8. Hubungan Azlan dan Diandra
8. Hubungan Azlan dan Diandra
Aku tahu kita berbeda, tapi bukankah pasangan itu saling melengkapi dengan segala perbedaannya?
__
Kejadian kemarin membuat dada Diandra rasanya ditimpa beribu ton batu, Diandra tidak peduli secantik, seseksi, atau sekaya dan sebanyak apa pun pacar Azlan, yang Diandra masalahkan di sini kenapa Azlan sama sekali tidak bercerita kepadanya, tidak mengatakan apa-apa padanya, tidak pernah bercerita masalah pasangannya kepada Diandra.
Bukan masalah Azlan tidak bercerita saja yang membuat Diandra membenci perlakuan Azlan padanya kali ini, tapi itu sama saja Azlan tak lagi mencintai Diandra, Azlan sekarang mencintai perempuan lain, mencintai perempuan selain Diandra, dan itu adalah pukulan telak bagi Diandra yang selama ini merasa dirinya lah satu-satunya lawan jenis, satu-satunya perempuan yang bisa memiliki Azlan, seutuhnya.
Diandra menarik napasnya dalam-dalam, pekerjaanya hari ini menjadi kacau balau, bagaimana pun ia mencintai Azlan walau beberapa waktu akhir ini Rafin juga mulai menguasai hatinya tapi Azlan adalah orang yang sudah lama dicintai dan mungkin mencintai Diandra, dan hal ini bukanlah hal yang mudah untuk Diandra terima.
Diandra sudah lama mencintai Azlan, rasanya ia sudah mengenal luar dalam laki-laki itu, tapi kenapa hal yang tidak enak seperti ini bisa terjadi, dan sungguh ini menggangu pikiran Diandra sekali.
Tatapan Diandra jatuh kearah laki-laki yang duduk di sofa lobby kantornya, laki-laki itu berdiri saat Diandra melangkah pasti keluar dari lift yang tadi membawanya.
Langkah Diandra tentu berhenti saat Azlan memanggilnya, laki-laki itu sejak semalam memang belum bisa menghubungi Diandra melalui alat komunikasi, tadi pagi saat Azlan ke rumah Diandra pun, Diandra sudah berangkat ke kantor, dan di sinilah Azlan akhirnya berada, ia menunggu Diadnra pulang di kantornya.
Diandra memejamkan matanya, dia merasa sedikit terusik, saat beberapa pasang mata melihat dirinya dengan Azlan, ia kembali teringt kejadian tadi malam, terlebih Azlan lah penyebab dari semua kejadian ini terjadi.
Diandra melepaskan tangan Azlan yang menahan tangannya, perempuan itu berlari kecil menuju mobilnya berada, walau hujan deras sedang menguyur kota Banjarmasin, tapi perempuan itu tidak memedulikan sekujur tubuhnya yang basah, bahkan Diandra juga tidak memedulikan pangilan dari salah satu security kantornya untuk mengantar Diandra ke mobilnya dengan payung.
Diandra berhenti di samping mobilnya, beberapa pasang mata – tetangga kantor Diandra yang sedang berteduh di depan kantornya menatap Diandra dengan gelengan kepala, perempuan itu benar-benar yakin untuk menerobos hujan padahal hujan kali ini tidaklah hujan ringan, tapi hujan deras, bahkan kalo Rafin – yang juga tengah melihat Diandra hujan-hujanan, menggelengkan kepala saat melihat kelakuan perempuan itu.
Hempasan di tangan Azlan kembali terjadi saat ia menghampiri Diandra dengan memegang payung, sungguh demi apa pun Azlan memohon agar Diandra tak menyakiti diirnya sendiri dengan cara hujan-hujanan seperti ini.
"Dengerin aku dulu Diandra," pinta Azlan disela-sela derasnya air hujan yang turun, laki-laki itu berkata lirih, setidaknya Diandra harus tahu bahwa dirinya selama ini benar-benar menyayangi Diandra, Azlan tidak berdusta bahwa ia mencintai Diandra.
Napas Diandra berburu, dadanya turun naik, air matanya turun bersamaan derasnya air hujan yang jatuh ke wajahnya, bibirnya bergetar menahan sakit di dadanya, kepalanya menggeleng sebagai jawaban bahwa dirinya saat ini masih belum bisa bicara dengan Azlan.
"Tapi Diandra, sekali ini saja ...."
Diandra menatap Azlan dengan mata melebar, perempuan itu kembali menghempaskan tangannya yang sedari tadi diraih oleh Azlan, perempuan itu menggeleng sekali lagi, kali ini bukan hanya dadanya yang bergetar hebat, tapi juga bahu Diandra sudah naik turun, bagaimana bisa Diandra sanggup melihat orang yang menyakitinya begitu dalam seperti ini ada di depan matanya.
Azlan akhirnya mengalah, laki-laki itu akhirnya memilih untuk memayungi Diandra yang tengah sibuk mencari kunci mobilnya, hingga Diandra mendapati kunci mobilnya, masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan Azlan yang masih setia berdiri di tempatnya, sambil menatap mobil Diandra yang sudah menghilang.
Melihat Diandra yang terlihat cekcok dengan Azlan di tengah parkiran membuat Rafin sedikit banyak menebak apa yang terjadi, Rafin peduli dengan Diandra, lebih-lebih terlihat Diandra yang tengah menangis tadi.
Cuaca yang mulai bersahabat akhirnya membuat Rafin bisa melajukan motornya, ini salahnya memang, di tengah cuaca yang tak menentu – entah pagi dan siang matahari bersinar cerah, dan sore yang tiba-tiba hujan, Rafin malah pergi menaiki motor ke kantor, membuat ia harus terjebak akan namanya hujan.
Rafin menarik napas sambil menggelengkan kepalanya, itu Semua bukan lah urusannya, ia berusaha penuh untuk menghapus ingatannya tentang kejadian yang ia lihat yang melibatkan Diandra juga Azlan tadi, Rafin harus tetap fokus pada jalannya.
Hingga Rafin mengarahkan motornya ke halaman parkir minimarket yang selalu bergandengan, Rafin masih terbayang akan Diandra, bahkan Rafin seolah melihat mobil Diandra terparkir juga di halam minimarket itu.
Rafin mendorong pintu kaca di minimarket itu, pandangannya jatuh ke perempuan yang tengah berada di depan kasir, sama dengan drinya, perempuan itu balas menatap dirinya yang baru saja masuk ke dalam minimarket.
Pakian di tubuh Diandra terlihat masih basah, tapi tak sekuyup yang ia lihat tadi, Diandra juga melapisi kemejanya dengan jaket, Rafin rasa perempuan yang tengah tersenyum kepadanya itu tidak sedang baik-baik saja.
Diandra tersenyum kaku ke arah Rafin, Diandra tahu Rafin dan beberapa orang tadi tengah menonton aksinya dengan Azlan, tapi mau bagaimana lagi, sebenarnnya Diandra juga tidak mau menampilkan masalahnya ke publik, tapi saat ini ia benar-benar tidak mau berbicara dengan Azlan.
"Loh, Mas Rafin," sapa Diandra akhirnya yang membuat Rafin sekilas menggerakan kepalanya ke bawah tanda ia menyapa Diandra dan memamerkan senyumnya semakin dalam. "Duluan mas," kata Didandra lagi yang membuat Rafin akhirnya menahan tangan Diandra untuk tak segera berlalu.
"Mau cerita?" tanya Rafin dengan tatapan penuh menuju ke arah manik mata Diandra.
Mata Diandra langsung memerah menahan tangin yang kembali ingin pecah, perempuan itu memang kuat untuk tidak menanyakan status dirinya dan Azlan, tapi tidak kalo sudah begini, Diandra harusnya memang menceritakan keluh kesahnya kepada orang lain, tidak ia tanggung sendirian, tapi Rafin, Rafin termasuk orang lain, dan itu tidak lah baik bagi Diandra, terlebih Diandra mungkin saat ini menyimpan perasaan dengan Rafin.
Bagaimana kalo Diandra menceritakan hubungannya dengan Azlan dan Rafin juga menaruh harap kepada Diandra, dan karena masalah ini akhirnya Rafin melangkah mundur, merelakan Diandra? Ah tidak, Diandra tidak mau itu terjadi, Diandra tidak mau perasaanya hanya bertepuk sebelah tangan, ia mau Rafin juga membalas perasaanya.
Senyum Diandra serta gelengan kepala dari perempuan itu membuat Rafin harus melepaskan cekalan tangannya di tangan Diandra, benar, ini terlalu cepat, bukan hanya tentang Rafin saja, tapi ini juga tentang Diandra.
Dengan mata yang mulai memerah, dan tarikan napas bekali-kali, Diandra pamit pulang dari hadapan Rafin, meninggalkan laki-laki itu dengan tarikan napas pula.
–
130220
Terima kasih sudah membaca sampai sini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top