2. Di Luar Kebiasaan
Peringatan:
Saat membaca ini, abaikan image Gekko dan Alz yang cool. Sekali-kali biarlah mereka merasakan manisnya jatuh cinta #eeelaaah. Metz-kuuuun maafkan daku yang membuat charamu jadi seperti iniiii T^T.
.
Mirror//replicA by Moccametz
The Hidden Assassin by pepperrujak
.
.
Winter, South Wardenlitch
South Warden Highschool of Alliance
.
Ini hari yang biasa, hanya saja dengan tambahan salju dan udara yang lebih dingin. Alz jadi semakin tak mau beranjak dari tempat duduknya. Dia bermalas-malasan dengan kepala yang menyandar nyaman di bangku, juga kedua lengannya yang beralih fungsi sebagai bantal dadakan.
"Sst ... sst ... Alz~~ fuuuh,"
TAK!
Tetsuo Lukaku, mendapat jitakan keras di kepalanya oleh seorang gadis berkacamata, Alleyya Ishvani, gara-gara mengganggu Alz dengan cara yang dianggap Alley sangat aneh.
"Jangan membangunkan orang dengan cara seperti itu! menggelikan!" Alley merinding sendiri, melihat Tetsuo yang berbisik-bisik di telinga Alz seperti mencoba menggoda.
"Apa salahnya? Aku hanya membangunkan dengan cara yang lebih kreatif," Tetsuo cengengesan.
"Tapi itu menjijikkan!" Alley berteriak jengkel. "Cobalah melakukan sesuatu dengan normal!"
"Hee~ dengan normal itu seperti apa?" Tetsuo menelengkan kepalanya ke kiri, dengan jari telunjuk yang diletakkan di bawah bibir, juga tak ketinggalan bibir yang sedikit dikerucutkan agar terlihat imut seperti gadis-gadis di majalah fasion lolita.
"Jangan bergaya seperti itu! Hiiiee~~," Alley merinding sendiri. Tetsuo sampai terbahak karena berhasil membuat teman cantiknya itu kesal bukan main.
GRAK!
Tetsuo dan Alley mendadak diam, karena tiba-tiba Alz berdiri sampai membuat kursinya bergeser dan menimbulkan bunyi cukup keras. Alz kemudian berlari ke luar kelas seperti terburu-buru. Meninggalkan Tetsuo dan Alley yang saling pandang sambil terbengong tak mengerti.
.
.
.
Part 1
Alz merasakan aura tak asing di sekolahnya. Aura tidak enak yang pernah ia rasakan di malam berbadai dua hari lalu. Ia berlari secepat yang ia bisa mengikuti sumber aura itu berasal. Sebenarnya menggunakan teleport akan membuatnya lebih cepat sampai tujuan, tapi hal itu tidak diizinkan dilakukan di lingkungan sekolah.
Tak berapa lama, Alz sampai di depan gedung olah raga. Saat ia masuk ke dalam gedung, hanya ada Bu Guru Hikari Aiwa, juga seorang lagi yang Alz tidak tahu siapa. Tapi, Alz mengingat aura orang asing itu sebagai aura dari gadis yang pernah ia temui di taman bermain anak-anak kemarin. Gadis yang pernah memberinya sebuah apel merah.
"Ada apa Alzmeir?" Bu Guru Hikari bertanya pada Alz yang baru saja datang dengan berlari-larian seperti dikejar rentenir. Namun, bukan jawaban yang didapat Hikari, melainkan Alz yang hanya menoleh gelisah ke kanan ke kiri seperti mencari sesuatu.
"Apa di sini tadi tidak ada orang lain selain Bu Guru dan ... dia?" tanya Alz ingin tahu. Matanya mengarah pada seorang gadis di samping Bu Guru Hikari.
"Siapa? Hanya ada aku dan Hakai-san dari tadi," Bu Guru Hikari mengernyit ketika menjawab pertanyaan Alz. "Kau sedang mencari siapa?" kali ini dengan nada sedikit kalem Hikari mengajukan pertanyaan.
Alz ingin memberi tahu tentang aura aneh yang tadi dirasakannya, tapi karena aura itu mendadak lenyap begitu saja dan ia juga belum memastikan secara langsung siapa pemiliknya, maka ia urungkan niat untuk memberi tahu pada Bu Guru Hikari.
"Bukan siapa-siapa. Sepertinya aku melakukan kesalahan," setelah itu Alz pun melangkahkan kakinya untuk kembali ke kelasnya.
"Eh, Alzmeir!" tapi belum juga keluar, Hikari sudah memanggilnya. Alz terpaksa menghentikan langkahnya dan berbalik untuk menanggapi panggilan gurunya.
"Ya?"
Hikari berlari kecil untuk menghampiri Alz sambil menyeret tangan gadis di sampingnya yang dari tadi diam saja. "Kau sedang tidak sibuk kan? Nah, ini," ia mengarahkan tangan gadis yang diseretnya itu kepada Alz.
"He?"
"Ajak dia berkeliling. Mungkin dia akan lebih nyaman bicara pada anak seumurannya dari pada denganku," senyum Hikari mengembang. "Kau mau kan? Kau tidak sibuk kan?" Hikari bertanya dengan kalimat penuh penekanan.
Alz pun mengangguk. Ia malas harus berdebat dengan Hikari yang pasti akan terus memaksanya secara tidak langsung. "Baiklah," jawabnya tidak niat.
Senyum Hikari kembali mengembang, kali ini malah lebih lebar. Ia meraih tangan Alz dan menuntunnya agar menggenggam sebelah tangan gadis yang dari tadi ia seret-seret dengan paksa. "Yak! Mohon bantuannya, Alzmeir-kun!" ucapnya riang. "Ya sudah, sana pergi," ia mendorong punggung Alz dan punggung gadis asing yang sedari tadi diam tanpa ekspresi itu agar cepat-cepat keluar dari gedung olah raga.
.
.
.
Part 2
"Siapa namamu?" Alz akhirnya bertanya pada gadis pucat yang sedari tadi ia genggam tangannya. Entahlah, biasanya dia tidak suka disentuh orang asing, tapi tangan kecil yang sekarang ada digenggamannya kali ini terasa begitu nyaman.
"Gekko Hakai," dan si gadis bernama Gekko Hakai menjawab dengan ketenangan luar biasa.
"Alzmeir Jazaa. Panggil Alz saja," ucap Alz singkat.
"Hn. Kau bisa memanggilku sesukamu,"
Setelah itu mereka diam. Alz masih menggenggam tangan Gekko sambil mengajaknya berkeliling sekolah. Beberapa anak yang berpapasan dengan mereka sampai bertanya-tanya, ada hubungan apa Alzmeir dengan gadis asing bersurai hitam sepunggung itu?
"Apa kau murid pindahan?" akhirnya setelah lama terdiam, suara Alz kembali terdengar.
"Bukan. Aku hanya sedang bekerja di kota ini," Gekko menjawab tenang. Ia sama sekali tidak berinisiatif bertanya, juga tak berinisiatif untuk melepaskan genggaman tangan Alz. Entahlah.
"Hmm ... kau tidak sekolah?" Alz bertanya lagi. Ia tidak pernah secerewet ini sebelumnya. Apalagi pada orang asing yang baru ditemuinya dua kali.
"Home schooling. Meskipun pernah satu tahun sekolah umum di London," Gekko juga, ia menjawab tanpa berpikir panjang. Ini tidak seperti dirinya saja. Kali ini pun ia jadi lebih cerewet.
"Seorang gadis yang Home Schooling tidak mungkin bukan orang berada. Lalu, untuk apa bekerja?" Alz semakin mencecar.
"Seluruh anggota keluargaku memang harus bekerja,"
"Hmm ... Bekerja sebagai apa?"
"Assassin,"
Alz menghentikan langkahnya. Tanpa melihat Gekko pun ia tahu gadis di dekatnya ini tidak sedang melawak.
"Kau keberatan?" melihat Alz yang diam dan tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Gekko mengerti kalau Alz sedang sedikit terkejut.
"Hanya sedikit terkejut," jawab Alz tenang. Ia kembali melangkahkan kakinya, Gekko pun kembali mengikuti Alz. Tangan mereka masih saling bertautan, entah mau sampai kapan mereka seperti itu. "Lalu, bagaimana kau bisa sampai di sekolah ini?" Alz melanjutkan pertanyaannya.
"Hikari yang mengundangku, dia bilang karena aku tidak punya banyak teman maka aku harus berinteraksi dengan anak seusiaku. Sebenarnya setelah ia selesai bekerja kami akan jalan-jalan," Gekko menjawab panjang lebar, meskipun dengan nada super datar dan wajah yang tidak berkespresi sedikitpun. Cara bicara dan perangainya memang sangat sinkron.
"Hmm ... kenalan Bu Guru ternyata. Kalian sepertinya cukup akrab. Kau sampai memanggilnya dengan nama kecilnya tanpa embel-embel, padahal usianya di atasmu. Eh, kau baru 16 tahun kan?"
"Aku 17 tahun. Sebenarnya kami hanya bertemu dua kali di Jepang, saat di kedai ramen,"
Alz mengangguk-angguk. "Sepertinya dia sangat menyukaimu,"
"Hn, dia sering mengatakannya padaku. Aku juga menyukainya, mungkin karena itu kami bisa berkomunikasi sampai sekarang,"
Alz mengangguk lagi. Tidak disangka ia bisa bebicara selancar ini pada orang asing. Mungkin karena Gekko selalu menjawab pertanyaannya tanpa bertele-tele atau karena ia terlalu nyaman berbincang dengan Gekko sampai-sampai tak sadar bahwa dia dari tadi bertanya seperti reporter. Kaget juga karena ia bisa sangat tertarik bertanya macam-macam pada Gekko.
"Oh ya, apel yang kau berikan padaku kemarin ...,"
"Hn?"
"Terlalu manis," ia pun tersenyum saat mengatakannya.
.
.
.
Part 3
Hari ini Gekko mendapatkan sekantung apel merah dari Hikari. Mereka tadi jalan-jalan tak tentu arah berkeliling di Warden Selatan. Jam sepuluh malam, dan mereka baru selesai gara-gara Hikari mendapat panggilan darurat dari seseorang.
Gekko memutuskan untuk kembali ke apartemennya karena memang dia sedang tidak ada kerjaan untuk beberapa hari ke depan. Yuki sedang pulang ke rumah dan akan kembali ke Kota Warden Selatan saat pekerjaan mereka dimulai lagi. Bisa dipastikan dia hanya akan bergelung sendirian di apartemen barunya. Yah, bukan masalah. Gekko lebih suka sendirian daripada mendengar Yuki mengeluh tentang biskuit coklat di kota ini yang tidak seenak buatan pelayan rumahnya.
Namun, saat Gekko berbelok di tikungan, ia menjumpai Alz yang berjalan berlawanan darinya. Gekko berhenti, Alz pun berhenti. Mereka berdiam beberapa saat sampai akhirnya Alz yang lebih dulu mengucapkan selamat malam.
"Sedang ingin jalan-jalan?" ini tumben sekali Gekko mau bertanya terlebih dulu. Biasanya dia tidak pernah peduli pada orang lain.
Alz menggeleng sebagai jawaban awal, sebelum akhirnya ia menambahi. "Aku kehabisan coklat bubuk dan beberapa bahan makanan instan, jadi sekarang aku akan ke mini market,"
"Hmm ... begitu ya," Gekko diam sebentar, sepertinya sedang memikirkan sesuatu. "Kurasa sebaiknya aku menemanimu,"
"Eh?"
Gekko tidak berkata apapun setelah itu, ia berbalik dan berjalan duluan. Alz yang masih tidak mengerti berlari kecil untuk mensejajarkan diri berjalan di samping Gekko.
"Kau tinggal di dekat sini?" tanya Gekko, setelah semenit mereka berjalan dalam diam.
"Ya, tidak jauh dari taman bermain anak yang kemarin," Alz pun menjawab tenang. Lagi-lagi, ia tidak merasa sungkan untuk berbicara dengan Gekko.
"Hmm ... apartemen baruku juga di dekat sana,"
Alz mengangguk. Hidungnya mencium aroma apel merah dari kantung yang dibawa Gekko, ia jadi gatel ingin bertanya lagi. "Kau beli apel lagi?"
"Diberi Hikari. Kau mau?"
Alz menggeleng sambil tersenyum. "Tidak terima kasih. Sepertinya itu makanan kesukaanmu," ujarnya pengertian.
"Hn,"
Mereka pun kembali diam. Alz sangat menikmati waktunya berada di samping Gekko, dan tanpa ia ketahui, Gekko pun sebenarnya merasakan hal yang sama. Alz menyukai bagaimana aura yang mengalir dari tubuh Gekko, aura yang tenang luar biasa seperti daun yang terjatuh pelan dari pohon.
.
.
.
Part 4
Alz membeli satu botol coklat bubuk, sekotak susu, tiga gelas mie instan, empat kaleng jus jeruk dan satu bungkus sabun cuci ukuran kecil. Sedangkan Gekko, ia malah memborong semua susu siap minum yang ada di lemari pendingin. Alz garuk-garuk tengkuk karena tidak bisa berkomentar.
"Hmm ... uang bulananku habis,"
Alz mendengar gumaman Gekko saat mereka sudah ada di luar mini market. Rasanya ia ingin sweatdrop menanggapi kelakuan gadis di depannya ini.
"Seharusnya kau tidak perlu membeli semuanya. Kau bisa membeli lagi saat benar-benar ingin minum susu. Kalau kau membeli semua seperti ini, bisa-bisa sebagian sudah kadaluarsa sebelum kau minum," Alz mengomel. Ia tidak suka melihat orang lain boros seperti ini. Meskipun menghabiskan uang pribadi adalah hak individu dan Alz pun biasanya tidak perduli, tapi ini jadi berbeda saar Gekko yang melakukannya. Secara spontan dia jadi ingin mengomel seperti ibu-ibu.
"Sebenarnya aku bisa menghabiskannya semalam saja," ujar Gekko tenang menanggapi omelan Alz. "Yang membuatku khawatir karena aku jadi tidak bisa membeli susu untuk beberapa hari ke depan sebelum Ayah memberi uang bulanan lagi,"
Alz membuang napas kasar. Rasanya ingin sekali menjitak kepala Gekko. "Kau bisa menyimpan susu yang kau beli di lemari es dan meminumnya sedikit demi sedikit sampai ayahmu memberi uang bulanan lagi kan?"
Gekko menggeleng. "Aku biasanya tidak bisa berhenti minum susu jika di lemari es masih ada persediaan," ujarnya kalem dengan wajah datar menyebalkan.
Menghela napas berat, akhirnya Alz menawarkan ide. "Baiklah. Kalau begitu kau bisa menitipkan sebagian susu yang kau beli padaku. Setiap hari aku akan memberikan tiga kotak susu untuk kau minum,"
"Enam kotak,"
"Lima, dan jangan menawar lagi,"
Gekko mengangguk.
"Kau bisa menemuiku setiap jam lima sore di taman bermain anak seperti kemarin,"
Gekko mengangguk lagi.
Alz pun menghela napas lega dan tanpa sadar tangannya mengacak singkat puncak kepala Gekko.
"Ya sudah, ayo pulang,"
"Hn,"
.
.
.
Ini musim dingin.
Salju bertaburan dari langit memenuhi bumi.
Melapisi semua warna dan merubahnya menjadi putih.
Benang merah pun sepertinya berubah menjadi putih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top