Who Are You !?
Apa yang terjadi, mengapa ... mengapa mereka semua menghilang. Tak kala malam yang sunyi dan perasaan aneh ini merayapiku. Tetap saja ... apa yang terjadi? Ayah, Ibu, Liuuuuu!!!!!
Maafkan aku semuanya tapi aku akan menyelamatkan kalian semua.... HAHAHAHAHAHAHA !!
***
"Huh?!"
Begitu aku terbangun dalam mimpi aneh itu, semuanya kembali seperti tidak ada yang terjadi. Mataku terbuka dan begitu penglihatanku mulai kembali membaik, semuanya menghilang.
"Ke mana semuanya pergi?!"
Kota ini bagaikan kota mati, tanpa ada yang bisa sapa dan tanpa ada yang bisa kutanyakan sama sekali. Jantungku berdegup kencang begitu melihat mayat keluar dari kaca mobil. Si merah menyala di atasnya, dengan bannya yang yang hampir bocor.
Imajinasiku menjadi liar ketika memikirkan mobil itu akan meledak dan akhirnya menyemburkan potongan daging mayat itu. Gedung-gedung runtuh, terbakar dan penuh akan lumut yang merayapinya.
Yang kuingat adalah ....
"Aku tidak bisa mengingat apa apa?! Sial !"
Akhirnya aku bangkit dari tidurku, menggunakan tanganku yang gemetar aku berdiri. Melihat sekitar hanya api lah yang menyapaku dengan hangatnya. Tak ada yang lain bahkan mereka ... mereka ... kemana mereka semua?
"Liu?!"
Begitu nama itu terucap olehku, aku segera bergegas berlari ke dalam rumah. Di mana pintu bercat cokelat itu terbuka sedikit seolah-olah ada yang menatapku dari dalamnya.
Napasku naik turun dan penglihatanku hampir mengabur kembali. Begitu aku berhasil masuk ke dalam rumah itu aku segera mencari orang yang masih hidup.
"Huh... ha ... huh...."
Tetapi napasku masih berat dan akhirnya aku tertunduk sambil memegangi lututku yang gemetar.
"Ibu, Ayah, Liuuu?!"
Dan yang kutemukan adalah kepingan teka-teki begitu kulihat rumahku berantakan dan penuh noda merah dimana-mana.
Sofa tempat kami menonton bersama penuh dengan guratan. Darah merah menghiasi samping bawah sofa berwarna hijau tua itu. Kapas terlihat melarikan diri dari bagian atasnya.
Dinding rumahku di penuhi oleh sisa-sisa darah yang samar membentuk sebuah lukisan yang abstrak. Rumahku menjadi sarang darah. Dimana saja kucari selalu saja darah itu melihat kearahku. Seakan akan mereka hidup dan dapat berjalan.
Aku berlari ke dapur semoga saja Ibu sedang berada di sana. Biasa dengan tugasnya sebagai juru koki rumah. Tidak membutuhkan waktu yang lama hingga aku sampai disana dan yang kutemui adalah–
"Apa?!"
Semua berantakan. Serpihan piring berserakan membanjiri lantai. Sendok, garpu, pisau bahkan tempat penggorengan patah. Tak bersisa. Garpu tertancab pada beberapa dinding. Di sekelilingnya terdapat beberapa garis yang membentuk huruf.
Kacau sekali sehingga membuatku berpikir bahwa ada perampokan. Bahkan pembunuhan yang sadis.
Berbalik dan segera berlari mencari Ayahku. Biasanya ia sedang mencuci mobilnya di tera depan. Suara derapan kakiku terdengar hampir di dalam rumah. Seolah-olah hanya aku lah yang berada di dalamnya.
"Kamar komputer?! Sial! Tidak ada, gudang?! sama tidak ada, ruang tamu?! Ahhhhhhhh. Kemana mereka semua pergi?"
Hingga akhirnya aku sampai.
"Ayah? Apakah kau di sini."
Aku meraba-raba pada dinding. Semua gelap aku tidak meliahat apa apa. Mobil kesayangan Ayah masih berada di tempatnya namun apa ini?
"Basah?!" Kali ini rasa penasaranku telah pada puncaknya.
Aku kembali ke dalam rumah. Untungnya penerangan masih memungkinkanku untuk dapat melihat. Semua masih sama berantakan, berjatuhan, pecah. Sebelum aku menyadari ada yang salah, aku melihat sebuah tulisan yang ditulis pada cermin ditoilet.
"Darah!? lagi "
Tulisan itu dibuat dengan menggunakan tinta merah yang nyata. Sebuah darah yang masih hangat. Kusentuh tulisan itu -
-- Aren't I Beautiful
Cermin itu memantulkan diriku yang kedua.
Kulihat dengan jelas. Kedua kantung mataku hitam lebam seperti dipukuli. Namun kenyataannya aku tidak merasakan sakit apapun. Tetapi yang kurasakan adalah kekhawatiran yang melanda pada keluargaku.
"Ahh, aku masih harus mencari mereka!"
Satu tempat lagi yang belum kuperiksa –
"Kamar mereka !!!"
Aku bergegas menuju kamar mereka berada. pertama akan kuperiksa kamar kedua orang tuaku terlebih dahulu. Kamar itu terletak di pertengahan rumah dekat dengan kamar mandi, sebelah kanan tangga menuju lantai dua.
"Huh hah huh hah," aku sampai. "Ayah, Ibu?!-
Mataku melebar dan mulutku gemetar. Tubuhku serasa mendapatkan pukulan keras sehingga aku terdiam untuk dapat menerima semua ini.
"Apa apaan ini!? Ini bukan kenyataan, 'kan?!"
"Semua ini hanya mimpi kan? Tidak mungkin mereka mati- AAAAGRRRHHH !!!!!!!!"
Mereka berdua tergeletak sambil bergandengan tangan. Cairan merah membasahi bagian bawah tubuh mereka. Luka sayatan dapat kulihat membekas di leher mereka. Bahkan aku juga bisa melihat kerongkongan dengan sangat jelas.
Aku terjatuh dan hampir muntah. Namun aku menguatkan diriku agar tidak muntah.
Mereka masih menggunakan cincin pernikahan mereka. Apa yang terjadi? Lututku melemas dan aku berteriak sekuat mungkin hingga pita suaraku habis.
Yang jelas ini hanya mimpi, 'kan? Bukan kenyataan? Mana mungkin ini terjadi. Di saat itu otakku terus berpikir dan berpikir, memberikan sebuah sugesti pada diriku sendiri dan tidak pernah berhenti agar aku bisa menerima logika bahwa ini semua hanya mimpi.
"Haaaaahhh...Haaaaaaa !!!!!"
Untuk kali ini aku berteriak sekuat mungkin, sekuat yang kubisa dan sekencang yang kubisa. Aku tak peduli akah ada yang mendengarnya atau tidak. Hanya saja aku tidak bisa menerima ini. Mengapa harus keluargaku sendiri?
Kini aku tidak akan melihat senyuman di wajah kedua orang tuaku kembali. Hanya sebuah foto saja yang dapat kurenungi. Aku sudah membayangkan sebuah pemakaman yang layak. Di sana aku hanya terdiam mengeluarkan butir-butir air mata. Kantung mataku semu tak terlihat. Dibasahi oleh air dan terhalangi oleh rambut cokelat gelapku ini.
Photo kedua orang tuaku akan di pajang. Masing-masing di atas peti mati berwarna hitam gelap. Seorang pendeta akan membaca riwayat mereka masing-masing. Dengan nada yang meyakinkan bahwa mereka berdua melakukan kebaikan selama hayat hidup mereka.
Orang-orang berkumpul mengelilingi pemakaman itu. Dengan pakaian hitam yang mendominasi. Hujan rintik-rintik menjadi pengganti kesedihan diriku. Payung hitam mengerumuni makam kedua orang tuaku bagaikan pasukan semut hitam.
Orang-orang itu akan saling berbisik tentang kedua orang tuaku selagi mereka masih hidup. Memberikan senyum palsu kepada diriku. Memberikan penyemangat padahal itu hanyalah sebuah akting belaka. Di antara mereka ada yang menawarkan tempat tinggal padaku dengan tatapan mencurigakan. Senyum lebar mereka seperti sebuah kejahatan tak terlihat.
Sedangkan adikku akan menangis sejadi-jadinya. Memeluk kedua peti mati hitam itu. Dan meneriakan nama mereka berdua dengan kencang. Wajah orientalnya berubah menjadi bocah kecil yang menggelikan. Semua orang yang berada di sana, tertawa kecil dalam tudung hitam yang melindungi wajah mereka. Topi hitam yang digunakan sebagai tanda bela sungkawa hanyalah kedok.
Yang mereka pikirkan adalah harta warisan. Uang, uang, uang, uang. Mereka hanyalah manusia serakah yang sungguh tamak. Disaat terakhir mereka juga akan membawa adikku pergi dari diriku. Menghilang bersama orang-orang yang menyedihkan. Kedua mata kecilnya tampak kesepian. Air mata tidak kunjung reda dari dalam kantung matanya. Wajahnya memerah sedangkan bibirnya menjadi pucat. Beku.
"Liu, semoga kau baik baik saja"
"LIU?!"
Setelah aku sadar dari khayalan kejam itu aku teringat akan adikku. Dengan seluruh tenaga yang kupunya aku bangkit dari keterpurukan ini. Kuremas palang penyangga pintu kamar kedua orang tuaku. Lalu perlahan aku berdiri walaupun rasanya aku ingin muntah.
Kengerian masih membekas di wajahku. Belum pudar maupun menghilang. Kedua mataku berkaca-kaca. Napasku tidak beraturan semenjak aku melihat kedua orang tuaku tidak bernyawa lagi.
Bibir merah mudaku menjadi pucat. Memikirkan segala kemungkinan yang ada setelah melihat kedua orang tuaku meregang nyawa.
"Itu ... tidak mungkin terjadi!"
Aku berlari dengan terpincang-pincang. Mengetahui bahwa tenaga yang tersisa yang dapat untuk berpikir. Semua berjalan normal tidak ada kejanggalan. Kamar Liu hanya tinggal beberapa meter lagi. Pintu itu terbuka lebar, suara TV terdengar rusak.
"Jangan-jangan ...."
Meraih penyangga pintu dengan tenaga yang masih tersisa. Aku berbalik menghadap kamar itu dengan detak jantung yang tak menentu. Mataku melebar, mulutku menganga, detak jantungku keluar dari ritmenya, keringat basah mengguyur seluruh tubuhku. Dan sebuah serangan telak mengenai batinku yang sedang kacau.
"LIUUUUUU!!!!!!!"
Adikku terkapar di atas sofa hijau. Darah begitu terlihat keluar dari balik pakainnya. Mengalir ke bawah. Membasahi sofa itu. Matanya tertutup dalam kegelapan. Suara nafasnya tidak terdengar lagi.
AAaAaAaaaAAAARGhhHhHH !!!!!
Ia telah meninggalkanku. Hilang selamanya dari dunia ini. Dari rumah ini. Dari keluarga ini. Dan hilang dari dalam ingatanku.
Dari balik kelopak matanya meneteskan setetes air. Setetesair mata. Ia mengangis ? Tapi kenapa? Oleh siapa?
Kini dia membeku. Di atas sofa itu untuk selamanya. Mengapa hidup ini sungguh kejam. Apa yang telah kuperbuat? Mengapa?!
Tanpa kusadari perasaan yang sama menghujam jantungku untuk kedua kalinya. Kini aku benar benar kehilangan kesadaranku dengan normal. Jaket putih yang kukenakan basah. Dihinggapi oleh air mata yang tidak bisa berhenti. Walaupun hanya untuk sesaat saja.
"Kenapa bisa begini?!"
Apa yang harus kuperbuat? Semua telah menghilang, bahkan orang-orang yang mencintaiku. Pergi meninggalkan diriku dalam kehidupan kejam ini. Rasanya ingin aku menyusul mereka. Namun tekad itu menghilang ketika aku sadar bahwa kedua tanganku berlumurkan darah yang kental dan hangat.
"Apa?!"
Darah itu entah dari mana datangnya. Hingga khayalanku berkata nyata padaku. Ia seakan-akan hidup. Ia berkata padaku dengan tertawa senang bahagia.
(Hahaha..akhirnya selesai juga )
(Hahahah...akhirnya selesai juga!)
[Hentikan.. itu akan membunuh kita semua]
(Tidak –)
(Tidak, aku akan menyelamatkanmu!)
(Aku akan menyelamatkan kalian semua!)
(Jangan kau coba-coba menghentikan u!)
Entah mengapa aku sedikit mengingat tentang kejadian itu. Aku tidak tahu mengapa semua kejadian ini ada sangkut pautnya dengan diriku.
Pandanganku membuyar. Aku ketakutan. Sebenarnya siapa aku ini?!
Dari dalam kegelapan yang mengekangku ini, semua harapan musnah. Apakah aku harus hidup dalam keterpurukanku ini. Mungkin selamanya aku akan dihantui oleh rasa bersalah. Tidak, itu tidak akan terjadi padaku.
Mungkin mereka semua telah tiada. Namun jiwa mereka masih kuingat dalam jiwaku ini.
Apa itu?!
Akhirnya semua telah terungkap dengan jelas. Tepat di depan mataku sendiri. Tepat didalam ingatanku sendiri –
(Hahahaha...ini adalah pembalasan dendamku..... semuanya ...hahahaha)
(Pergi dariku sana! ...menjauh dariku ! ... Hahahahah)
(Hahahaha...ini tidak mungkin ..hahahahah)
(Ini baru permulaan...Hahahaha!)
(Kau hanya bisa melihat dan terdiam!? )
(Sekarang aku akan membunuh kalian semua ! )
***
Semua kejadian itu jelas tergambarkan dalam benaku ini. Dengan segala kemungkinan yang terjadi itu benar-benar diriku. Dengan merobek mulutku dengan pisau. Sekarang aku tahu tulisan yang terpampang pada cermin toilet. Itu adalah tulisanku. Dengan menggunakan darah dari luka robek kedua sisi mulutku. Aku menuliskan sebuah kalimat ....
... Aren't I Beautiful ...
Di sana ada Liu. Adikku hanya bisa melihat dan tidak bisa berbuat apa-apa. Diriku bukan ....
Itu bukanlah diriku. Siapa itu ? Seseorang dengan wajah sepertiku dan memiliki sifat yang sadis. Ia berkata-kata yang tidak masuk akal. Dan itu benar-benar gila.
Tapi tunggu dulu?! Itu tidak mungkin terjadi.
Itu adalah diriku sendiri. Hentikan itu! kau akan membunuh adikmu sendiri. Jangan kau lakukan. Hentikan –
Dengan menggunakan pisau dapur. Lelaki yang mirip seperti diriku itu menusuk adikku dengan wajah yang puas. Aku melihatnya dengan senyum lebar yang terhias dari wajahnya.
Hahahaha...hahahaha...
***
Akhirnya aku mengingat semuanya. Semuanya kini ini menjadi masuk akal. Siapa yang menjadi dalang dari semua pembunuhan ini, siapa yang melakukan ini. Kini semuanya, aku mengetahuinya.
Dari dalam rumah itu. Tiga orang mati dengan mengenaskan. Dan hanya satu yang berhasil hidup. Itu adalah aku, aku, AKU!
Semuanya benar-benar menjadi jelas sekarang.
Guratan-guratan itu, darah-darah itu, pembuhan itu bahkan pembantaian yang terjadi di rumah ini. Semuanya karena ....
" ... Salahku!"
Rupanya akulah yang membunuh mereka. Aku–
Bukan diriku yang lainlah yang membunuh mereka semua! Tanpa ampun. Bahkan tanpa pandang dulu.
Hahahaha.... bukankah ini gila. Rupanya aku lah sang pembunuh gila itu. Mengapa aku menangis melihat ketiga mayat itu. Mengapa!?
Apakah hanya sandiwara belaka?! Apakah hanya kamuflase belaka?! Atau hanya sebagai penghias saja. Sebagai pertunjukan yang dapat memuaskan diriku yang mulai gila ini.
Hahahaha ... kau tidak gila tetapi, kau bukanlah diriku
Dalam sejenak suara itu menggema dalam telinga diriku. Dan tanpa kusadari aku mulai tersenyum lebar. Dan tertawa terbahak-bahak.
(Hahaha...ahahahaha...hahaha)
(Akhirnya –)
(Akhirnya, semua kepingan itu terkumpul !)
(Aku lah yang membunuh mereka semua...hahahahaha !)
(Kini –)
(Kini aku bangkit dari keterpurukan)
(Dan berhasil hidup dari kematian)
Aku tidak menyadarinya bahwa kini pandanganku menggelap. Wajahku memucat. Bibirku membeku.
Bahkan kini tanganku dilumuri oleh darah entah dari mana.
Yang terakhir kulakukan hanyalah tersenyum lebar tanpa penyesalan sedikitpun. Perasaan itu sungguh ringan dalam diriku. Dan sedikit demi sedikit aku mulai menerimanya.
Hahahahah....hahahah..ahahaha..hahaha*
Go to Sleep !
==========================================================
Terima kasih karena telah membacanya, semoga terhibur. OK ^.^ V
Cover: from google editing by me
Pict: Thanks to [ccizaya]&[staryskytrench] ^^ V
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top