hIs


musik di mulmed dapat di putar







Namaku Rangga dan ini adalah kisahku,

000

Tidak ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang Rangga Sudarmanto, selain berkeliling sekolah sambil mengemut permen karet dengan gaya sok cool.

"AWAS!"

Teriakan menggelegar itu membuat Angga terkejut, namun sayangnya ia tak punya reflex yang bagus sehingga bola jingga tersebut mengenai kepalanya.

"Si-sialan..." gumam Rangga ketika kepalanya terasa berputar-putar

"Ngehindar donk tadi," ucap seorang cewek sambil mendekati Rangga dan mengambil bola tersebut.

"Kalau main hati-hati! Bagaimana jika aku terkena stroke!"

"Kau terlalu banyak mengkhayal!" ucapnya memandang sengit kearah Rangga, lalu berbalik pergi menuju ke GOR.

"Ck! Dia bahkan belum meminta maaf!" kata Rangga sambil memperbaiki letak kacamatanya, cowok tersebut lalu berjalan menjauhi gedung olahraga.

000

Rangga membulak-balikkan lembar buku tebal yang ia sedang baca, beberapa hari lagi OSN akan segera diselenggarakan dan ia tidak ingin menjadi pecundang di ajang paling bergengsi itu.

Keadaan perpus awalnya hening, namun tiba-tiba saja ia mendengar suara yang mengusik telinganya. Seingatnya disini hanya ada dirinya, petugas perpustakaan sedang pergi istirahat.

Kesal karena indra pendengarannya menerima gelombang yang memecah konsentrasinya, Rangga akhirnya memutuskan untuk mencari sumber suara.

"Hei diamlah!" ucap Rangga kesal sambil merebut musicplayer milik seorang cewek.

"Apaan sih!" kata cewek itu kesal,

Mereka saling tatap-menatap dengan pandangan paling garang mereka.

"Nih, kalau mau konser sebaiknya di lapangan, bukan disini!"

"Suka-sukaku donk! Cepet balikin!" kata cewek itu

Rangga melihat kearah nametag yang terpasang di seragam cewek itu ia merasa familiar, "Fadilla Rahma, si cewek bar-bar. Nih kukembalikan,"

Rangga lalu melempar musicplayer itu, Rahma berusaha untuk menangkapnya, namun gagal sehingga benda itu jatuh di kolong meja.

"Ck! Menyebalkan!" kata Rahma sambil berusaha menjangkau musicplayer miliknya.

Rangga yang melihat Rahma bersusah payah mengambil musicplayer langsung berjongkok, ikut membantunya.

"Hh... aku jadi ragu apakah kau benar-benar anggota klub basket jika menangkap benda kecil seperti itu tak bisa." kata Rangga sambil memberikan musicplayer milik Rahma kepada gadis itu.

Rahma menerimanya lalu beranjak pergi dari sana, dengan langkah yang dihentak-hentakkan.

"Namaku Rangga! Kau boleh mengingatnya sebagai musuhmu!" teriak Rangga

Sedangkan Rahma terus berdecak sebal, meninggalkan ruang perpustakaan.

000

Sebagai siswa kelas 11 tugas utama yang mereka lakukan adalah mengurus klub-klub atau kegiatan yang terbengkalai karena kakak kelas mereka cuti untuk mempersiapkan diri menjelang UN.

Kegiatannya bertambah banyak dan Rangga hampir tidak pernah mendapat libur barang sehari-pun., apalagi dia menjabat sebagai seksi pemuda dan olahraga pastilah tenaganya akan dikuras dengan paksa.

Hari telah sore-menjelang malam tatkala Rangga memutuskan untuk berjalan pulang. Ruang OSIS dengan GOR berdekatan.

DUK! DUK! DUK!

Rangga mendengar suara dari dalam GOR, seingatnya tidak ada eksul hari ini. Jadi siapa yang bermain disana?

Penasaran, akhirnya Rangga memutuskan untuk masuk ke dalam, dan dilihatnya seorang cewek sedang memasukkan bola jingga ked alma ring, namun sering kali gagal.

"Ini sudah malam, kau tak mau pulang?" tanya Rangga kepada cewek itu.

Rahma-cewek itu, menoleh kebelakang, "Belum, nanti," sahutnya lalu kembali melempar bola jingga tersebut.

Rangga kini ingat mengapa ia merasa familiar dengan nama Rahma, itu karena tahun lalu cewek itu selalu masuk ke dalam daftar peserta perlombaan basket, dan baru kali ini dia melihat orangnya secara langsung, karena Rangga lebih sering mengurus surat-surat perlombaannya ketimbang menemani para peserta saat lomba.

Namun tahun ini, ia tak melihat nama Rahma tertera di formulis peserta porsenijar, padahal tahun lalu Rahma adalah best scorer untuk porsenijar tingkat provinsi.

Rangga memilih untuk duduk dan memperhatikan Rahma yang berusaha memasukkan bola dari posisinya berdiri. Pada pelemparan ke 41 menurut hitungan Rangga, Rahma akhirnya duduk begitu saja, melepas lelah.

"Sudah selesai?" tanya Rangga sambil mendekati Rahma, cewek itu hanya mengangguk singkat dengan napas yang pendek-pendek.

"Dimana tasmu?" tanya Rangga lagi, Rahma menunjuk dengan tangan kananya.

Rangga lalu beranjak mendekati tas cewek itu dan mengeluarkan botol air, memberikannya kepada Rahma. Cewek itu menerimanya dan meneguk habis isinya.

"Thanks," ucapnya lalu rebahan di lantai GOR,

"Rahma, Kau sakit?" tanya Rangga, memnbuat Rahma langsung kembali ke posisinya, duduk.

"Apa maksudmu?! Aku sedang tidak sakit!" ucap Rahma sedikit galak "Aku sehat bugar! Aku bahkan masih bisa berolahraga dan lalu kau bilang aku sakit?!"

Rangga lalu duduk bersila di dekat Rahma, "Hah... jadi gitu ya...." Ucap Rangga sedikit kecewa.

Bukan-bukan, ia tidak mengharapkan bahwa Rahma sakit, dia hanya kecewa karena untuk pertama kalinya analisisnya salah.

"Lalu kenapa kau tidak ikut porsenijar?" tanya Rangga

"Aku sudah bosan, jadi aku tak ikut lagi," jawab Rahma terkesan cuek.

"Jadi begitu ya... kukira kau nggak ikut karena sakit, padahal kau itu best scorer."

Mereka akhirnya keluar dari sekolah ketika langit sudah gelap, Rangga menemani Rahma sampai cewek itu masuk ke dalam bus, mereka tidak mengatakan apapun sejak keluar dari GOR.

000

"Tumben tidak berisik,"

Ucapan Rangga membuat Rahma yang sedang sibuk belajar di dalam perpus langsung menoleh kepadanya.

"Bukan urusanmu," ucap Rahma sambil kembali menulis

"Kau galak sekali," ucap Rangga sambil duduk di samping Rahma, membuat cewek itu sedikit menggeser posisinya.

"Lho? Kok malang menjauh," ucap Rangga heran, dia tidak terima kalau cewek itu menjaga jarak darinya

"Bukan urusanmu," sahut Rahma

"Tapi ini urusanku," kata Rangga sambil membenarkan kacamatanya, lalu membaca note milik Rahma.

"Whoa... kau tertinggal banyak sekali, padahal setauku tahun kemarin kau mendapat rangking tiga besar di kelas."

"Sudah kubilang ini bukan urusanmu!" ucap Rahma sambil merebut kembali note miliknya, sedangkan Rangga tertawa.

"Fadilla Rahma, bagaimana kalau kita pacaran?"

Dengan tenang Rangga mengatakan itu, cowok itu dapat melihat reaksi Rahma yang terkejut bukan main, cewek itu sepertinya ingin mengatakan sesuatu namun sepertinya susah untuk keluar.

"Kayaknya kau butuh waktu, yaudah kita friendzone dulu." Kata Rangga, "baru beranjak ke couplezone."

000

Rangga memang tidak berbohong, saat ia mengatakan secara tidak langsung bahwa ia menyukai Rahma. Dan cowok itu juga seratus persen yakin jika Rahma menyukainya.

Beberapa hari ini, ia melihat Rahma menyendiri, entahlah Rangga tidak tau pasti isi kepala Rahma.

"Nggak tau, Rahma hari ini enggak masuk lagi." ucap Frieska,

"Dia enggak menjawab teleponku juga," timpal seorang siswa yang Rangga kenal sebagai ketua kelas.

"Oh gitu ya... makasi..." ucap Rangga

"Kalau kau tau sesuatu bilang ya!" ucap Frieska saat Rangga melangkah pergi.

Rangga cukup gelisah dengan keberadaan Rahma yang seolah ditelan bumi, jadi sepulang sekolah Rangga mencari-cari keberadaan Rahma.

"Jadi disini kau rupanya," ucap Rangga ketika melihat Rahma yang berjongkok di dekat kolam di taman kota.

Rahma yang sepertinya habis menangis itu menatap Rangga dengan tatapan kesal, "Bukan urusanmu,"

Rangga lalu duduk di samping Rahma, "Jangan nangis begitu, wajahmu tambah jelek tau," ucapnya sambil mencubit pipi Rahma.

"Sakit tau!" ucap Rahma

Rangga lalu memeluk Rahma

"I'm always by your side, where ever you are," bisik cowok itu,

Rahma diam, cewek itu menikmati pelukan hangat Rangga.

"Are you promise it?" tanya Rahma di sela-sela tangisnya.

"Yes, I promise you forever right now."

000

Sudah satu tahun berlalu dan semuanya terasa sangat cepat.

Sejak hari itu mereka selalu bersama-sama, dimanapun Rahma disitu juga ada Rangga. Cowok itu selalu dapat membuat mood Rahma menjadi baik, ketika cewek itu terlihat lelah habis bermain basket atau ketika cewek itu sedang murung karena nilai ulangannya yang jelek.

Rangga tidak pernah sesemangat ini untuk pergi ke sekolah, dan ia juga tidak pernah sedekat ini dengan seorang cewek, beberapa teman cowoknya menyemangatinya untuk segera melakukan "penembakan", namun banyak yang tidak tau kalau Rangga sebenarnya sudah melakukan penembakan jauh-jauh hari yang lalu, di perpustakaan.

Rahma juga tidak memberikan kepastian apakah ia menerima Rangga menjadi pacarnya atau tidak.

Saat ini, sekolah mengadakan perlombaan olahraga antar kelas. Rangga ikut berpartisipasi menjadi perwakilan kelas untuk sepak bola.

Kadang kala di sela-sela ributnya penonton yang bersorak sorai, Rangga dapat mendengar suara Rahma yang memberikannya semangat.

"Jadi bagaimana permainanku tadi?" tanya Rangga ketika ia sudah selesai dengan pertandingannya.

"Biasa aja," jawab Rahma

"Cie... ngaku aja Rah nggak ada salahnya." ucap Frieska

"Ish! Frieska diem! Nanti aku rusak teropong bintangmu ya!"

Rangga tertawa renyah, "Jangan malu-malu tai kucing gitu Rah,"

"Iya-iya deh! Permainanmu tadi sangat hebat." Ucap Rahma malu-malu

"Rahma, aku pergi dulu ya dah!" ucap Frieska sambil ngacir pergi dengan cengiran aneh di wajahnya.

"Wah temanmu itu baik sekali, meninggalkan kita berduaan," ucap Rangga yang membuat Rahma makin salah tingkah.

Dan Rangga sangat menikmatinya.

"Tentang pertanyaanku dulu... apakah kau mau menjadi pacarku?" tanya Rangga

Rahma terlihat terkejut, cewek itu diam sebentar.

"Maaf, aku tak bisa bersamamu." ucap Rahma dengan berat.

"Kenapa?" tanya Rangga, cowok itu sangat yakin kalau Rahma menyukainya "Padahal kita sudah sedekat ini,"

"Maaf..." ucap Rahma lalu berlari pergi meninggalkan Rangga.

Cowok itu lalu mengelap kacamatanya ia merasa agak sakit hati, padahal ia yakin sekali kalau Rahma sebenarnya menyukainya juga, tapi sepertinya ada sebuah alasan yang membuat cewek itu menolaknya.

Dan Rangga tak tau apa itu.

000

Setelah selesai mengganti baju Rangga lalu pergi untuk menonton pertandingan basket. Cowok itu dapat melihat Rahma yang mendribel bola, cewek itu terlihat sangat berkonsetrasi.

Namun Rangga merasa ada sesuatu yang salah.

Wajah Rahma terlihat pucat, padahal tadi ia tak melihat wajah Rahma sepucat itu. Perasaan Rangga tidak enak mengenai ini.

Rahma tiba-tiba ambruk ketika akan melakukan pass, Rangga segera berlari masuk ke dalam lapangan dan menggendong Rahma menuju UKS dibantu oleh anak-anak OSIS yang lainnya.

000

Rangga duduk di samping ranjang UKS, menunggui Rahma yang masih tidur pulas. Kata Hera si ketua PMR, Rahma hanya mengalami kelelahan.

Rahma lalu membuka matanya dan mengambil posisi duduk.

"Aku pingsan tadi ya?" tanya Rahma sambil tertawa, yang terdengar hambar di telinga Rangga.

"Kalau sakit seharusnya kau tidak memaksakan diri," sahut Rangga terkesan dingin

"Maaf," ucap Rahma

Rangga lalu memeluk Rahma, "Aku khawatir sekali denganmu...."

Rahma membalas pelukan Rangga lalu menangis, "Maafkan aku... maafkan aku...."

"Sudahlah jangan menangis," ucap Rangga lalu melepas pelukannya

"Rangga kau harus berjanji akan memberikan boneka padaku valentine nanti,"

Rangga menyengritkan dahinya heran, "Kenapa kau meminta hal seperti itu?"

"Soalnya kau bau saat dipeluk, kalau meluk teddy bear kan lebih wangi,"

"Ish ! kau ini!" kata Rangga sambil menyentil dahi Rahma

"Are you always by my side?" tanya Rahma

"Wherever you are I always by your side, I promise it. Kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal itu lagi?" tanya Rangga

"Soalnya aku juga punya rasa yang sama,"

Perkataan Rahma barusan membuat Rangga diam, tadi cowok itu ditolak tapi sekarang...? Apakah ini artinya ia masih punya harapan?

Belum sempat Rangga membalas perkataan Rahma, pintu UKS lalu terbuka memperlihatkan orang tua Rahma yang datang dengan wajah panik.

"Kau tidak apa-apa?" tanya ibunya, Rahma menggeleng

"Kita ke rumah sakit sekarang!" kata Ayahnya,

Mereka lalu membawa Rahma masuk ke dalam sebuah mobil, cewek itu memberikan seulas senyuman pada Rangga sebelum akhirnya pergi dibawa mobil.

000

Sudah lima bulan berlalu...

Rangga menghembuskan napasnya berlahan sambil melihat kearah langit, hujan telah reda beberapa saat yang lalu. Gedung kampusnya telah terlihat dari sini, ada banyak orang berjas kuning yang berjalan melewatinya.

Sudah lima bulan berlalu sejak kematian Rahma.

Seharusnya Rangga tau ini sejak awal, alasan mengapa Rahma menolak untuk menjadi pacarnya walau cewek itu juga memiliki rasa yang sama. Namun cowok itu terlalu fokus dengan perasaannya, dan mengabaikan hal-hal lainnya.

Rahma telah mengalami kanker otak, sejak kenaikan kelas 11, itu sebabnya cewek itu tiba-tiba saja payah dalam segala hal yang seharusnya telah ia kuasai.

Namun Rangga tak menyesali itu, mungkin ini yang terbaik untuk akhir kisahnya.





END









Selamat Tahun Baru!!! Happy New Years Gaiss!!!

/disaat-saat orang-orang lagi sibuk buat pesta dan makan-makan, aku harus berkutat dengan buku-buku dan hafalan rumus ooootyyiidaaakkk/

Hehe tapi aku sempet sempetin buat ini, jadi let it flow aja eaaa

Salam Hangat Lyla ^^




Another version Fadilla Rahma side https://my.w.tt/UiNb/Nxvkpo9L5J

Infomasi tambahan Rangga Sudarmanto itu teman sekampusnya Jenna Januarthi, untuk judul ceritanya aku sempat bingung /karena aku buat cerita biasanya enggak buat judul dulu/ lalu akhirnya aku beri judul yang sama dengan lagu yang di mulmed, lalu kusesuai-in percakapannya. Dan jadilah Wherever you are rasa songfic.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top