7. Pacar Azlan.

7. Pacar Azlan.

Jadi, selama ini hubungan kita apa?

--

Diandra ingin sekali menceritakan pengalaman ke tiganya bertemu dengan Rafin kepada Azlan, malam ini pun dengan semangat Diandra meminta bertemu dengan Azlan, perempuan yang tengeh mengenakan sweater berwarna kuning, yang dipadukan rok pendek berwarna hitam itu sudah siap di kamarnya, setelah mengambil tasnya, Diandra bergegas turun ke lantai dasar rumahnya, menunggu Azlan di sana.

Diandra menaiki mobil Azlan, setelah mereka pamit kepada Ibunya Diandra, malam kali ini terlihat cerah, bulan terlihat manis saat bersanding dengan bintas di awan yang kini berwarna birum malam, di atas sana.

Wajah Diandra terlihat berseri, bengkak di kakinya sudah mengecil, bahkan kini kakinya tak sakit lagi.

"Mau makan apa?"

"Terserah," jawab Diandra sambil terus memainkan ponselnya, tanpa melihat Azlan yang kini menatapnya.

Azlan menatap Diandra, tanggannya menggaruk kepala bagian belakangnya, Diiandra bukanlah perempuan yang suka mengatakan kata 'terserah' lebih-lebih untuk makanan, perempuan itu selalu punya pilihan sendiri.

"Aku kan laki-laki Diandra, mana ngerti dengan kata terserah," jawab Azlan sambil sekilas menatap Diandra yang kini menatapnya juga.

Diandra menatap Azlan, kata 'terserah' yang kali ini dilontarkannya kepada Azlan memang kata 'terserah' yang artinya Diandra mau makan apa saja, dan di mana saja, bukan arti dari kata yang Azlan harus menebak apa maunya Diandra.

"Yaudah, Mekdi ya," kata Azlan akhirnya, yang diangguki semangat oleh Diandra.

Diandra tentu bersemangat, setelah mobil Azlan sampai dan terparkir rapi, Diandra keluar dari mobil Azlan, Diandra tanpa ragu meggandeng tangan Azlan, sebagia tanda luapan kebahagiaannya karena sudah mengukir rasa senang bersama Rafin tadi siang membuat Diandra ingin membaginya kepada Rafin – dengan cara memeluk laki-laki itu.

Kalo bagi sebagian orang yang tak mengenal Diandra dan Azlan, yang melihat mereka saling menggandeng bahkan Diandra yang mendekap erat tangan Azlan, Diandra dan Azlan bak pasangan yang dimimpikan, tawa ceria yang keluar dari mulut mereka membuat dunia berasa hanya milik mereka berdua.

"Tunggu di sini ya, pesenannya kayak biasa kan?" tanya Azlan setelah ia dan Diandra menduduki meja yang menjadi tempat mereka makan biasanya kalo ke sini, Diandra pun hanya mengganguk untuk menjawab perrtanyaan Azlan.

Malam hari ini, tempat makan ini cukup ramai, antrian pun mulai panjang, Diandra yang duduk manis masih bisa melihat Azlan yang menjadi salah satu pengantri makanan di depan kasir itu.

Sepuluh menit dari itu, Azlan akhirnya membawa makanan untuk dirinya dan Diandra, perempuan itu terlihat lebih bersemnagat, lebih-lebih saat Diandra mulai mengucapkan kalimat pembuka. "Tadi ...."

Satu persatu kata yang kelaur dari mulut Diandra menjadi cerita, yang terkadang membuat Diandra tersenyum sendiri, bahkan wajah Diandra terkadang menjadi memerah karena malu, beda dengan keadaan Azlan yang terlihat menahan segala kesakitan karena perempuannya kini tersenyum dan itu dilakukan oleh laki-laki lain.

Elusan di tangan Diandra dari Azlan tertahan saat seorang perempuan dengan rambut tergerai indah, memakai kacamata berwarna putih yang juga mengenakan baju terusan berwarna putih dengan pita berwarna hitam menahan tangan Azlan di tangan Diandra.

"Bagus ya Azlan," seru perempuan itu, tangannya mengarah ke kacamatanya, menaikan kacamatanya, lalu tersneyum sinis saat melihat Diandra yang mengerutkan kening karena kedatangannya.

Ajeng, perempuan yang mengenakan dress putih itu sudah tahu memang siapa perempuan yang tangannya sedang pacarnya genggaman itu, Azlan memang tidak pernah menceritakan Diandra kepadanya, tapi Ajeng tahu, siapa perempuan yang selalu didahulukan pacarnya itu, siapa prioritas Azlan selama ini, tentu bukan Ajeng yang sudah tiga bulan ini berstatus menjadi pacarnya Azlan.

"Aku, pacaranya Azlan," jelas Ajeng yang membuat Diandra langsung menatap Azlan yang tengah menarik napasnya pelan.

Azlan tidak pernah berkata bahwa ada perempuan selain Diandra di hidupnya, dan kenapa Diandra bisa kecolongan seperti ini, syukurnya Ajeng ini terlihat perempuan yang baik-baik saja, dan dia tidak membuat susatu hal yang bisa membuat Diandra malu – contohnya menyiram Diandra dengan air, karena ketahuan jalan dengan pacarnya, bahkan Ajeng juga mengatakan Diandra selalu menjadi prioritas Azlan, bukan dirinya.

"Aku, sudah nahan ini lama banget, Diandra, kamu bisa kan jangan jadi perempuan yang kegatelan, yang nelponin pacarku, yang minta antar jemput pacarku, jangan jadi perempuan yang murahan," tekan Ajeng yang seketika membuat Diandra mengedip tidak percaya.

Tidak, ini semua bukan salah Diandra seutuhnya, selama ini, entah sudah berapa lama Azlan sama sekali tidak menunjukan bahwa ia sudah memiliki kekasih, Diandra juga sama sekali tidak curiga bahwa Azlan tidak lagi menyandang status jomlo.

Senyum sinis Diandra terangkat, kelakuan Ajeng tidak kejam, ia tidak menyiram Diandra, Ajeng juga tidak memukul Diandra, tapi perkataan Ajeng menyakiti hati Diandra, dan rasanya melumpuhkan sendi yang ada di tubuh Azlan, hingga laki-laki itu tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Diandra menarik napas dalam, seumur hidupnya ia belum pernah dikatai perempuan murahan, dan sekarang perempuan yang mengaku pacarnya Azlan ini, dengan mudah melontarkan kalimat itu kepada Diandra.

Diandra menunduk, air matanya jatuh tanpa perkiraan entah karena merasa marah karena dikatai perempuan tidak benar, entah karena Diandra marah kepada Azlan karena menutupi hal ini darinya, atau karena sekarang Diandra menjadi pusat perhatian orang-orang. Ia dan Ajeng, serta Azlan dan dua perempuan temannya Ajeng kini menajdi pusat perhatian di restoran itu, Diandra menyapu air matanya, entah ini air mata apa artinya, tapi sungguh Diandra merasa ini menyakitkan, ia merasa dikhainati.

"Diandra, jangan nangis," kata Azlan saat melihat Diandra mulai terisak, laki-laki itu akhirnya berdiri, ia menatap kearah Ajeng, yang tak kalah menatap dirinya, dengan nyalang.

Azlan yang berjalan kearah Diandra membuat Ajeng semakin mengepalkan tangannya, ini semua salah Diandra, salah perempuan itu. Azlan tanpa ragu memeluk Diandra, menarik tangan perempuan itu agar segera keluar dari tempat makan itu dengan suara Ajeng yang meninggi, dan, entah kenapa air mata Diandra malah semakin deras turun di pipi putihnya, ia merasa disakiti oleh orang yang sama sekali tidak pernah terlintas dipikirannya berbuat sesakit ini, dan rasanya sungguh sakit sekali.

__

Terima kasih sudah membaca sampai sini.

060220

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top