

Tanpa sadar, Corry meneteskan air matanya. Teja memang tidak datang tepat waktu, tapi ia datang di waktu yang tepat. Tepat di saat Corry membutuhkan sandaran, dan dengan hebatnya membuat satu dari salah satu rencana kehidpan Corry terwujud dalam satu waktu; memiliki pasangan yang mencintainya dengan tulus. Dan ia mendapatkan itu dari Teja.

"Hey, kenapa menang-" Kalimat Teja tertahan saat Corry memeluknya tiba-tiba seraya membenamkan wajah pada bahunya.

"Makasih, Mas. Aku juga bahagia. Tolong ... jangan lelah buat bikin aku merasa disayangi sebegini tulus. Jangan lelah buat selalu ... bikin aku jatuh cinta."

Senyuman muncul di wajah Teja. Kalimat Corry tampaknya berhasil membuat Teja merasa tidak sia-sia setelah berjuang meminta ibu mertua untuk membantunya membuatkan kue. Corry itu picky soal makanan manis, jadi Teja meminta bantuan Bunda agar semuanya aman terkendali.

"Mas?"

"Hm?"

Corry menjauhkan tubuhnya, memandang lekat pada mata Teja dengan pandangannya yang masih berkaca.

"Apa ... ini ... saran Jojo?" Corry bertanya sambil menyipitkan matanya main-main.

"Ah, iya. Jojo bilang bulan pertama itu harus berkesan."

Corry mengangguk afirmatif seolah membenarkan dugaannya atas keterkejutan terhadap sikap Teja yang bisa dikatakan di luar nalar. "Kalau begitu, boleh titip sesuatu untuk Jojo?"

"Boleh, mau titip ap-" Teja bungkam sebab Corry mengecup bibirnya.

"Sampein titipan aku ke Jojo, ya." Corry tersenyum sambil berlalu meninggalkan Teja yang masih mematung di tempat.

Itu ciuman pertama, lebih tepatnya, kecupan pertama. Dan Teja merasa kelu sebab Corry bilang itu untuk Jojo.

"Corry ... Sayang-astaga. Saya berdebar. Bagaimana ini? Sayang! Hey, saya nggak mau kasih yang tadi buat Jojo, loh! Nggak mau pokoknya."

Satu bulan pernikahan dan semuanya bisa terlewati. Nyatanya, tidak ada yang salah dengan pernikahannya yang ia anggap tidak tepat waktu. Ini hanya datang lebih cepat. Namun, Corry merasa ia masih berada di koridor kehidupan yang tepat karena sudah menerima Teja yang nyatanya mengasihi dan menyayanginya sebegini dalam.

༺...༻

TBC

A/N

Hi, Natha is back!

Gimana, gimanaaa chap inii?? Ugh, Natha gemes waktu ngetik soal mas Teja.

Scene mana yg paling buat kamu tersentuh atau malah bikin mesem2 sndiri nih?

Btw, sorry Bru bisa update. Niatnya malah mau update Minggu depan aja karena seriously, real life lagi hectic bgt! Hiks 😭 tapiiiii sekali lagi, Mas Teja total gemesin wkwkwk jdi gak sabar buat click publish.

Ah iya, ayo ramaikan vomment 💐

*DeepBow

Natha 🌹🌷💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top