When 3G Meet Gia
"Jadi, gimana deal ya ambil cewek dari Jessi?" awal Ganesh bergabung dengan Garda dan Giri di depan layar datar televisi berukuran 42 inch.
Dua manusia masih fokus menatap televisi yang sedang menayangkan film luar. Bagi Garda dan Giri film yang sedang ditonton sedang masuk puncak konflik. Mereka terlalu menghayati sampai tak sadar jika temannya sudah ada di dekatnya. Awalnya Ganesh tak tahu jika kedua temannya sedang fokus. Tapi karena hingga dimenit ketiga ia tidak kunjung dapat respon, Ganesh jadi hilang kesabaran. Ia mengambil remot di atas meja lalu memencet tombol warna merah.
Layar televisi gelap. Layar yang semula memerlihatkan adegan tembak menembak kini tak berwarna. "Taik mati lampu ya?!" ucap Giri tak sadar akan kehadiran Ganesh.
"Mana ada! Tadi balik kampus gua ama Ganesh beli token listrik maratus rebu!" jawab Garda juga tak menyadari kehadiran Ganesh.
Giri menolehkan wajahnya ke arah Garda. "Kalau wifi?"
"Wifi 'kan minggu lalu lu yang bayar, Bambang!"
Giri mengangguk-anggukan kepala. "Iya juga ya?" berjeda. "Terus kenapa tvnya mati? Masa iya ada kabel yang error sehingga menyebabkan televisi kita meninggal dunia?" sambungnya heran.
Garda menjitak kepala Giri. "Bahasa lo anjay!"
"Hello Bapak-Bapak sekalian." suara itu mengintrupsi dua pasang telinga. Itu suara Ganesh. Dan tunggu-sejak kapan cowok itu ada di sekitar sini?
Garda dan Giri kompak menatap Ganesh. Bukan menatap wajahnya melainkan sesuatu yang ada di tangan kanannya. Dahi keduanya mengerut. Maniknya memicing. Remot ada di tangan Ganesh, itu berarti... "Tai jenglot lu ya yang matiin tv-nya?" ucap Garda langsung menyerbu Ganesh.
Giri tak mau kalah. Ia juga ikut memiting Ganesh. "Bangkeee! Lu tau kan kalau film yang kita tonton itu cuman main sekali dalam seminggu? Lalu dengan bangkenya lo matiin tvnya?"
"Salah sendiri lo berdua cuekin gua!" jawab Ganesh mencoba melepaskan diri dari pitingan kedua temannya.
Garda melepaskan Ganesh. Ia beralih mengambil remot yang ada di tangan temannya. Secara paksa. Garda kembali menyalakan tv sementara Giri mengikat tangan Ganesh dengan sabuk yang tadi dikenakan. "Waaa bangsul udah selese, Ri, episode kali ini!" adu Garda.
Giri juga sudah tahu kalau filmnya habis. Seketika itu maniknya langsung beralih menatap Ganesh.
"Gara-gara lo kita jadi nggak tahu gimana akhir ceritanya!" ucap Giri mencoba menetralkan amarahnya.
Garda mengangguk setuju. "Lo udah bosan hidup ya?" tambahnya ikut bersuara.
Ganesh memutar kedua maniknya. Hembusan napas kasar juga terdengar. "Elah! Gini banget nasib gua. Punya temen dua biji. Pada lebay semua." katanya.
Garda dan Giri saling bertatapan. Detik selanjutnya langsung menjauh dari tubuh Ganesh. "Itu teman lo, Ga?" tanya Giri.
Yang ditanya langsung menggelengkan kepala. "Kagak ada! Mana mau gua temenan dia." jawab Giri.
Ganesh mengerucutkan bibirnya ke depan. "Lagipula lo berdua lebay banget anjer! Nonton siaran ulang juga bisa 'kan? Kenapa dibawa ribet sik?!"
Garda dan Giri kembali menggelegkan kepala. "Nggak ngerti dia, Ri. Susah ngomong sama dia yang kaga pernah lihat film bagus."
"Ah, bacot lo berdua kayak mak-mak minta uang belanja." berjeda. "Bukain tangan gua. Sakit tau lama-lama." sambung Ganesh.
Walaupun kesal, tapi Giri juga merasa kasihan. Untuk itu ia membuka sabuk yang melingkar di tangan Ganesh. Memerah. Ternyata Giri mengikat tangannya cukup kencang. Namun, Ganesh tak mau memermasalahkan hal itu. Daripada dicap sebagai cowok menye lebih baik Ganesh menanyakan apa yang memenuhi pikiran.
"Gue mau tanya jadi nggak ngambil anak buahnya Jessi?" ucapnya to the point.
"Ya jadi lah! Nanti sekitar jam delapan dia ke sini." jawab Giri.
"Kita langsung main sama dia atau gimana?" respon Ganesh.
"Cantik nggak?" tanya Garda.
Giri sempat diam beberapa detik. Sebelum akhirnya
kembali bersuara. "Kayaknya jangan dimainin langsung deh, Ga. Kita tawarin perjanjian dulu. Dia mau apa nggak. Kalau mau ya syukur hamdallah kalau enggak ya udah kita cari yang lain aja." ucap Giri menjawab pertanyaan Ganesh.
"Soal cantik. Cantik itu relatif, Ga. Tapi sejauh ini dia masuk ke dalam kategori cantik yang disukai cowok." tambah Giri menjawab pertanyaan Garda.
Ganesh dan Garda menyungingkan senyum. "Bentar lagi jam delapan, Bray!" ucap Garda menatap jam yang melingkar apik di tangannya.
Giri beranjak. "Gua mau mandi dulu. Biar kelihatan makin cakep ntar." ucapnya berlalu.
Sepeninggal Giri, Ganesh juga berdiri. "Gua mau ganti baju." katanya meninggalkan Garda.
Yang ditinggalkan menggelengkan kepala. "Lebay banget lo berdua. Mau ketemu calon pembantu aja sok dandan." gumam Garda heran. "eh, tapi gue juga mau pake parfum dulu ah. Biar makin wangi." katanya ikut meninggalkan ruang tengah.
🖤🖤🖤
Gia sudah merapikan tampilannya. Jessi bilang kali ini dandanannya tidak perlu berlebihan. Gia menuruti. Malam ini ia hanya memakai tank top berwarna putih dibalut dengan jacket denim oversize. Bawahannya Gia memakai celana pendek atas lutut. Memang ia hanya memakai pakaian seperti itu. Tapi di dalam tasnya, Gia sudah membawa lingerie berwarna merah. Tadi Jessi yang memberinya.
Girindrana: udah sampai mana?
Gia memutar kedua bola mata. Hampir semua pria ditakdirkan sebagai makhluk banyak tanya rupanya. Apa susahnya menunggu sih? Ya walaupun Gia juga tidak terlalu suka menunggu, tapi tolong pengertiannya lah. Pahami kalau seorang wanita juga butuh waktu extra untuk memercantik diri. Gia dandan bukan untuk siapa-siapa melainkan untuk memanjakan mata pelanggannya.
Gia Sarasvati: otw bosqu.
Jessi bilang pelanggan Gia kali ini seumuran dengan mereka. Jadinya ia tak perlu berkomunikasi memakai bahasa formal.
Gia menyudahi berdandan dan beralih mengecek barang bawaan. Satu persatu barang yang dibutuhkan sudah berada dalam tas. Gia menutup tasnya lalu beranjak keluar kontrakan. Malam ini ia tidak akan berkendara sendiri. Gia trauma. Ia tak mau dilihati. Jadi, daripada mengobati lebih baik mencegah 'kan? Untuk itu malam ini Gia memesan ojek online.
Driver Ojol: sesuai maps ya kak :))
Gia Sarasvati: ya pak.
Driver Ojol: saya otw
Gia kembali menunggu. Ia menunggu di gang depan kontrakan. Bersyukur malam ini tidak ada gerombolan ibu-ibu atau bapak-bapak. Gia free dari omongan tetangganya. Kurang lebih lima menit ia menunggu kedatangan kang ojol. Dan begitu si driver datang, Gia langsung masuk ke dalam mobil. Perjalanan pun dimulai.
Sepanjang perjalanan Gia fokus menatap ponselnya. Diam-diam ia mengamati foto profil Giri. Wajah cowok itu biasa saja sebenarnya, tapi entah kenapa Gia senang memandanginya. Sepertinya juga Giri termasuk orang yang menyenangkan. Hal itu bisa dibuktikan dengan pertanyaan yang diajukan pada Gia. Ada beberapa yang mengesalkan, tapi bisa membuat senyum di wajah Gia mengembang. Seperti sekarang misalnya.
Girindrana: lo ini benar-benar otw atau gimana dah? lama bener. Naik buraq ya?
Gia sempat menyergitkan keningnya. Buraq? tanyanya dalam hati. Ia tidak tahu apa itu buraq. Dengan perpaduan sifat bodoh dan polos, Gia pun searching. Dan begitu tahu apa yang dimaksud Giri, Gia langsung tertawa kecil. Ada-ada saja.
Gia Sarasvati: beneran otw kok.
Gia Sarasvati: *send a pict*
Girindrana: macet banget ya?
Girindrana: atau pas lo bilang otw tadi ternyata baru siap-siap.
Girindrana: lo bohongin gue ya?
Girindrana: sakit tau, Gi. tapi tak berdarah.
Gia menggelengkan kepala.
Gia Sarasvati: rumah lo cat abu-abu kan? btw gue udah sampai!
Membaca balasan pesan itu membuat Giri sontak menegapkan tubuhnya. Maniknya melotot. "Guys, Gia udah sampai!!!" katanya memberitahu kedua temannya.
Ganesh dan Garda sontak menoleh ke sumber suara. "Seriusan?" respon Ganesh.
Yang ditanya menganggukan kepala. "Iya! Udah ada di depan!!!" ucap Giri terdengar panik.
Ganesh dan Garda ikut menegapkan tubuh. Mereka berdua ikut berdiri. "Ayo kita sambut dia!" ucap Ganesh semangat.
Garda dan Giri menganggukan kepala. Mereka berjalan beriringan menuju pintu utama. Setengah perjalanan suara bel mulai terdengar. Ketiganya memercepat langkah kaki. Jantung Ganesh, Garda, dan Giri berdetak kencang ketika sampai di pintu utama. Entah kenapa mereka jadi seperti ini.
*ting-tong-ting-tong-Assalamualaikum*
Begitu bunyi bel rumah Garda. Ini menyimpang sebenarnya. Agama pemilik rumah itu non islam—Ganesh juga—,tapi bel rumahnya seperti itu. Ini semua karena Giri. Karena keisengannya bel rumah itu terpasang di rumah Garda. Entahlah abstrak sekali pikirannya
Ketiga cowok sudah berdiri di balik pintu, tapi tak kunjung membukakannya. Gia sendiri sudah bosan memencet bel. Ini sudah kesekian kalinya sejak ia berdiri di depan pintu berwarna putih.
"Hallo!?." sapa Gia hampir berteriak.
Gia berhenti memencet bel. Ia mulai menghubungi Giri. Tidak mengirim pesan melainkan menelfon. Suara ponsel Giri terdengar dari luar. Manik Gia memicing. Si kampret yang akan menyewa jasanya itu ada di balik pintu rupanya. "Hallo, Mas Giri???" sapa Gia, lagi.
"Masnya ada di balik pintu 'kan? Bukain dong! Masa Masnya tega nyuruh cewek nunggu di depan pintu?" ucap Gia sembari mengetuk-ngetuk pintu.
Ketiga cowok yang ada di balik pintu saling bertatapan. Salah satu dari mereka seperti mengenal suara itu. Tapi tidak mungkin. Sebisa mungkin ia menyangkal suara milik Gia.
"Udah kita buka ya?" kata Giri memutar kunci pintu.
Dan hanya dengan dua putaran dan satu tarikan pintu berwarna putih itu terbuka lebar.
Menampilkan seorang cewek cantik dengan rambut cokelat tergerai. Ganesh, Garda, dan Giri tak bergerak. Gia juga sama. Apalagi saat maniknya bertemu dengan manik salah satu cowok itu.
Tbc
Cerita ini tidak akan direpost sampai akhir
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top