Can You Hear My Heart Voice? (Doctor!MidorimaxReader)
Aku berusaha menjadi dokter bukan hanya agar bisa menolongmu, tapi juga agar bisa selalu bersamamu.
-Midorima Shintarou-
.
.
.
Seorang gadis bersurai (hair color) terlihat asyik mendribble bola orange di sebuah gym yang sangat sepi. Peluh yang bercucuran dan nafasnya yang memburu tidak digubrisnya. Dengan lihai, gadis itu melalukan three point yang sukses masuk ke dalam ring. Ia menyeringai senang dan hendak mengambil bola basket di sisi lain lapangan, namun...
"(Full Name)!" Suara panggilan yang terdengar tegas penuh wibawa namun menyiratkan kekesalan yang amat sangat, membuat gerakan sang gadis berhenti.
Ia menoleh ke arah seorang lelaki berambut hijau lumut lengkap dengan kacamata dan jas dokternya. Lelaki itu memasang muka kesal dan berjalan mendekati sang gadis.
"Bisa-bisanya kau keluar dari ruanganmu dan main basket di sini-nanodayo!"
(Name), si gadis yang bermain basket tadi hanya nyengir tanpa dosa.
"Ehehe~ Aku bosan di ruanganku. Kau sendiri juga lama datangnya."
"Selama tiga tahun aku bekerja di sini, aku tidak pernah mendapat pasien yang keras kepala dan sinting sepertimu-nanodayo!"
Gadis bernama (Full Name) itu lagi-lagi cuma tersenyum. Sebagai teman semasa SMU sang dokter, ia tahu bahwa ucapan dokter yang mengurusnya ini bukanlah ejekan atau hinaan. Ia tahu bahwa sebenarnya sang dokter juga mengkhawatirkannya.
"Nee, Midorima-kun..." panggilnya pada sang dokter. Dokter yang memiliki name tag Midorima Shintarou di jas dokternya itu membenarkan letak kacamatanya tanpa menatap (Name).
"Bisakah kau melakukan three point sama seperti dulu?"
"Apa maksudmu-nodayo? Jangan menambah pekerjaanku lagi! Ayo kembali ke ruanganmu sebelum tubuhmu memar lagi-nanodayo!" Midorima nyaris menyeret (Name) namun gadis itu berkelit ketika tangan Midorima nyaris menyentuhnya.
"Aku akan kembali ke ruanganku asalkan kau memperlihatkan three point andalanmu." Tawar (Name).
"Untuk apa-nanodayo? Itu hanya buang-buang waktu-nanodayo."
"Kumohon..." (Name) terlihat memelas dan menatap Midorima dengan ekspresi terimut yang dia miliki. Membuat sang dokter menghela nafas.
"Jangan berpikir aku melakukannya untukmu-nanodayo. Aku sudah lama tidak melatih tembakanku-nanodayo. Jadi..."
"Iya, aku tahu Dokter Tsundere." Potong (Name) cepat.
Midorima melirik (Name) tajam bermaksud mengintimidasinya, namun sang gadis sepertinya tidak terpengaruh dan malah mengabaikan tatapan Midorima.
Pemuda zamrud itu menyingsing lengan jas dokternya lalu mengambil bola basket yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Setelah memantulkan bola beberapa kali sebagai pemanasan kecil, Midorima melempar bola orange tersebut dengan three point andalannya. Hasilnya? Sudah jelas jika akurat, dan tidak meleset sama sekali.
(Name) tersenyum melihat gaya Midorima yang menurutnya keren saat berada di lapangan dan bermain basket seperti sekarang. Dan hal itu juga yang membuat seorang gadis seperti (Name) jatuh cinta padanya. Tapi sayangnya, gadis itu lebih memilih tidak mengatakannya. Bukan karena takut ditolak, namun lebih kepada ia takut jika Midorima sakit hati gara-gara dia.
Midorima menoleh menatap (Name) dan agak terkejut melihat memar yang muncul di siku dan pergelangan tangan (Name).
"Sekarang lihat tubuhmu-nanodayo! Tubuhmu memar lagi kan? Ikut aku ke ruang periksa sekarang-nanodayo!" Kali ini, Midorima benar-benar menyeret (Name) untuk pergi bersamanya ke ruang periksa.
***
(Name) duduk sendirian di bangku taman sambil mengamati daun berwarna merah kecokelatan yang gugur tertiup angin. Hawa terasa dingin di senja musim gugur, namun bagi (Name), itu tidak menyurutkan seleranya untuk meminum soda dingin yang baru saja dibelinya di mesin penjual otomatis terdekat.
Baru saja ia akan menghabiskam sisa minumannya di tegukan terakhir, sebuah tangan terulur dan merebut minuman kaleng yang digenggamnya. (Name) mendongak dan mendapati Midorima berdiri dengan raut muka kesalnya.
"Sudah kubilang untuk tidak meminum minuman yang berkarbonasi atau bersoda seperti ini-nanodayo! Dasar kepala batu!"
(Name) hanya nyengir lalu menatap Midorima sendu. Midorima yang menyadari perubahan ekspresi (Name), memutuskan untuk duduk di sampingnya setelah melempar kaleng minuman yang direbutnya dari (Name) ke tempat sampah.
"Kau sudah melewatkan 3 jadwal kemo dan itu waktu yang cukup untuk membuat sel-sel berbahaya yang ada di dalam tubuhmu berkembang-nanodayo." Midorima berbicara dengan nada datar sambil memperbaiki letak kacamatanya.
"Aku sudah lelah, Midorima-kun..." gumam (Name) lirih. Midorima melirik sekilas (Name) yang memasang wajah sendu.
Sungguh, pemuda hijau lumut itu ingin memeluk (Name) dan menenangkannya, tapi karena harga dirinya terlampau tinggi, Midorima hanya merubah sedikit posisi duduknya tanpa menanggapi ucapan (Name).
Tak tahukah gadis di sampingnya ini jika Midorima menjadi seorang dokter demi dirinya? Setelah didiagnosa menderita hemofilia akut saat kelas tiga SMU, Midorima bertekad untuk menjadi dokter agar bisa merawat (Name). Tentu saja pemuda Oha-Asa freak itu tidak mengatakannya secara gamblang, tapi semua sikapnya tentu menunjukkan perhatian yang lebih pada seorang (Full Name). Keinginan Midorima semakin tinggi saat (Name) kembali didiagnosa mengalami leukimia stadium awal saat tahun ketiga kuliahnya.
Pemuda itu belajar lebih keras dari siapapun untuk bisa jadi dokter hanya demi kesembuhan (Name)...
"Menurutmu... apa aku bisa diselamatkan?" pertanyaan kekanakan itu meluncur begitu saja dari mulut (Name) yang terdengar putus asa.
"Manusia hanya berusaha sebaik mungkin-nanodayo. Dan Kami-sama lah yang menentukannya-nanodayo." jawab Midorima dengan nada cuek. Walaupun sebenarnya ia terluka mendapat pertanyaan seperti itu. Apa (Name) tak menyadari usahanya untuk menolongnya?
(Name) tersenyum tipis lalu kembali menatap Midorima.
"Jadi apa dasi kupu-kupu itu Lucky itemmu hari ini?" nada ceria yang menggoda Midorima tanpa sadar membuat pemuda itu menghela napas lega.
"Itu bukan urusanmu-nanodayo."
Ya ampun, betapa tsunderenya dokter yang satu ini.
***
"(Name)-chan!" Langkah (Name) terhenti saat ada seseorang yang memanggil namanya. Gadis itu menoleh dan tersenyum hangat pada laki-laki beraambut hitam yang kini berjalan ke arahnya.
"Ada apa, Takao-kun?"
"Shin-chan menyuruhmu untuk tidak melewatkan jadwal kemoterapimu minggu ini!"
(Name) mengambil ponselnya yang ada di saku dan melihat catatan kemoterapi selanjutnya.
"Tanggal 14 maret ya..." (Name) menggumamkan tanggal yang sudah ditandai di ponselnya. Ia sudah 'kabur' dari kemo nya minggu lalu. Jadi jika dia kabur lagi, bisa dibayangkan bagaimana marahnya dokter berkacamata itu.
"Baiklah. Aku akan datang." Jawab (Name) singkat.
Akhirnya pada tanggal 14 maret, (Name) pergi ke Rumah Sakit tempat Midorima bertugas.
"Etto... boleh kutahu jam berapa jadwal kemoterapi yang ditangani Midorima-sensei?" Tanya (Name) pada seorang suster yang berada di bagian resepsionis.
(Name) sengaja datang lebih pagi agar Midorima tidak mengomelinya dengan alasan datang terlambat.
"Maaf, tapi Midorima-sensei tidak ada jadwal kemoterapi hari ini."
"Eeh? Tapi dia memintaku untuk datang ke rumah sakit hari ini."
"Ah... Jangan-jangan anda (Full Name)-san?"
"I-iya." Jawab (Name) agak ragu.
"Sumimasen, Midorima-sensei sudah menunggu anda di ruang kerjanya."
"Ruang kerja?? Dia tidak menungguku di ruang praktiknya?" (Name) terlihat heran karena tidak biasanya dokter berkacamata itu menunggunya di ruang kerja.
Namun gadis bersurai (Hair Colour) itu tetap melangkahkan kakinya menyusuri koridor rumah sakit demi menemui sang dokter untuk meminta penjelasan darinya. Sesampainya di ruangan Midorima, (Name) terkejut melihat pemuda bersurai hijau itu hanya duduk bersandar di meja kerjanya.
"Apa maksudnya ini Midorima-kun?" (Name) menatap Midorima menuntut penjelasan.
Heran? Sudah pasti. Pasalnya hari ini adalah jadwal kemoterapi (Name) tapi sang dokter malah menunggunya di ruang kerjanya hanya dengan baju santai kasual yang terdiri dari celana jeans panjang, kaos lengan panjang sewarna surai lumutnya, dirangkap dengan kemeja lengan pendek berwarna putih. Jangan lupakan sepatu kets dan lucky item sang dokter hari ini, yaitu jam tangan merek ternama yang kini tengah dipakainya.
"Kau membiarkanku terlalu lama menunggumu, (Name)." Gerutu Midorima dengan nada rendah. Dalam hati (Name) ingin mencerca Midorima karena menyuruhnya datang di rumah sakit dalam rangka jadwal kemoterapi tapi sang dokter malah sepertinya sedang masa cuti hari ini.
"Hari ini, kau akan ikut denganku-nanodayo." Midorima memperbaiki letak kacamatanya dan berjalan keluar ruangan meninggalkan (Name) yang melongo tak percaya dengan ucapan Midorima barusan.
Apa-apaan ini?!
***
Midorima menghentikan mobilnya di sebuah perkebunan stroberry yang terletak agak jauh dari pusat kota Tokyo. Sejak (Name) masuk mobil sang dokter, hingga mereka sampai di perkebunan itu, si surai zamrud sama sekali tidak membicarakan apapun. Bahkan pertanyaan-pertanyaan yang (Name) ajukan, tidak dijawab.
Gadis itu hanya mengekor Midorima saat mereka turun dari mobil dan memasuki salah satu rumah kaca di perkebunan itu. (Name) takjub dengan hamparan pohon strawberry yang terjajar rapi lengkap dengan buahnya yang merah menggoda siap dipanen.
"Midorima-kun, kenapa kau membawaku ke sini?" Tanya (Name) entah untuk yang keberapa kalinya.
"Yo, Midorima!" Seorang lelaki berambut pirang kecokelatan datang dari salah satu rumah kaca dan berjalan menghampiri Midorima yang berdiri bersama (Name).
"Hisashiburidessu, Miyaji-san." Midorima menundukkan sedikit kepalanya untuk menghormati orang yang dipanggil Miyaji tersebut. (Name) mengerutkan keningnya seolah berusaha mengingat sesuatu. Ia tak asing dengan orang bernama Miyaji ini. Di tengah kesibukan (Name) yang menggali memori otaknya untuk mengingat kembali Miyaji, obyek yang dipikirannya itu menatapnya
"Wah...(Name)-Chan... Kau ikut Midorima rupanya?"
Dan saat itu, (Name) baru ingat jika Miyaji adalah teman seangkatannya dulu di SMU Shuutoku. Ia tak pernah sekelas dengan Miyaji, wajar jika (Name) tidak begitu mengenalnya. Gadis bersurai (Hair Color) itu hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Miyaji.
"Jadi dia yang kau ajak?" Kini perhatian Miyaji kembali tertuju pada Midorima.
"Aku tidak punya pilihan lain, Takao sibuk dengan pekerjaannya, jadi terpaksa aku mengajaknya-nanodayo."
(Name) cemberut menatap Midorima. Apa maksud ucapannya itu? Jadi dokter itu mengajaknya ke sini karena terpaksa? Namun baik Midorima maupun Miyaji sepertinya tidak menyadari wajah cemberut (Name).
"Baiklah, sesuai janji. Kau boleh petik buah stroberry di sini sepuas kalian." Ujar Miyaji riang.
(Name) terperangah dan menatap Miyaji bingung dan saat ia hendak bertanya pada Midorima, sang dokter hanya memasang wajah tidak peduli.
Dan kondisi ini benar-benar membuat (Name) bingung.
"Midorima-kun, kenapa kau mengajakku kesini?" Tanya (Name) begitu mereka beristirahat di salah satu sudut rumah kaca setelah berkeliling di tempat itu dan memetik beberapa buah stoberry.
"Miyaji-san yang memintaku datang kesini-nanodayo." Jawab Midorima enteng.
"Kenapa Miyaji melakukannya?"
"Mana aku tahu-nanodayo."
Bohong.
Midorima mungkin tidak bisa mengatakan alasan kenapa ia membawa gadis sekaligus pasiennya itu ke tempat ini. Dan (Name), walau ia tahu sifat tsundere Midorima yang over dosis, ia terkadang tak bisa membaca gelagat Midorima.
"Wah... ini enak!" Gumam (Name) saat mencicipi salah satu buah stroberry yang tadi mereka petik. Midorima melirik (Name) dan tersenyum tipis yang bahkan tidak disadari gadis itu.
"Midorima-kun, kau tidak ingin mencobanya?" Tawar (Name). Midorima hanya menggelengkan kepalanya dan memberi isyarat agar (Name) saja yang memakannya. Namun bukan (Name) namanya jika tidak keras kepala. Ia menepuk pundak Midrorima pelan, membuat surai zamrud itu menoleh menatapnya dan tanpa menunggu aba-aba, (Name) memasukkan sebuah stroberry kecil langsung ke mulut sang dokter. Membuat Midorima terpaksa mengunyah buah itu dan menelannya. Detik berikutnya, ia melotot kearah (Name) yang hanya bisa nyengir tak berdosa.
Setelah dari perkebunan stroberry, Midorima mengajak (Name) pergi ke berbagai tempat yang tak pernah (Name) kunjungi sebelumnya. Mulai dari tempat museum antik di pusat kota, taman bermain yang baru saja dibuka dan sampai di tempat terakhir saat matahari hampir terbenam.
Tempat terakhir yang dikunjungi (Name) dan Midorima adalah sebuah pantai pasir putih yang agak jauh dari kota. Mereka berdua berdiri di pinggir pantai sambil menyaksikkan sunset dengan warna jingga menyala dan awan-awan yang mengelilinginya membuat siapapun terpesona memandangnya.
"Midorima-kun, kenapa kau mengajakku pergi hari ini?" Tanya (Name). Midorima hanya diam dan tatapannya lurus ke depan. Berlainan dengan pikirannya yang berbelok entah kemana.
"Midorima-kun?" Kali ini (Name) menoleh untuk melihat ekspresi sang dokter.
Pemuda berkacamata itu merogoh kantung celananya dan memberikan sebuah kotak kecil untuk (Name). (Name) menatap kotak itu secara seksama sebelum tatapannya kembali pada Midorima yang memalingkan mukanya.
"Aku tadi membeli sekotak cokelat saat di taman bermain tadi. Kau pasti tahu kan jika cokelat itu baik untuk kesehatan-nodayo? Jadi aku membelikannya karena kupikir kau akan..." Ucapan Midorima terputus saat (Name) mengambil kotak berisi cokelat itu, membukanya dan memakan isinya.
"Arigato, Midorima-kun." Ujar (Name) dengan senyum tulusnya. Membuat semburat tipis kemerahan muncul di kedua pipi Midorima.
"Nee, Midorima-kun..."
Midorima menoleh tepat saat (Name) mencipratkan air laut tepat ke mukanya, membuat muka, kacamata dan sebagian bajunya basah. (Name) nyengir dan berlari dari kejaran Midorima yang berusaha membalas perbuatannya.
"Ittai!" (Name) merasakan sesuatu menggores telapak kakinya dan membuat Midorima menghentikan langkahnya kaget.
"(Name), ada apa?" Walau raut mukanya datar, tatapan khawatir Midorima tidak bisa disembunyikan seluruhnya. (Name) menoleh menatap Midorima dan ia tahu ada sorot kekhawatiran di manik zamrud itu. Ia pun hanya tersenyum menggoda seolah berhasil menjahili sang dokter.
"Kejar aku kalau bisa, DOKTER TSUNDERE!" setelah berkata demikian, (Name) kembali berlari menjauhi Midorima. Jelas sekali jika sekarang ada perempatan siku-siku imajiner yang tercetak di kepala Midorima karena ucapan (Name) barusan. Tanpa pikir panjang, ia kembali mengejar (Name) yang berada 3 meter di depannya.
Setelah berlari selama beberapa meter, tiba-tiba langkah (Name) melambat dan ia memegangi kepalanya.
"(Name), kau baik-baik saja?" Tanya Midorima tajam. Ia mengamati wajah (Name) dengan seksama.
"Kepalaku Cuma sedikit pusing..." Jawab (Name) pelan. Midorima memicingkan matanya dan memegang kening (Name). Gadis itu tampak lemah dan berwajah pucat seperti orang kekurangan darah.
Tunggu dulu! Kekurangan darah?!
"(Name), apa kau terluka?!" kali ini jelas ada nada panik pada suara Midorima.
"Aku tidak tahu terluka atau tidak, tapi telapak kaki kiriku rasanya perih..."
Manik zamrud Midorima langsung terarah ke bawah dan dan terperangah melihat tetes demi tetes darah tersapu ombak.
"Astaga, (Name)!" Reflek Midorima menggendong (Name) ala bridal style yang sudah mulai lemas karena kehilangan cukup banyak darah.
"Kau tahu jika kau ini punya hemofilia! Setidaknya berhati-hatilah agar kau tidak terluka! Tunggu! Jangan pejamkan matamu sekarang! Bertahanlah! Aku akan segera membawamu ke Rumah Sakit!" kata-kata Midorima yang sangat panik dengan keadaan (Name) tak begitu didengarnya. Kepalanya sangat pusing dan perih di kakinya membuatnya ingin memejamkan mata sejenak, dan di saat bersamaan ia bisa merasakan kepedulian Midorima yang ingin agar ia tetap hidup.
***
(Name) membuka matanya saat mencium bau obat-obatan yang menyengat. Suasana serba putih dan aroma yang khas ini membuat gadis itu yakin jika sekarang ia berada di rumah sakit. Ia mencoba bangun dan merasakan kembali perih di kakinya, bedanya lukanya saat ini sudah tertutup perban dengan sangat rapi. Saat ia menoleh ke samping, gadis bermanik (Eye color) itu melebar melihat sesosok pria jangkung bersurai hijau lumut lengkap dengan jas dokternya tertidur di samping ranjangnya.
"Midorima-kun..." lirih (Name) pelan. Midorima membuka matanya perlahan mendengar suara (Name) dan terperanjat mengetahui gadis itu sudah sadar.
"Kau sudah sadar? Bagaimana keadaanmu?" Tanya Midorima sambil mengecek keadaan (Name).
"Sudah lebih baik." (Name) tersenyum lemah untuk meyakinkan sang dokter jika dia baik-baik saja. Midorima menghela napas lega dan hendak berbalik pergi, (Name) menahan lengan pemuda bersurai hijau lumut itu, membuat manik zamrudnya menatap (Name) heran.
"Boleh aku keluar untuk melihat bintang?" Pinta (Name) dengan suara lirih.
"Kau harus istirahat yang cukup, sudah beberapa kali kau mengabaikan jadwal kemoterapimu. Dan itu cukup berbahaya untuk keadaanmu saat ini." Tolak Midorima. (Name) terdiam dan mengeratkan genggamannya.
"Kumohon..."
Pertahanan Midorima runtuh seketika melihat ekspresi sedih di wajah gadis yang disukainya itu. Ia menghela napas dan melepaskan pegangan (Name) dengan lembut.
"Aku akan mengambil kursi roda untukmu. Tunggulah sebentar di sini." Setelah berkata demikian, Midorima berjalan keluar untuk mengambil kursi roda.
Setelah (Name) didudukkan di kursi roda dengan sangat hati-hati oleh Midorima, dokter muda itu mendorong kursi rodanya sampai di taman rumah sakit. (Name) mendongakkan kepalanya dan tersenyum melihat ratusan bintang bertebaran di langit malam yang gelap.
"Midorima-kun, aku ingin duduk di sana..." (Name) menunjuk sebuah bangku kosong yang ada di taman rumah sakit. Midorima hanya diam dan menggendong (Name) ala bridal style dan mendudukkan gadis itu di tempat yang dimintanya. Ia juga duduk di samping (Name) untuk menjaga keseimbangan tubuh gadis itu agar tidak ambruk.
Hening
Selama beberapa menit berlalu, baik Midorima dan (Name) tidak ada yang memulai percakapan terlebih dahulu. Mereka hanya mendongak menatap bintang yang bersinar di langit seolah berbicara pada mereka tentang isi hati masing-masing.
"Nee, Midorima-kun..." Panggilan pelan dari (Name) memecah keheningan saat itu. Manik zamrud Midorima melirik gadis bersurai (Hair color) itu tanpa berniat menjawab panggilannya.
"...aku baru ingat jika ini tanggal empat belas maret." Lanjut (Name). Midorima masih tidak merespon ucapan gadis yang kini menyandarkan kepalanya di bahu Midorima.
"Itu artinya...Ini White Day kan? Apa kau melakukan ini semua untukku?" Tanya (Name) pelan.
Muka Midorima langsung memerah seketika. Tidak menyangka bahwa gadis pujaan hatinya itu bisa menebak apa yang dilakukannya hari ini.
"Te-tentu saja tidak-nanodayo! Apa yang kau pikirkan hingga kau..." Ucapan Midorima terhenti saat (Name) menggenggam erat tangan Midorima.
"Shintarou, jika ada bintang jatuh nanti aku punya satu permintaan." Gumam (Name) pelan.
"Apa-nanodayo?"
"Aku ingin kau bisa mendengar, semua suara hatiku."
Manik zamrud Midorima melebar, ia tersenyum tipis dan mengecup pucuk kepala (Name).
"Baka, kau sendiri juga tidak bisa mendengar suara hatiku."
Midorima membalas genggaman tangan gadis pujaan hatinya. Membuat hati (Name) terasa ringan dan senyum terukir di wajahnya hingga hembusan napas terakhirnya.
-
-
-
Oke, aku tahu ini telat banget. Dan aku cuma mau bilang, "MAAFKAN AUTHOR SOK SIBUK INI!!"
*bungkuk2 ala Sakurai*
alice_dreamland Aku publish sekarang gak papa kan? Padahal kumasih punya hutang trade fict denganmu, Dare dari Heaira_Tetsuya dan tugas bikin fict buat seleksi. //masoniankaunak!!
Jada maafkan Haruka kalau jadwal publishnya ntar diundur lagi karena Haruka ngutamain fict yang ada deadline nya dari pada fict yang tanpa deadline. Hontou ni Sumimasen. (。•́︿•̀。)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top