Curious?

Sosok remaja pria berusia 15 tahun membuka mata birunya, melihat-lihat daerah sekitaran yang tampak sangat asing.

Terlalu mewah.

Dirasakan adanya seseorang memeluknya, menyandarkan wajahnya pada dada boruto.

Dia tersenyum tipis pada Boruto, saat boruto beralih melihat kearahnya dengan wajahnya bingung. Dia sama tingginya dengan Boruto, namun terlihat lebih manis dan sederhana.

Warna kulit putih, khas bulan yang pucat. Rambut pendek dan berwarna biru muda indah. Saling melengkung ditelinga dan mengelilingi bagian lehernya.

Mengenakkan kimono cantik sesuatu dengan kepribadian lembutnya. Suara pelannya melantun indah membuat siapapun seketika jatuh cinta pada sosoknya yang sederhana bernuansa biru muda.

"Pagi Boruto." Sapanya.

Seseorang asing begitu indah, mengejutkan hari-hari Boruto yang baru saja kabur dari rumah. Hari-hari biasanya yang penuh dengan kebosanan.

Mulai berubah.

Biasanya Boruto selalu membuat masalah dengan ayahnya untuk sekedar mencari perhatiannya.

Membuat ibunya, dan Hina, adik kecil kesayangannya, beberapa kali khawatir dan tidak bisa tidur karenanya. Namun tidak dapat menyembuhkan rasa semu di hati Boruto. Boruto memang bersalah, namun Boruto tidak bisa lagi kembali seperti semula saat dia menerima semuanya.

Hanya menjalaninya.

"Ka-kau siapa?" Gumam Boruto dengan gelagapan, dan rambut kuningnya berantakan, turun tidak berdiri seperti biasanya.

Boruto terlihat tampan.

Ke-kenapa dia malah berada ditempat seperti ini?

Bukankah, kemarin seharusnya dia berada di hotel dan menjalani hidup dengan bahagia dan boros sesukanya?

Apa yang terjadi?!

Pria manis itu mengambil posisi duduk didepannya dan memeluk kedua lututnya diatas kasur. Mendaratkan kepalanya di atas lipatan tangannya, badan mungilnya berbalut kimono dan terlihat sangatlah cocok.

"Boruto jahat ya, kau lupa apa yang kau lakukan padaku semalaman?" Tanyanya dengan penuh ke-misteriusan.

"Eh?" Boruto mengerjapkan matanya dengan bingung, semua ekspresinya terlihat jelas.

"Perlu aku tunjukkan hasil perbuatanmu padaku kemarin, Pelanggan?" Tanyanya lagi, dengan senyuman menawan seakan menarik perhatian dalam keindahan sederhananya.

Blush!

Wajah Boruto sontak memerah, seumur hidup belum pernah dia terjebak dalam kejadian seperti ini. Rekor memalukannya! Ibu akan membunuhnya, saat tau kalau anaknya sudah melakukan perbuatan terlarang bahkan sebelum mencapai usia dewasa.

Dengan orang tidak dikenal, dan bahkan seseorang yang terlihat lembut ini! Dia pastilah yang sudah menariknya, dan mungkin melakukan, hal dewasa itu.

Glek!

Boruto meneguk ludahnya, menyadari bahwa pria yang ada didepannya ini cantik sekali.

Mungkin Boruto memang sedikit beruntung atau mungkin tidak karena menghabiskan waktu dengan salah satu dari tipe kesukaannya. Meksipun tidak dapat diduga dan mungkin tidak disengaja. Ini Kecelakaan.

Boruto sama sekali tidak ingat, ketika dia tertidur dengan terlelapnya di atas kasurnya.

Seperti biasanya ketika Boruto sedang membuat masalah. Dan memilih melarikan diri, seperti anak pubertas biasanya.

"Aku 20 tahun, tenang saja aku akan bertanggungjawab." Seru Mitsuki yang terlihat muda itu seolah tau apa yang dipikirkan oleh Boruto. Boruto memerah, dia diperlakukan seperti anak kecil dan ini akan memalukan.

Dan sialnya, dia memang masih remaja dibandingkan Mitsuki.

Meskipun mereka terlihat sama.

"Ma-maafkan aku! A--aku benar-benar tidak tau apapun." seru Boruto dengan gugup.

Srek!

Tangan lentiknya menyentuh bibir Boruto, memiringkan wajah dan melihatnya dengan pandangan biru indahnya.

"Sst, tidak apa, yang penting kau merasa senang kan?" Bisik pelan Mitsuki dengan senyuman.

Membuat Boruto semakin memerah padam dibuatnya. Ini pasti adalah salahnya!

Hanya mimpi! Pasti!

.
.
.
.
.

Cewek cantik, dengan surai hitam pendek dan kacamata tipis berwarna merahnya, memakai pakaian seksi khas bartender. Memiliki celah di paha kanannya, dia kembali mengaduk minuman enak, memabukkan dengan Drink Set Cocktail berwarna keperakan.

"Mitsuki lagi-lagi menggoda pelanggan ya?" Seru Sarada, menghela nafasnya. Lelah dengan si penggoda ulung yang lagi-lagi mencari mangsa.

Sarada dari awal tidak menyukai Mitsuki sejak kedatangannya.

Tampak jelas niatnya.

"Biarkan saja. Kau sendiri, berapa kali digoda Shikamaru? Terima aja. Hitung-hitung coba pacaran dengan cowok tampan sesekali, ya kan, Primadona?" Seru Choco, meneguk minuman beralkohol tinggi sekali teguk.

"Fuah! Enak!" Tukas Choco dengan kedua pipinya memerah, rambut coklat panjangnya pelan bergoyang, bodynya lumayan berisi dan terlihat menggoda.

Dia mengambil rokok dan mulai menikmati nikotin-nya.

Wanita cantik yang sebelumnya gemuk, Setelah mengenali dunia malam. Choco mulai menjaga tubuhnya tetap ideal, hanya untuk kesenangannya sendiri, terlepas dari hari-harinya untuk bekerja dan mengurusi anaknya.

Daripada suaminya yang terus saja bekerja, Membosankan. Lagipula ini salahnya karena meninggalkan istrinya di rumah, ini adalah bagian haknya, kan?

Selama tidak ketahuan. Tidak masalah, dia juga butuh kasih sayang dan perhatian. Daripada terus berada di rumah, Suntuk.

"Berisik Choco. Lebih baik kau berhenti terus merusak dirimu sendiri, dan pulanglah! Kau punya keluargamu sendiri!" Tukas Sarada, teman terbaik Choco, lagipula di bar ini banyak sekali laki-laki. Terutama ada Shikamaru yang menyebalkan, dan selalu mengganggunya.

Bekerja.

"Aku ingin menyenangkan diri sendiri disini." Seru Choco dengan santai, membuat Sarada memutar matanya jengah.

"Terserah." Seru Sarada, seraya mengelap Drink set, miliknya dengan kain bersih. Sebelum kembali menyajikan minuman kepada pelanggan lainnya.

.
.
.
.
.

Boruto memandangi ruangan dibalik kamarnya, ternyata ini terletak di bartender. Sepertinya Mitsuki menginap disini. Atau merupakan, pekerjanya?

Wajah Boruto memerah, jantungnya berdegup kencang saat tau kalau ia benar-benar sudah menjadi anak nakal!

Terlibat dalam sesuatu seperti ini, bukankah mendebarkan?!

Pikiran boruto sederhana dan terkadang kekanak-kanakan, tidaklah dewasa. Berpikir bahwa semuanya bisa dilakukan hanya karena Boruto masihlah remaja dan semuanya akan didukung oleh orangtuanya, orang dewasa.

Boruto terhenti saat melihat seseorang dengan perempuan lain menempel disebelahnya.

Di-dia dewasa?!

Boruto terkadang berkeinginan seperti itu. Menjadi dewasa dan bisa melakukan apa saja, tanpa perlu terikat, dan dibatasi dengan aturan-aturan yang menurutnya menyebalkan.

Sosok bersurai hitam yang diikat dengan tegas. Tatapan mata malas khasnya, dan pakaian nakal yang dibuka seenaknya. Memperlihatkan pesonanya pada wanita-wanita gatal yang menginginkan kenikmatannya.

Mereka memang cantik, namun tidak pernah sepenuhnya indah.

Terkecuali Mitsuki, bulan seribu ke-misteriusan, Shikamaru tidak akan bisa mendapatkannya.

Walaupun dia, Playboy.

"Kau target selanjutnya?" Tanya pria dewasa berusia 30 tahun itu duduk diatas kursi, meneliti Mangsa kesekian dari Mitsuki, kali ini adalah anak remaja.

"Aku?" Tanyanya bodoh.

Boruto terlihat seperti bocah ingusan yang kesenangan hanya karena dirinya mendapatkan pengalaman pertamanya dengan Mitsuki. Belum pernah sekalipun mengalami masalah di-hidupnya dan merasakan rasa bersalah.

"Jangan dibohongi, Mitsuki." Seru Shikamaru, melonggarkan dasi seragam hitam nakalnya.

Dia mengalihkan tatapan malas dan penuh rahasia padanya.

"Lebih baik jangan pernah jatuh cinta padanya, dia ular. Akan melilitmu. Sepertiku." Seru Shikamaru, tanpa mengatakan apa yang terjadi sebenarnya.

Itu bukan urusannya. Dia sudah memperingatkannya tergantung bagaimana tanggapannya dari Boruto. Kelihatannya remaja ini, tidak akan percaya perkataan tanpa bukti, ada dihadapannya.

Merepotkan dan keras kepala. Tipikal orang yang dibencinya.

Tangan Boruto mengepal, mendengar perkataan yang menurutnya menyakitkan.

Kasihan Mitsuki.

"Mi-mitsuki tidak seperti itu! Jangan bicara sembarangan tentangnya!" Teriak Boruto.

Shikamaru menyeringai, "Menurutmu dia bidadari? Bukan, berhenti bermimpi dongeng seperti itu. Dia hanya iblis sedang menyamar."

Srek!

Dengan berani Boruto meraih kerah Shikamaru, marah karena merasa Mitsuki tidak bersalah.

"Kenapa kau berkata seperti itu, Mitsuki itu ba-baik, lembut padaku. A--aku.." mendadak suara Boruto gugup, perasaan aneh menyelimuti hatinya.

Bayangan Mitsuki yang tersenyum dan sangat baik hati, bahkan dia begitu lembut.

"Kau menyukainya?"

Blush!

"Be-berisik! Memangnya kenapa? I-ini urusanku!" Seru Boruto dengan wajah memerah, kesal karena perasaannya.

"Lucu sekali." Tawa Shikamaru seketika meledak, melihat betapa bodohnya Boruto atau orang yang ditipu Mitsuki.

Masuk perangkapnya.

Mempercayai seseorang lewat sampul, tanpa tau bahwa isinya sebenarnya sangat berbeda. Mitsuki itu hanya sedang berpura-pura, menyamar menjadi yang lain. Agar tidak ada yang akan tau niat dan keberadaannya sebenarnya.

Berganti kulit.

Dan perlahan akan melilitkan, menelan dan melenyapkan-mu. Dengan kelembutannya, atau bisakah dikatakan bahwa sejak awal Mitsuki selalu berbohong?

Selalu dikelilingi hawa misterius dan kesunyian disekitarnya

"Kau tau. Remaja, Mitsuki itu sudah tidur denganku, aku lebih tau semuanya dibandingmu, kau hanyalah peringkat sekian."

Wajah Boruto membeku, kelihatannya dia terkejut akan kenyataan sebenarnya. Hal yang wajar, bagi remaja polos.

Sok-sokan nakal, namun belum mengetahui inti dari 'kenakalan' sebenarnya. Sering terjadi pada para remaja beranjak dewasa.

"B..bohong. Kau bohong, jangan pernah bicarakan Mitsuki lagi!" Teriak Boruto, nafasnya naik turun tersengal-sengal. Ini akan menjadi sangatlah panjang.

Srek!

Shikamaru merapikan kerah bajunya yang berantakan karena perbuatan dari Boruto. Memilih untuk cara damai, tidak lagi menertawakan kebodohannya.

Kalau bodoh, selamanya bodoh.

"Pelajaran, Boruto. Jangan sampai kau menyesalinya." Seru Shikamaru beranjak pergi sembari merangkul gadis yang akan menjadi temannya malam ini. Sebagai pengantinnya.

Dalam semalaman.

Boruto mendecih, mengalihkan wajahnya kearah samping.

"Itu pasti bohong..." Gumamnya pelan, meksipun baru bertemu. Kebaikan hatinya membuatnya luluh, jarang sekali Boruto untuk tertarik dengan orang lain.

"Mitsuki tidak mungkin seperti itu." Bisiknya lagi, tatapan mata birunya masih gemetaran.

Meragukan kenyataan tadi.

.
.
.
.
.

Boruto menghela nafasnya, dia berjalan mengelilingi bartender. Mitsuki sedang ada urusan.

Dimana dia?

Sedari tadi, Boruto sama sekali tidak melihat Mitsuki. Apa dia sedang sibuk sekarang ini?

Bruk!

"Ma..maaf." bisik gadis itu dengan suara pelannya, rambut ungu panjang yang indah.

"Iya." Seru Boruto.

Gadis itu masih menunduk, kedua tangannya gelisah memegangi gaun panjang sopan yang dipakainya sekarang.

Terlihat bermartabat.

"Ada apa?" Tanya Boruto lagi, Gadis itu mendongak, wajah manisnya terlihat ragu-ragu, pandangannya menoleh ke arah kiri secara perlahan-lahan.

"T..tuan mau ikut denganku? Bi-biar aku tunjukkan layanan disini." Seru pelan gadis itu.

Boruto mengangguk dengan senyuman lebarnya, Boruto memang tidak waspada, dan tidak peka akan sekitarnya.

"Kebetulan aku mau berkeliling, kalau ada teman lebih asyik!" Seru Boruto antusias, kebetulan dia tidak mengenal tempat ini.

"Semoga menyukainya, maaf tempat ini sedikit kecil dari yang seharusnya, hm Boruto kan?" Gumam Sumire dengan bernada pelan, dia sepertinya sangat pemalu terhadap orang asing sepertinya. Boruto memegangi tangan Sumire dengan cepat.

"Tidak usah takut, anggap aja kita temenan sekarang oke, no formal, Sumire-Chan?" Seru Boruto dengan sikap friendly dan membuat wajahnya memerah.

Hehe, Sumire malu-malu.

Dia manis juga, sepertinya Sumire adalah perempuan baik, sama seperti Mitsuki.

Tanpa tau. Sebenarnya.

Gadis itu tersenyum dalam diam, satu hamster akhirnya masuk.

Mereka berjalan-jalan bersama, Gadis ini bernama Sumire.

Terlihat ramah dan baik. Berbeda dengan playboy, yang suka berbicara hal jahat itu.

Boruto membencinya.

Padahal Mitsuki itu baik hati.

Brak!

Sumire tersenyum tipis aneh, berhenti didepan sebuah kamar kosong. Mendekati ke arah Boruto. Boruto memandangi dengan tatapan bingungnya.

"Tuan, apa tidak mau layanan spesial hari ini?" Serunya, mengusap dengan telunjuknya pada dada dan leher Boruto.

Deg!

Sumire bertindak aneh.

Segera Boruto mundur, namun Sumire membuka pintu dan membuatnya terjatuh, Sumire mulai naik diatas tubuhnya, dan membuka gaunnya, tersimpan didalamnya bikini pink manis.

"Sini biar aku layani tuanku, kau akan bahagia malam ini."

Srek!

Boruto menghentikan tangan Sumire, menatap dengan wajah biasanya, tidak berpengaruh.

"Apa yang kau lakukan Sumire?" Tanya Boruto berwajah datar.

Sumire tersenyum, sebelum kembali mengubah wajahnya seperti hendak menangis.

"A--aku terpaksa melakukan ini, ke-keluargaku mengancam. Hiks, maafkan aku Boruto. Ka-kau pasti membenciku setelah ini." Isak Sumire, matanya berbinar memancarkan ketakutannya.

Boruto merasa bersalah, dia mengusap surai ungu Sumire, dan menghela nafasnya.

"Tenang saja Sumire, aku tidak membencimu." Seru Boruto, dia sendiri bingung. Mungkin karena Boruto sering bolos sekolah, dan teman-temannya sedikit gila, seenaknya.

Menghibur gadis, bagaimana ya?

Sumire tersenyum lebar, "Terimakasih Boruto.". Sumire terlihat tulus mengatakannya.

"Sama saja ya, Mitsuki sekarang Sumire. Apa sih yang terjadi?" Seru Boruto menghela nafas, masalah terus bermunculan dan membuatnya jengah. Karena sejujurnya, Boruto tidak tau dimana akar permasalahannya dan awal dari semuanya.

Mitsuki tidak mengatakan apapun dan membuatnya kian penasaran apa yang terjadi.

Terlebih perkataan Shikamaru.

Senyuman Sumire memudar, berubah menjadi wajah kelam, dia mendorong Boruto, dan langsung merapikan bajunya lagi dengan sifat juteknya.

"Apa yang terj-"

Brak!

Tatapan sumire menggelap, sangat berbeda dari Sumire yang pemalu dan pendiam itu.

"Sialan kau juga diambil oleh Mitsuki, Penggoda sialan itu." Sinis Sumire, menarik ikatan rambutnya kearah atasnya.

Penggoda?

Apa yang dibicarakannya?

Jangan-jangan yang dikatakan oleh Shikamaru adalah benar??

"T-"

Brak!

Pintu tertutup.

Sumire tentu tidak mau mendengarkan apapun. Sejak awal, dia memang tidak berniat dekat dengan siapapun.

Setelah dicampakkan oleh Mitsuki begitu saja, Sumire jadi membenci semuanya.

Tak!

Tak!

Sebuah senyuman lembut didapatkannya saat keluar dari kamar. Sosok yang dibencinya, sosok aslinya menyeramkan.

"Kau marah lagi?" Sapanya.

"Bukan urusanmu." Ketus Sumire, melangkahkan kakinya untuk menjauh dari sana.

"Hati-hati dijalan, aku sudah meninggalkan makan siangmu dikamar. Jangan lupa makan, nanti bisa sakit." Seru Mitsuki, matanya saling menyipit ramah dan aura kelembutan bagaikan awan kapas disekelilingnya.

Membuat siapapun tenang.

"Apa urusanmu?" Ketus Sumire, memasang pribadi kesalnya.

Dia tidak murahan. Untuk jatuh dalam pesona yang sama.

"Aku kan mantanmu, sudah seharusnya aku mempedulikan orang yang kusayangi, kan?" Seru Mitsuki dengan lembutnya. Tangannya yang berbalut kimono, sedikit terbuka dibagian atasnya, penampilannya.

Sumire hanya terdiam, melirik Mitsuki masih melambaikan tangannya. Menantinya untuk berlalu dari hadapannya.

"Terserah."

Sumire benci mengakuinya bahwa perbuatan Mitsuki terkadang membuatnya kembali jatuh cinta, dan berdebar.

Mitsuki masih sama.

Ck, hatinya menyebalkan.

.
.
.
.
.

.
.
.
.
.

Mitsuki memiringkan kepalanya menyembul dibalik pintu.

Boruto merapikan kerah bajunya yang sedikit berantakan sembari terus berceloteh.

"Sumire membohongiku, gadis itu sangat aneh." Seru Boruto, mengungkapkan kekesalannya karena Boruto harus mengalami perlakuan tidak terduga disini.

Mitsuki terkekeh. Membuat Boruto menyadari keberadaan orang lain selainnya, apalagi senyuman Mitsuki memang selalu memikat siapapun hanya dengan melihat wajahnya.

"Bicara sendiri bokuto, kau ini lucu juga ya?" Seru Mitsuki.

Deg!

Wajah Boruto memerah, tangan kirinya dengan gugup mulai memegangi bagian belakang kepalanya dan tangan kanannya dimasukan dalam sakunya.

"A-aku hanya sedang kesal. Lupakan saja." Senyuman jahil masih terlukis pada Mitsuki.

"Remaja itu memang terkadang suka labil dan aneh." Serunya lagi malah membuat pendapat sendiri mengenai Boruto.

Membuat Boruto kesal karena dirinya terus saja ditertawakan dan dipermainkan disini.

Menyebalkan.

"Berhenti tertawa!" Ketus Boruto, wajahnya pasti sudah memerah dan memalukan.

Mitsuki hanya terkekeh, dan memasang wajah manisnya. Membuat Boruto berdegup, bagaimana mungkin seseorang seperti Mitsuki itu jahat?

Boruto, mendekati Mitsuki, dan menatapnya dengan polos.

"Mitsuki, apa kau dekat dengan lainnya disini?" Tanya Boruto.

Mitsuki mengangguk.

"Aku sudah lama tinggal disini. Kami seperti keluarga tanpa sedarah, menyenangkan." Seru Mitsuki seraya tersenyum tipis.

Keluarga.

Lalu kenapa, mereka tampak menyembunyikan sesuatu, dan diam-diam membenci Mitsuki?

Bola mata kuningnya yang indah, berbalutkan warna biru pucat. Seperti...ular, menawan.

"Ka-kau cantik sekali, pa-pasti menyenangkan, kalau a-aku bisa de...kat denganmu." Seru gugup Boruto, suaranya terdengar gemetar. Padahal didepannya ada pujaan hatinya, ternyata benar, ketika jatuh cinta. Boruto pun bisa menjadi sangat bodoh.

Lebih bodoh dari biasanya.

Wajah seriusnya memerah saat mengatakan hal itu. Boruto sudah mengumpulkan banyak keberanian, mengatakannya.

Mata biru cerahnya menatap tajam, memakai jaket berwarna hitam bergariskan merah pekat. Kerahnya menutupi sebagian leher. Boruto cukuplah tampan dari kalangan remaja, jika tidak bersikap konyol seperti biasanya.

Biasalah, keturunan.

Mitsuki terkekeh, menutupi sebagian wajahnya dengan tangan yang berbalutkan kain kimono yang berlebihan itu.

Membuat Boruto terpesona.

"Boleh, gak perlu seperti itu. Aku malahan ingin dekat denganmu, dan mungkin...menikmati-mu." seru Mitsuki, menekankan suara terakhirnya. Sedikit mengerikan.

Berhenti berpikiran buruk!

Hanya bayangan-nya saja!

Boruto meneguk ludahnya, dan berdebar kencang saat uluran tangan diarahkan padanya, dan membuyarkan pikirannya.

"Kalau begitu, salam kenal, Boruto, semoga kita berdua dapat berbagi perasaan bersama dengan baik." Sapa Mitsuki.

Rambut biru pucat pendeknya tergerai indah, memantulkan suara derik air menenangkan.

"I--iya. Salam kenal, Mitsuki. Semoga kita dapat berteman dengan baik, Dattebasa!" Seru Boruto tersenyum lebarnya.

Seperti matahari pagi yang begitu cerah, menunggu untuk dihancurkan secara perlahan.

Mitsuki tersenyum tipis, dibaliknya tanpa ada yang tau apa yang dipikirkannya.

.
.
.
.
.

Gloomy Sunday.

Ada yang tau lagu itu, atau suka mendengarkannya?

Seseorang itu menghentikan putaran kaset radionya, kembali menekan-nekan tombolnya.

Dia tersenyum tipis, memangku wajahnya dengan satu tangan. Membiarkan helaian rambutnya tergerai diantara ruas jarinya.

Di ruangan yang sepi dan kelam tanpa adanya pencahayaan.

Detak jam, disudut ruangan, sudah berdebu dan tua. Namun jamnya masih berputar tanpa henti meninggalkan suara khas menghitung waktu, berhenti saat berada pada tengah malam.

Dia kembali tersenyum, tanpa kata. Jemari lentiknya, perlahan diarahkan memutar kasetnya.

Membuat irama lagu suram kembali terdengar disana, seolah menikmati. Dia berdiri dari sana, meraih sebuah benda kesayangannya. Memegangi kedua tangannya dan mulai menari disana, mengikuti sebuah dansa yang dibuatnya.

Sendiri.

Matanya mulai membuka, menampilkan iris indah bak penari kahyangan. Di bawah pantulan lautan yang indah.

Benda itu mengikuti setiap gerakannya, dengan matanya memejam layaknya putri tidur.

Mengenakkan pakaian Cinderella yang menakjubkan, dan tubuh pucatnya berbalutkan beberapa jahitan seni.

Hasil rajutannya.

"Hari Minggu yang indah, dengan kegembiraan yang sudah lama hilang tertelan waktu."

Suaranya menggema, bernada menekan. Sebuah senyuman tipis misterius, dan mengerikan terulas darinya. Menceritakan semua kejadian, bagaikan sebuah irama lagu yang tidak berkesudahaan dimalam itu.

Malam Dansa.

Sayangnya tidak siapapun yang menghadiri Pesta dari Iblis itu.

.
.
.
.
.

Matanya lagi-lagi terasa berat, Ada sesuatu hal besar yang menghimpitnya, Tangannya berusaha digerakkan, namun mendadak menjadi kaku.

Tidak terasa.

"Siapa!"

Tidak ada siapapun.

Boruto membuka kelopak matanya perlahan, melihat sesuatu sedang tersenyum menatapnya dengan warna hitam di keseluruhannya.

Deg!

"Si..siapa kau?" Gumam Boruto, suaranya gemetaran.

Dia hanya tersenyum, bibirnya robek setiap kali melebarkan sebuah garis lengkungan seolah sedang menunjukkan perasaan kebahagiaan aneh. Berbeda dengan Boruto yang semakin ngeri dengan darah hitam yang mulai menetes, di wajahnya.

Tes!

Wujud tidak dikenali itu terus mendekatinya, Detakan jantung semakin jelas terdengar.

Siapa dia?

Dia tersenyum kembali, kali ini menunduk sehingga sebuah benda terasa menggelinding melewati lehernya, Boruto menahan nafasnya. Merasakan rambut berwarna hitam rusak bergesekan dikedua pipinya.

Dia mengambil benda itu dengan tangan kurusnya,

Tidak mungkin...

Bola mata! Pupil hitamnya yang semula mati, mendadak hidup dan menatapnya lekat-lekat. Dengan urat-urat tampak jelas, sebagiannya sudah pecah.

Mengerikan sekali.

Bibirnya perlahan berucap, satu kata yang terdengar aneh.

Tidak masuk akal.

"Ular putih."

Dan dia langsung menghilang, meninggalkan Boruto dalam lorong mimpinya yang gelap.

Berdiri sendirian.

"Boruto... Boruto.., sudah pagi." Seru suara yang dikenalinya, Boruto membuka matanya lagi secepatnya dengan nafas yang tersengal-sengal. Dia melihat ke kiri dan ke kanan, memegangi lehernya sendiri. Merasakan ada sensasi dingin di tubuhnya.

"Ada apa?" Tanya Mitsuki, dia ternyata ada disampingnya.

Mitsuki tersenyum lembut, tidak ada terjadi hal yang aneh.

"Tidak.", Boruto kembali tenang. Apa sebenarnya dia yang aneh?

Apa yang terjadi padanya?

Itu hanya mimpi Boruto, jangan terpengaruh hal sepele!

Dia masih ada dikamar yang sama, dengan Mitsuki, Karena Boruto masih tidak mau pulang ke rumah, dan Mitsuki dengan baiknya mengizinkan Boruto untuk sementara, tinggal di kamarnya bersama dengannya. Meksipun kadang, Boruto juga harus deg-degan karena teringat kejadian hari itu dan Mitsuki tidur disampingnya. Mereka berbagi kasur, ruangan bersama. Boruto berdekatan dengannya.

Siapa yang tidak, bersemangat?!

"Ini minum saja, disini memang sedikit kurang nyaman." Seru ramah Mitsuki, menyodorkan minuman berwarna coklat.

Kopi.

Mitsuki membuka kimono-nya, hendak berganti pakaian, Dia tersenyum tipis pada Boruto seolah berniat menggodanya. Dan membuat wajah Boruto memanas dan langsung memilih mengalihkan wajahnya kearah lain. Dia tidak boleh kurang ajar!

Boruto menjadi merasa bersalah, merepotkan tuan rumahnya lagi. Padahal disini dialah yang menjadi tamu.

"T.. tidak. Aku yang harus minta maaf, karena bersikap seperti ini." Seru Boruto gugup, hingga Mitsuki berbisik di-telinganya.

Sedikit menjilatinya.

"Sudah siap." Bisiknya pelan, Boruto terkesiap dan menoleh hingga bibir mereka berciuman. Mitsuki sepertinya sengaja.

Dia tersenyum tipis seperti biasanya, meraih kerah jaket Boruto dan sedikit membuka, mengusap dada Boruto pelan.

"Mau olahraga pagi?" Tanyanya, dan membuat Boruto semakin memerah. Boruto, memegangi tangan Mitsuki, menjauhkannya. Boruto masih menahannya.

"T..tidak." gumam Boruto. Menggeleng dengan sikap kaku. Boruto terlihat salah tingkah.

Mitsuki terkekeh, melihat tindak Boruto yang menurutnya lucu.

"Baiklah, aku ambil makanan dulu. Nikmati ruangan ini." Seru Mitsuki ceria, dengan kedua tangannya berbalut kimono putih diangkatnya bersamaan.

Terlihat lucu.

Wajah Boruto memerah, dia menunduk. Memegangi kedua pipinya, menghela nafasnya.

"Kuatkan mental-mu, Boruto." Semangat Boruto pada dirinya sendiri, lagipula Mitsuki sangat manis sekali. Mengingat bahwa mereka sudah melakukannya, meksipun tidak sadar. Boruto tentu saja jadi membayangkan hal-hal aneh saat bersamanya.

Wajar, kan? Dia laki-laki.

Tidak tau dibalik pintu, Mitsuki menyandarkan dirinya disana.

"Sebentar lagi Boruto, jatuh cinta-lah padaku." Bisik Mitsuki pelan sebelum berlalu dari sana.

Meninggalkan Boruto.

.
.
.
.
.

"Kau yakin, Mitsuki?. Jangan cari masalah dengan anak remaja. Anak manja itu, akan membawa banyak masalah disini." Seru Sarada, dia menyandarkan diri di pintu, ruang dapur bersama.

Mitsuki mengaduk, tehnya.

Terkekeh pelan, "Aku akan mengurusnya lagipula sudah lama anak remaja tidak main kesini, kau bosan kan?"

Sarada menghela nafasnya, mengalihkan pandangannya ke arah lainnya. Malas.

"Asal jangan buat masalah." Seru Sarada. Dia tidak suka bartender tempatnya lama bekerja ini, mendadak didatangi oleh polisi atau sejumlah orang tidak berguna yang berujung sumber penghasilannya ditutup.

"Oke." Seru Mitsuki tersenyum, melihat pantulan dirinya disana. Dengan senyuman misterius.

.
.
.
.
.

Boruto berkeliling lagi, sudah dua hari dia menetap di tempat ini. Cukup damai, terbebas dari keramaian. Tempatnya klise dan menenangkan, Boruto meneguk ludahnya sampai di tempat yang sering disebut sebagai 'Bar'.

Tempat utamanya.

"Ini benar-benar keren." Seru Boruto tidak sadar, saat melihat tempatnya terlihat berkelas.

Ini yang diinginkannya.

"Tentu saja, kau baru sadar anak muda?" Sapa seseorang, Boruto mengalihkan perhatiannya hingga ke arah wanita muda yang sedang duduk diatas kursi, didepannya ada sebuah meja deretan panjang bartender dengan sebuah minuman berwarna aneh. Dia menepuk tempat duduk disebelahnya.

Boruto menurut.

Dia duduk, mencium aroma aneh. Boruto tidak suka namun penasaran dengannya.

"Jangan terlibat dengannya, kau sudah ditandai? Kasihan sekali." Seru wanita itu, rambut coklat panjang dengan kulit coklat yang menawan dan eksotis.

Kembali menyesap rokoknya.

"Ditandai?" Ulang Boruto tidak mengerti. Wanita itu, dengan vulgar menunjuk benda di antara kedua belah pahanya dan membuat Boruto memerah.

"Perlu kusentuh? Tapi aku tidak tertarik dengan anak manja." Seru Wanita itu lagi tidak tertarik, setelah begitu saja dia mempermalukan Boruto.

Padahal dia laki-laki.

Sepertinya disini Boruto kehilangan harga dirinya dan dianggap kekanak-kanakan.

"A--aku pergi dulu." Seru Boruto berusaha menghindarinya.

Namun langkahnya terhenti, saat kalimat dikatakan olehnya, tanpa berbalik dari mejanya.

"Berhati-hatilah." Katanya lagi, meneguk minuman kerasnya.

Apa maksudnya?

Boruto mencoba mengabaikan dan berlalu pergi dari sana.

"Berhenti bersembunyi, aku tau kau sedari tadi ada disana."

Tegur wanita itu, tanpa menatap kearah sekitarnya. Seperti biasa, matanya selalu saja tajam.

Mitsuki tersenyum disana, dan duduk disamping Choco, terlepas dari tempat persembunyiannya.

Mitsuki meraih cocktail keras dan meneguknya, membiarkan lelehan hitam diujung bibirnya.

Mitsuki suka pahit.

"Kau tidak akan menganggu ku kan?" Seru Mitsuki seraya menyipitkan kedua matanya, sedang mengancamnya.

"Apa kau bodoh? Urusan anak kecil biarkan menjadi urusan kalian, aku tidak mau ikut campur." Seru Choco lagi, dan mengusap lingkaran gelasnya dengan ujung telunjuknya.

Mitsuki tersenyum lebar kembali, seperti bulan pucat hanya saja lebih mengerikan bagi yang tau tentang dirinya. Sayangnya tidak ada yang tau, bahkan keluarganya sendiri.

"Choco memang terbaik."

.
.
.
.
.

Siapakah diriku?

Terkadang Mitsuki berpikir hal seperti itu, diluar kehidupannya.

Selalu berputar-putar dalam hal yang sama, terus menerus.

Meksipun senyuman selalu tertampil di wajahnya, tiada satu hari pun Mitsuki tersenyum.

Tidak ada momen yang membuatnya tersenyum, apa kau terkejut tentangku?

Bukanlah yang terlihat.

Dan jelas, bukan aku.

Apa itu hanya sekedar keegoisannya belaka? Ataukah, Mitsuki benar-benar tersenyum karena hal lainnya?

Tidak ada yang tau.

Bahkan Mitsuki sendiri terkadang berpikir tentang dirinya, siapakah dia?

Sejak pertama berjumpa, Mitsuki mempertanyakan itu dengan berbagai Eksperimennya dan ekspresi yang dibuatnya.

Mitsuki akan tersenyum, berbahagia dengan semuanya. Namun tidak akan benar-benar menjadi dirinya sebenarnya.

Tidak ada yang tau.

Tidak akan ada yang mau tau.

Lebih baik menjadi rahasia, dan kau akan lebih penasaran kan?

.
.
.
.
.

Manipulasi, banyak yang mengatakan dan mengaitkan itu dengan sosok Mitsuki.

Kenapa, kau penasaran?

Penyebab dari semua kejadian kemalangan atau rasa aneh kehancuran perlahan-lahan ini, tidakkah kau menyadarinya?

Apa kau akan mengaitkan ini pada sosok tidak bersalah ini?

Kenapa harus Mitsuki, dikala kau tidak mengetahui apapun tentangnya, bukankah kau hanya mengira-ngira atau kau hanya sekedar membencinya?

Bukankah seperti itu?

Mitsuki berjongkok disana, mengarahkan wajahnya kearah sudut ruangan. Dengan senyuman misterius diwajahnya, Mitsuki suka seperti ini.

Katanya, ada sesuatu hal yang tersembunyi disana. Hal-hal yang tidak dilihat orang-orang.

Sebenarnya, hal apa itu?

Apa yang disembunyikannya?

Tidak ada yang mau tau, karena ketika mengetahuinya tentang dirinya, maka tidak ada yang bisa kembali lagi. Berpura-pura tidak tau, dan melupakannya.

Kau terlibat dalam dirinya, dan akan berakhir diincar olehnya, selama-lamanya. Apa kau ingin memilih menghancurkan dirimu dengan mengetahui segalanya?

Atau memilih terus diam, mengabaikan Mitsuki terus tenggelam dalam dunianya?

Pilihan ada di tanganmu.

Apa kau ingin mati, atau hidup?

.
.
.
.
.

Boruto diam, menatap Mitsuki yang sedari tadi duduk disana. Duduk diatas sebuah kursi dengan meneguk tehnya, beralih menatap sudut dinding ruangan, melihat sesuatu ada disana.

Mitsuki terkadang misterius, seperti bulan pucat kesepian namun terlihat menawan.

Jangan mendekatinya.

Kau akan menyesal.

Dia akan melilit-mu.

Perkataan itu kembali terngiang, dari orang-orang terdekat dengannya. Memperingatkan Boruto akan sesuatu tidak terlihat, tidak diketahuinya. Apa bahaya yang dihadapinya?

Namun Mitsuki kesepian. Boruto ingin membantunya, setidaknya dengan mempercayai Mitsuki.

Terlihat begitu sendirian.

Kalau begini, bagaimana Boruto bisa mengabaikannya?

Srek!

Boruto memilih perasaannya, menepuk bahunya hingga Mitsuki menoleh ke arahnya dengan senyuman tipisnya.

"Ada apa Boruto?"

Senyuman pucat, mengiris hati terdalam Boruto.

Dia naif.

Hingga Boruto mengarahkan sebuah kecupan untuknya. Membuat Mitsuki diam, dengan mengerjapkan mata beriris kuningnya. Boruto menjauh, dan mengenggam jemari tangannya. Menatapnya penuh cinta.

"Aku bersamamu.", Sendu seolah kasihan dengan sosok Mitsuki.

Sebuah kalimat, Mitsuki hanya tersenyum, kembali menatap ke arah dinding tanpa berkata-kata. Namun siapapun sudah tau.

Bahwa itu awal semuanya.

Tidak akan bisa kembali.

Saat sudah terpengaruh dengan ular. Maka tidak ada yang bisa melepaskan diri dari lilitannya, hingga Ular itu menelannya dan kembali mencari mangsa baru.

Seperti itulah, Mistuki.

.
.
.
.
.


.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top