CHAPTER 10: Another Days (1)
"Harry, jariku terbakar!"
Ellea berlari kelimpungan menuju sebuah tenda tempat Harry dan beberapa jendral duduk. Ini bukan pertama kalinya perempuan itu memasuki arena latihan di Barack Pegasus, akan melainkan baru sekali ini ia berlatih di sini. Jayden langsung bangkit, kemudian melihat apa yang terjadi sampai Putri mereka kalang kabut begitu.
"Harry, Harry, lihat!" Ellea langsung menyasar Harry yang masih duduk di kursinya, memeriksa busur panahnya.
Harry mendongak, kemudian meletakan busur panahnya dan menangkap tubuh Ellea yang tahu-tahu duduk di pangkuannya.
"Jariku terbakar api hijau, Harry, api hijau!" Perempuan itu berteriak panik, kemudian memperlihatkan telunjuknya dengan kobaran kecil energi sihir hijau di ujung jarinya.
Harry menggeleng pelan sambil berdecak, kemudian menangkap energi sihir kehijauan itu dalam satu genggaman. "Nah, sudah. Coba lagi sana."
Ellea kembali ke lapangan tembak, kemudian mencoba mempraktekkan lagi teknik mantra penyerang yang diajarkan Harry. Gadis itu kemudian membuka kakinya, kemudian membentuk kuda-kuda. Ia lantas meluruskan tangannya ke depan seraya mengubah posisi. Sang Putri kemudian membaca beberapa mantra dan ....
BHOOM!!
Ledakan besar itu terjadi tepat setelah Ellea menyelesaikan mantranya. Para prajurit yang sedang berlatih sontak berhamburan, sementara wanita itu jatuh duduk.
"Wah, wah, baru ditinggal sebentar sudah mau membunuh sekelompok prajurit." Harry mengulurkan tangannya, kemudian menarik Ellea berdiri sambil membersihkan rok beludrunya. "Nah,, bagaimana rasanya jadi mesin penghancur, Ell?"
"Ah, menyebalkan!" Ellea bersungut kesal, "padahal aku sudah membaca mantranya dengan benar."
"Kalau mantranya benar, tidak mungkin meledak seperti itu." Harry berdecak, "Sekarang coba mantra bola pelindung."
Ellea menggembungkan pipinya sebal, kemudian mengambil posisi aneh seperti sebelumnya dengan kuda-kuda yang kelewat besar. Harry memperhatikan perempuan itu dari belakang, kemudian ia menghampiri dan membetulkan posisi berdiri istrinya.
"Ellea, bukan begitu caranya," Harry menarik napas, kemudian berdiri persis di belakang gadis itu. "Berdirilah seperti biasa, sihir tidak membutuhkan kuda-kuda."
Pria itu kemudian menyuruh Ellea merapatkan kakinya, "Bersikaplah santai dan sewajarnya, tarik napas dalam-dalam, serta jangan tegang."
Ellea mengikuti semua kata-kata Harry dengan serius. Wanita itu kemudian menarik napas, melemaskan otot tubuhnya, dan bersikap santai. Tangannya kemudian terangkat sedikit, seirama dengan mulutnya yang membaca mantra. Lelaki itu menunggu, kemudian melihat ada sedikit cahaya yang keluar dari ujung jari-jari Ellea.
"Lanjutkan, Ell, fokus." Harry memberi aba-aba, "Tarik napasmu lebih dalam dan hembuskan perlahan, rasakan energi itu keluar pelan-pelan dari tubuhmu."
Ellea menurut, ia melakukan persis seperti yang Harry katakan. Namun keanehan terjadi. Tiba-tiba saja cahaya di ujung jemari Ellea membesar, kemudian membentuk sebuah kubah yang menyerupai payung.
"Harry, lihat!" Ellea berteriak girang, "Sudah ku bilang, 'kan, aku bisa melakukannya!"
"Ellea, fokus!" Harry mengabaikan teriakan wanita itu.
Ellea mengerahkan seluruh tenaganya, akan tetapi sihir itu menjadi tidak stabil. Aliran energinya kacau tapi tetap membentuk sebuah bola pelindung yang utuh. Alih-alih melindungi, bola pelindung yang tidak stabil itu justru semakin membesar dan terputus dari kendali Ellea secara tiba-tiba.
Ellea yang terkesiap langsung lari untuk menghindari bola pelindung gagal yang ia ciptakan. Harry tergelak, kemudian tertawa saat energi sihir jadi-jadian itu malah mengejar-ngejar si Putri Mahkota.
"Harry, jangan diam saja!" Ellea sudah memutari setengah dari lapangan tembak, sementara Harry masih berdiri cekikikan di tengah. "Harry, bola gila ini akan membunuhku!"
Harry masih tertawa. Pemandangan Ellea yang kalang kabut menghindari bola sihir itu benar-benar menghibur. Sepanjang sejarah penggunaan sihir keluarga kerajaan, tidak ada yang separah Estelle. Rupanya pengalaman buruk itu benar-benar membekas bagi gadis itu, sampai- sampai kemampuannya menggunakan sihir serendah ini.
"Harry, jangan tertawa terus!" Ellea merengek kesal, "Sihir gila ini mau memakanku!"
Ellea menyerah, gadis itu kemudian menyasar pria yang masih berdiri di tengah lapangan sambil tertawa. Dengan tenaga terakhirnya gadis itu melompat pada Harry, kemudian mengalungkan tangannya dan jatuh berguling-guling sampai bola pelindung jadi-jadian itu pecah. Serpihannya perlahan menguap ke udara, tepat setelah Harry membuyarkan energinya.
"Kau tidak apa-apa, Ell?" Harry terengah-engah, tapi tetap memeluk Ellea erat.
Lelaki itu merasakan guncangan pelan dan suara isak tangis gadisnya. Ia kemudian menepuk pelan pundak Ellea sambil tetap bertahan pada posisinya.
"Kau jahat sekali, sih!" Ellea berseru marah sambil menangis, "Aku sudah ketakutan setengah mati, tahu!"
"Iya, Ell, aku minta maaf ya ...." Harry tersenyum kecil, kemudian melepaskan pelukannya dan mengusap air mata di pipi Ellea, "kalau setakut itu, lebih baik tidak usah dilanjutkan saja, oke?"
"Tapi nanti kunang-kunangnya ...."
"Kunang-kunangnya akan dimakan oleh Zrielka." Harry tersenyum tipis, "Aku tahu ini berat, jadi jangan dipaksakan, ya?"
Ellea mengerjap bingung. Demi apapun ia memang takut sekali pada bola sihir jadi-jadian yang mengerjanya tadi. Namun ia masih tak bisa memahami maksud Harry soal 'hal berat' yang harus ditanggungnya. Memangnya hal berat apa, sih?
Harry kemudian menarik istrinya berdiri, menggandengnya sambil berjalan pelan-pelan sampai ke tenda peristirahatan mereka. Ellea mengusap air matanya, kemudian menatap Harry lamat-lamat.
"Kenapa?" Harry bertanya di sela-sela hembusan angin, "Aku tampan, ya?"
Ellea terkekeh, "Percaya diri sekali!"
"Oh tentu, aku 'kan Putra Mahkota." Harry tersenyum miring, "Apa yang mau kau tanyakan, Ell?"
Ellea terhenti, kemudian menatap Harry tepat pada netra kelamnya, "Apa yang sebenarnya menimpa keluargaku?"
Harry menarik napas, kemudian sontak mengalihkan pandangannya dedaunan yang gugur tertiup angin. Menurut kisah Zrielka, Estelle ditemukan terkapar sendirian di depan mayat orang tuanya. Namun begitu sadarkan diri ia sama sekali tidak ingat apa-apa. Sekarang Ellea menanyakan hal itu langsung padanya, dan tentu saja Harry harus menjawab pertanyaan istrinya.
"Keluarga Theodore sempat terobsesi pada uji coba sihir baru, dan kabar terakhir yang kudengar adalah kedua orang tuamu mati di depan matamu sendiri ... karena sihir mereka gagal."
Ellea mengerjap tiga kali. Wanita itu kemudian membayangkan pemandangan orang mati di depan matanya, dan langsung bergidik ngeri.
"Makanya, aku tidak akan memaksamu lagi untuk mempelajari sihir." Harry mengusap pucuk kepala Ellea lembut,
"Itu artinya aku akan jadi lemah, 'kan?" Manik karamel Ellea menerawang jauh ke atas langit, "Itu artinya aku tidak bisa membantumu untuk mengalahkan Trevian."
Kini giliran Harry yang terhenti. Lelaki itu kemudian melihat Ellea yang beberapa langkah di depannya. Perempuan itu kemudian berbalik, bersamaan dengan selimir lembut angin yang menyapa langsung indra terluar mereka. Membuat surai karamel gadis itu terbang beberapa helai, membingkai kedua mata besarnya yang indah serta wajah cantik dengan bibir cherry menggoda.
"Kalau dengan sihir aku bisa membantumu mengalahkan Trevian, maka aku akan belajar lebih giat lagi." Ellea tersenyum lebar, menampilkan sederet gigi yang tersusun rapi.
Dalam hati pria itu menjerit, betapa cepat jantungnya berdetak. Dan sungguh, rasanya syaraf-syaraf di tubuhnya sudah merespon berlebihan pada senyum secerah matahari itu. Harry sama sekali tidak tahu, harus ia apakan kebimbangan yang melandanya terus-terusan ini. Perasaannya pada Ellea kian hari semakin jelas, pun begitu ada segelintir rasa khawatir yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top