VII : Melihat Bintang
Setelah sampai di rumah Leo, (Lea baru tahu kalau rumah itu milik keluarga Leo yang sudah meninggal). Mereka berdua langsung diinterogasi oleh Vinsen.
"Kalian lama sekali." Kata Vinsen to the point.
"Tadi kami pergi ke kota Xvyr." Jawab Leo kemudian duduk di sofa.
"Siapkan barang-barang kalian, besok kita akan pergi ke utara." Perintah Leo.
"APA?!" Teriak Miranda sambil berlari menuruni tangga.
"Awas jatuh." Saran Andrew yang baru keluar dari dapur.
"Tadi kami bertemu dengan Hazel, informan Leo." Kata Lea, tidak ditujukan kepada siapa-siapa secara khusus.
"Hazel? Maksudmu Hazel Gryusa? Bagaimana pendapatmu tentangnya?" Tanya Miranda bertubi-tubi.
"Ya..."
"Menurutku dia orang yang baik, dia bahkan memberiku kalung ini." Kata Lea, sambil memperlihatkan kalung Emerald, kepada mereka.
"Bisa dipakai untuk teleportasi, tetapi kita tidak bisa menggunakannya." Jelas Leo kepada mereka.
"Eh? Kenapa tidak?" Tanya Lea bingung.
"Bukannya tidak bisa digunakan. Di utara, di tempat penjaga-penjaga itu berada, mereka memasang sihir pelindung yang sangat kuat. Menggunakan sihir teleportasi ke sana, sama saja dengan cari mati." Jelas Leo panjang lebar.
"Apa yang akan kita bawa?" Tanya Miranda.
"Aku, Andrew, dan Vinsen akan membawa pedang. Kau bawa belati, dan Lea akan membawa busur." Jawab Leo.
"Aku tidak tau cara menggunakan busur." Kata Lea.
"Tenang saja, akan kuajarkan." Kata Andrew sambil mengangkat jempol.
"Aku lapar, kalian memasakkan sesuatu?" Tanya Leo sambil memegang perutnya.
"Aku akan memasak kalau kau memintanya." Kata Miranda antusias.
Seketika wajah Leo, Vinsen, dan Andrew langsung memucat. Lea yang melihat hanya mengangkat sebelah alisnya pertanda bingung.
"Kalian kenapa pucat begitu?" Tanya Lea polos.
Raut wajah Andrew, Vinsen, dan Leo langsung berubah menjadi 'mati aku.'.
"Sebenarnya aku bisa memasakkan sesuatu kalau kalian mau." Kata Lea kepada mereka bertiga.
"BENARKAH?!" Kata Vinsen, Andrew, dan Leo kompak.
"Uh ya tentu saja. Akan kubuatkan lebih kalau kalian mau." Kata Lea sedikit speechless saat melihat wajah mereka yang berbinar-binar.
"Terima kasih Lea, kau penyelamat kami." Kata Andrew kelewatan senang, kemudian memeluk Lea. Aura di sekitar Vinsen, Leo, dan Miranda langsung berubah menjadi tatapan membunuh.
"Kalau begitu, akan kubuat secepatnya." Sambil mendorong paksa Andrew, Lea langsung berlari ke dapur, meninggalkan Andrew di tengah-tengah mereka bertiga.
~~~~
Mengabaikan Andrew yang sudah babak belur, karena dihajar oleh tiga orang, di depan mereka tersedia makanan yang membuat air liur meleleh.
"Ah ya. Karena aku tidak mengetahui makanan di dimensi ini, jadi aku membuat makanan yang aku tahu saja." Kata Lea pada mereka.
"Mungkin aku akan menghabiskannya." Kata Vinsen.
"Lea i-ini apa?" Kata Andrew terbata-bata, karena melihat makanan yang -mungkin- bisa membuatnya, makan kelebihan porsi.
"Chicken teriyaki, Lime chicken salad, dan Chocolate topped cheesecake." Kata Lea sedikit sweatdrop, saat melihat raut wajah mereka.
"Ini punyaku!" Bentak Andrew pada Vinsen yang mengambil makanannya kelewatan banyak.
Leo makan dengan santai, sedangkan Miranda dan Lea sesekali berbincang ringan.
Lea sangat senang karena baru kali ini, dia makan bersama teman-temannya, selain Rey dan Scarlet tentunya. Walaupun dia tidak terlalu menunjukkan emosinya secara langsung, tapi sebenarnya dia sangat bahagia.
Selalu dibully di sekolah, membuat hatinya tidak memikirkan perasaannya sendiri. Tapi sekarang walau hanya sedikit, setidaknya dia dapat bersenang-senang dengan teman barunya.
Lea juga berharap agar dia dapat bertemu dengan Adam. Karena menurutnya, Adam tidak memberikan petunjuk yang jelas, mengenai siapa yang harus dihadapinya, dan mungkin menanyakan sesuatu yang dapat membuat rasa penasarannya berkurang.
Setelah mereka selesai makan, mereka duduk di sofa sambil saling menatap satu sama lain -canggung-.
"Hei, bagaimana kalau kita melihat bintang?" Usul Miranda.
"Setiap hari kita melihat bintang Miranda." Cibir Vinsen.
"Berbaik hatilah karena Lea kan belum pernah melihat bintang bersama-sama dengan kita." Goda Miranda pada Vinsen.
"Lakukan semaumu saja." Kata Vinsen sambil membuang muka.
"Kalau aku tidak keberatan." Kata Leo.
"Ayo kita pergi. Let's go!" Sahut Andrew yang langsung membuat mereka tertawa karena kelakuannya seperti anak kecil saja.
~~~~
Lea tidak bisa mengatakan sepatah kata pun. Pemandangan yang dilihat oleh matanya, terasa seperti mimpi.
'Sebenarnya apa yang kurang dari Xalloph?!' Batin Lea.
"He-hebat." Bisik Lea pelan pada Miranda yang berada disebelahnya.
Miranda hanya terkekeh pelan, menanggapi reaksi Lea ini.
"Legenda mengatakan kalau bintang-bintang seperti itu, selalu ada disaat White Queen kembali ke dimensi Xalloph ini." Jelas Miranda pada Lea.
"Memangnya White Queen berada di mana?" Tanya Lea.
"Di dimensi lain yang bernama Alba." Sambung Vinsen yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka.
"Kalian pernah pergi ke sana?" Tanya Lea lagi, yang kali ini lebih penasaran dari sebelumnya.
"Pergi ke sana? Maksudmu dimensi Alba?" Kata Vinsen memastikan.
"Tentu saja." Ucap Lea.
"Mana mungkin kami ke sana Lea, belum pernah ada orang yang ke sana. Mungkin Adam pernah pergi ke sana." Jelas Vinsen yang sedikit ragu.
"Apakah ada yang istimewa dari dimensi itu?"
"Sejauh yang kami tahu, dimensi Alba merupakan tempat kelahiran orang-orang hebat. Adam, White Queen, dan 'dia'."
~~~~
"Maaf master." Ucap seseorang yang tengah berlutut dan menundukkan kepalanya.
"Sebelum kau berhasil, jangan pernah berharap kau bisa melihat mereka lagi!" Kata sang master penuh penekanan di setiap kata.
Setelah pergi menggunakan sihir teleport, meninggalkan masternya sendiri dan hewan peliharaannya, kalau pun bisa disebut hewan peliharaan.
Hewan yang berada di sebelah singgasananya, lebih cocok dikatakan monster, daripada hewan peliharaan pada umumnya.
"Jadi dia sudah kembali ya? Mungkin aku harus turun tangan kali ini." Katanya sambil tersenyum licik dan menyimpan sejuta rahasia yang penuh arti.
~~~~
"Jadi pada dasarnya, saat membidik target kau harus rileks Lea, jangan terlalu tegang." Saran Andrew yang sedang mengajarinya menggunakan busur.
"Mudah mengatakan tapi sulit melakukannya Andrew." Gumam Lea sepelan mungkin.
Mungkin sudah 16 kali dia meleset, tapi Andrew hanya mengajarinya dengan sangat sabar.
Woosh
Setelah membidik target dan melepaskan anak panah, betapa terkejutnya Lea mendapati kalau anak panah yang ia lepaskan tepat sasaran.
"Hebat! Di anak panah ketujuh belas kau mengenai targetmu." Kata Andrew tersenyum bangga.
"Yah, mungkin hanya keberuntungan." Kata Lea menutupi perasaan bahwa ia sangat senang karena telah berhasil melakukannya.
"Ayo kita harus segera kembali." Ajak Andrew, karena tempat latihan mereka saat ini di hutan. Lea hanya mengangguk tanda setuju.
'Mungkin Leo terlalu berlebihan. Aku tidak merasakan sesuatu yang istimewa dari dirinya.' Pikir Andrew.
Sabtu 17 Desember 2016
#96 in fantasy
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top