9. Menutup Masa Lalu.
9. Menutup Masa Lalu.
Ada hal-hal yang disemogakan dan terjadi, tapi ada juga hal-hal yang disemogakan hanya bisa menjadi angan, tanpa pernah terjadi.
–
Kali ini waktu berlalu begitu cepat, setelah penolakan di halaman parkir kantor Diandra, Azlan kembali berusaha menjelaskan apa yang terjadi kepada Diandra di malam harinya, tapi Diandra yang merasa menjadi korban langsung melemparkan sebuah kalimat yang membuat Azlan mengerti, kebaikannya selama ini, perasaanya selama ini kepada Diandra, akan menjadi kenangan, Diandra benar-benar tidak mau memaafkan kesalahan Azlan kali ini.
"Bukannya kita tidak pernah menjalin hubungan apa-apa sekarang ini, bukannya kita tidak terikat dengan satu hubungan, jadi, mau kamu bagaimana pun, pacaran atau berhubungan dengan seribu perempuan pun aku tidak peduli dan tidak ada hak untuk melarangnya," kata Diadnra waktu itu, yang Azlan yakini hanyalah dusta.
Seandainya Diandra mengatakan selama ini mereka tidak mempunyai hubungan apa pun, dan Diandra tidak peduli dengan semua yang dilakukan Azlan, lalu kenapa Diandra bisa semarah ini dengan Azlan, hanya karena Azlan sudah punya apcar?
Akhirnya Azlan menyerah, mungkin Diandra benar, selama ini mereka tidak punya hubungan apa-apa, dan berarti tidak ada salahnya kan Azlan untuk bersama dengan perempuan lain selain Dinadra?
Diandra menarik napas dalam-dalam, hari ini hari jum'at dan biasanya di hari sabtu Diandra akan makan siang bersama dengan Azlan, tidak bisa dipungkiri kebiasaan itu, kenangan itu membuat Diandra merasakan hatinya sedikit berdenyut lagi, yah hatinya masih sakit bila mengingat semua tentang Azlan.
Merasa dirinya yang sedang tidak baik-baik saja, Diandra memilih untuk pergi jajan ke depan area kantornya, lagian ini juga masih jam sembilan pagi, masih pagi untuk berkutat dengan segala jenis pekerjaan yang memusingkan Diandra.
Diandra memicingkan mata saat melihat beberapa pegawai kantornya malah berdiri dan membersihkan halaman kantornya, lebih-lebih ia juga melihat beberapa orang membersihkan sungai yang ada di depan kantronya.
Hati Diandra tergerak untuk bertanya kepada security yang berjaga di depan kantornya.
"Oh, ada surat ederan dari Gebenur Mbak, perintah untuk membersihkan sungai dan sekitaran halaman kantor," jawab security itu setelah Diandra bertanya tumben-tumbenan pegawai kantornya pada gotong royong.
Banjarmasin memang dikenal dengan kota seribu sungai, di mana setiap jengkalnya pasti akan ditemukan sungai yang mengalir, dan salah satu pelestarian sungai sekaligus pencegahan banjir tentu sungai harus dalam keadaan bersih, dan Diandra sadar itu bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi itu juga tanggung jawab kita sebagai masyarakat, lebih-lebih sebagai manusia.
Kaki Diandra tergerak untuk ikut bergabung ikut bergotong royong, Diandra tiba-tiba tersenyum, hatinya sedikit lebih bebas saat ikut membantu membersihkan sungai, Diandra pun menerima jaring yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan, untuk membesihkan sungai di depannya.
Diandra terlihat tersenyum, ia juga terlihat berbincang dengan beberapa rekan kerjanya, satu persatu pikiran yang membuat Diandra terlihat seperti mayat hidup kini mulai terurai, dari Rafin yang tak lagi menghubunginya, yah semenjak Rafin yang menegurnya dan menanyakan apakah Diandra butuh teman cerita di minimarket itu, Rafin tak lagi menghubunginya, lagi pula memang diantara Rafin dan Diandra tidak ada satu hal yang mendesak, mereka juga tidak dalam satu lingkungan kerja yang harus sering berhubungan, dan mereka juga bukan sepasang kekasih yang harus bertukar pesan setiap saat.
Tentang Azlan yang masih meninggalkan sesak, Diandra mencoba menerima, bahwa Azlan mungkin memang hanya laki-laki yang menemaninya, menemani Diandra di hidupnya, bukan laki-laki yang ditunjuk Tuhan untuk melengkapi hidupnya.
"Eh Pak, Pak, sampahnya dibawa ke sini aja," kata Diandra, perempuan itu tak lagi memegang jaring untuk menjaring sampah di sungai, perempuan itu kini beralih ke bagian sampah yang sudah dikupulkan menjadi satu, mengikat kantong kantong yang penuh dengan sampah.
Mata Diandra menangkap dari arah belakang Pak Indra yang kini kembali membawa satu kresek sampah kering, tidak, tidak, Diandra bukan melihat sampah yang dibawa Pak Indra itu, mau pun Pak Indranya sendiri, tapi laki-laki yang kini berjalan kearahnya, yang tepat berada di belakang Pak Indra.
Batik warna hitam dengan motif atau lukisan berwarna kuning, dengan lengan pendek, celana hitam dengan sepatu yang sama dengan warna celananya membuat Diandra tanpa sadar tak berkedip lagi.
Perempuan itu tanpa sadar merindukan Rafin, selain Azlan, memang Rafin lah laki-laki yang sempat mencuri perhatian Diandra akhir-akhir ini.
"Hai," sapa Rafin, laki-laki itu menampilakn senyum manisnya, senyum yang membuat bibir Diandra ikut mengembang.
Diandra yang berjongkok kini berdiri, perempuan itu ternyum dan mengganguk. "Hai," balasnya.
"Sini dibantuin," kata Rafin lagi, Rafin yang dibantu temannya mengangkat tumpukan kantong sampah, dan membawanya kearah lebih depan, karena menurut surat ederan yang diterima juga oleh perusahaan Rafin, sampah yang telah dibersihkan, akan diangkut oleh mobil sampah yang sudah disediakan.
Setelah melihat Rafin yang hampir selesai mengangkut kantong sampah yang sudah ada, Diandra memilih untuk kembali mengumpulkan daun-daun yang berguguran di sungai kembali dengan jaring yang ia terima dari temannya Rafin.
Diandra balas tersenyum saat orang itu tersenyum kearah Diandra.
"Mas Rafin, bisa bawain kresek?" perempuan dengan rambut tergerai itu memanggil Rafin dengan suara yang sedikit manja, dan entah kenapa malah mengusik batin Diandra.
Diandra tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanya kepada Rafin, tapi setiap ia melihat Rafin, setiap laki-laki itu melintas di depannya, Diandra merasakan badannya sedikit gemetar, ah atau mengigil, tidak mengigil seperti orang yang tengah sakit atau kedinginnan, ini lebih ke Diandra suka melihat Rafin, tapi reaksi tubuhnya terasa aneh.
Diandra mencoba tidak peduli dengan apa yang dikatakan perempuan itu atau apa yang dilakukannya, Diandra hanya mencoba fokus untuk ikut membersihkan lingkungan, Diandra tahu hatinya belum sembuh betul karena kejadiannya dengan Azlan, dan ia juga tidak ingin berharap banyak dengan Rafin, karena luka yang kemarin saja belum sembuh, Diandra tidak ingin menambah luka di hatinya.
Diandra mengambil dedaunan yang ada di jaringnya karena sudah penuh, ia berniat berpaling badan untuk mencari kantong sampah dan membuang daun itu, tapi lagi-lagi wajah Rafin yang ia dapati lebih dulu.
"Sudah lama," kata Rafin.
Diandra menggeleng, "aku baru aja bantuin," jawab Diandra seadanya, perempuan itu kembali tersenyum kearah Rafin.
"Bukan masalah ini."
"Lalu?"
"Sudah lama enggak lihat kamu, kamu baik?" Rafin terlihat menatap Diandra yang kini membalas tatapan laki-laki itu.
Semenjak hari itu, Rafin sebanarnya ingin sekali menghubungi Diandra, tapi tidak lama dari kejadian Rafin melihat Diandra juga Azlan di parkiran waktu itu, Rafin tiba-tiba ingin memberikan jarak kepada Diandra, mungkin saja saat itu Diandra tengah ada masalah dengan Azlan, lebih-lebih saat Rafin menawari telinga untuk mendengarkan Diandra bercerita, Diandra malah menolaknya, membuat Rafin berpikir bahwa Diandra hanya ingin sendiri waktu itu.
"Baik, tapi ...."
"Mas Rafin ada yang cariin," suara perempuan yang sempat membuat mata Diandra mendelik sebal kini terdengar lagi, membuat Diandra menjadi semakin tidak suka dengan perempuan itu, padahal perempuan itu hanya memanggil Rafin saja, ia melakukan tugasnya.
Rafin dan Diandra tentu spontan membalik badan kearah suara perempuan yang memanggil Rafin tadi– Jihan, dan saat itu juga Diandra diam tanpa berkedip ke arah laki-laki yang kini juga sedang menatapnya.
Bibir Diandra kelu saat melihat laki-laki itu, tersenyum saja ia tak mampu, apalagi berucap kata 'hai' Diandra benar-benar kehilangan tenaganya.
Rafin kembali menatap Diandra, ini memang bukan waktu yang tepat untuk ia menyapa perempuan itu, mungkin nanti, setelah ia pulang kerja, ia akan mecoba lagi.
"Mas, pulang kerja kita ngobrol ya, nanti aku kirim pesan di mana ketemunya, aku masuk dulu," kata Diandra sebelum Rafin sempat berucap apa-apa, perempuan itu langsung berbalik badan dan memberikan jaring ikan yang tadi ia pegang, kepada salah satu security yang masih gotong royong, setelahnya Diandra langsung masuk lagi ke dalam kantornya, membuat Azlan hanya terdiam maklum.
Azlan tahu bahwa ia dan Diandra membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh, dan selama waktu itu Azlan harap Diandra akan baik-baik saja, tanpa ada air mata lagi yang turun membasahi pipinya.
--
Anjay, sebulan baru update cerita ini wkwkwk, but terima kasih yang masih mau membaca cerita ini.
Semoga suka ya, eh kalo ada kritik dan saran bisa loh ditulis wkwkwk.
Mahdung, 13 maret 20
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top