10. Makan bersama Azlan.
10. Makan bersama Azlan.
Debaran jantungku menggila saat aku bersamamu, senyumku mengembang saat kamu berada di hadapanku, apakah yang aku rasakan, juga kamu rasakan?
--
Jantung Diandra rasanya ingin pindah ke mata kaki, ia sudah mengirimkan sebuah pesan kepada Rafin, bahwa Diandra akan menunggunya di rumah makan yang tak jauh dari kantor mereka berada, rumah makan ini juga sebenarnnya menyimpan banyak kenangan bagi Azlan dan Diandra, karena rumah makan ini sebagai salah satu tempat favorit mereka berdua.
Diandra yang sudah tiba lebih dahulu – karena ia langsung ke rumah makan ini tanpa menunggu Rafin membalas pesananya, karena ia pikir Rafin akan setuju dengan pesan yang ia kirimkan, bukannya tadi Rafin sendiri yang ingin bertemu dengan Diandra, jadi pikir Diandra, Rafin tidak masalah saat Diandra mengajak dirinya ke sini.
Sambil menunggu Rafin membalas pesannya atau tiba di depannya pikiran Diandra melayang, bagaimana nanti kalo Rafin datang, apa yang mesti Diandra katakan lebih dahulu. Apakah seperti 'hallo Mas' 'duduk Mas' atau 'Mas, aku dekdekan saat ketemu kamu.'
Diandra memesan satu gelas jus jeruk untuk menemaninya menunggu Rafin, tangannya tergerak mengambil ponselnya saat ia merasa sudah cukup lama tak ada kabar baik dari Rafin, atau bahkan Rafin yang tiba di depan matanya.
Diandra mengigit bibirnya dengan gigi bagian bawahnya, pesannya sudah dibaca oleh Rafin sejak lima belas menit yang lalu, tapi tak ada balasan apakah Rafin bisa menemuinya atau tidak, membuat Diandra merasa diambang kebingungan.
Diandra ingin menelpon Rafin, tapi bukankah itu sama saja seolah Diandra yang mengejar Rafin, tapi Diandra pikir lagi kalo ia tidak menelpon dan meminta kepastian dari Rafin, kalo saja Rafin sedang sibuk atau tak bisa datang, Diandra kan ada kejelasan, bukan menunggu berjam-jam akhirnya.
Sampai di menit tiga puluh Diandra masih berpikir untuk mengubungi Rafin via telpon atau masih menunggunya saja.
Diandra akhirnya mampu menghabiskan satu gelas jus jeruknya, tak lupa ia juga tadi ia memesan nasi goreng dan jus jeruk lagi, di pertengahan saat Diandra makan, yang terhitung sudah satu jam Diandra menunggu Rafin yang juga tak ada kabar.
Memberanikan diri dengan hati yang setengah jengkel karaena Diandra sudah memberitahu Rafin bahwa dirinya sudah menunggunya sedari tadi, tapi pesan itu pun sama, hanya dibaca saja oleh Rafin.
"Hallo?" suara Diandra terdengar tak enak dan teregesa saat seorang perempuan mengangkat panggilan telponnya yang diajukannya kepada Rafin.
"Ya, hallo," sahut suara perempuan di seberang saja.
Bukannya bertanya lebih lanjut, Diandra malah memutuskan panggilan telponnya kepada Rafin, pikiran buruk yang membuat dada Diandra bergerumuh, membuat Diandra menyingkirkan piring nasi goreng yang masih bersisa di depannya, Diandra pun dengan kasar meminum hingga tandas air jeruk yang masih tersisa setengah di gelas dalam gengamannya itu.
Setelah meletakan uang yang sekiranya cukup atas tagihannya di atas mejanya, Diandra segera berlalu dari tempat makan itu, Diandra mengutuk dalam-dalam tempat makan yang sekarang menyisakan kenangan buruknya kepada Rafin, tidak hanya dengan Rafin, tapi juga dengan Azlan.
Sampai di mobilnya pun Diandra masih berytanya-tanya, kalo Rafin sudah bersama perempuan lain, tapi kenapa Rafin terlihat baik dan seolah membalas kebaikan juga perasaan Diandra, ah mungkin hanya Diandra saja yang terlalu percaya diri, mungkin hanya Diandra saja yang menginginkan Rafin, tapi Rafinnya tidak.
Diandra menyandarkan tubuhnya di mobilnya sekarang, mungkin Tuhan hanya membuat Rafin berstatus temannya, tidak untuk menjadikan Rafin sebagai peganganti Azlan, atau mungkin, mana kita tahu ke depannya kan?
Diandra memicingkan matanya saat mobilnya kini sudah terparkir di halaman rumahnya, ia memandang security yang ada di sampingnya, membantu untuk membukakan pintu mobil Diandra.
"Ada tamu Pak?" tanya Diandra, sebelumnya perempuan itu mengucapakan terima kasih.
"Ada, Nyonyah diantar sama yang punya mobil itu Non, teman Nona juga katanya."
Diandra mengangguk, teman Diandra juga? Siapa, Diandra sekali lagi memandang mobil hitam itu, bahkan lewat plat nomor mobilnya saja Diandra merasa belum pernah kenal dengan mobil itu.
Diandra mengigit jari, di ruang tamunya sudah ada Rafin – laki-laki yang selama satu jam ini ditunggunya, laki-laki yang sama sekali tidak mengabri Diandra, dan saat Diandra menghubunginya suara perempuan yang membuat hatinya gelisah, dan juga Diandra bisa melihat Ibunya, ah satu lagi perempuan yang usianya tak jauh, atau bahkan seusia dengan Diandra berada di sana.
"Nah, Diandranya sudah sampai," kata Mama, yang membuat Diandra menyalami tangan Ibunya itu, raut wajah Diandra terlihat bingung, lebih-lebih sejak masuk rumah tadi Diandra melihat Ibunya terlihat akrab dengan Rafin.
"Sini dulu duduk," kata Mama, "tadi Mama hampir kejambretan," ucap Mama yang membuat epresi wajah Diandra akhirnya keluar, terlihat terkejut, tapi mata sayunya tetap terlihat, seolah dari mata itu Diandra memancarkan bahwa ia tidak ingin melihat Rafin, bahwa ia sama sekali tidak peduli dengan Rafin ada di depannya.
"Terus, Mama gimana, jadi kejambretan ada yang hilang, sudah lapor ke polisi?" pertanyaan Diandra beruntun, tapi melihat Ibunya yang terlihat baik-baik saja, Diandra meyakini bahwa hal buruk itu tidak sampai menimpa Ibunya.
Mama pun menceritakan keadaanya, bagaimana bahwa dirinya yang akan kejambretan dan untungnya ada Rafin yang menolong Mama, Rafin yang tidak tega saat melihat Mama ingin pulang dan menunggu taksi pun mengajaknya untuk pulang bersama, saat melihat rumah yang dituju Mama adalah rumah Diandra, tentu Rafin mengiyakan saat Mama mengajaknya masuk, ia pikir ia akan bertemu dengan Diandra dan berbincang sedikit, tapi saat ia dan Mama sampai di rumah, Diandra belum ada di rumah, dan saat Diandra sampai wajah Diandra terlihat tidak bersemangat, membuat Rafin akhirnya memilih untuk pamit pulang.
"Oh iya Nak Rafin, terima kasih banyak ya sudah bantuin Tante," kata mama sambil menyalami Rafin juga perempuan yang Diandra tangkap mendapatkan perhatian dari Rafin, yang entah kenapa membuat Diandra ingin sekali meledakan perasaanya sekarang juga.
Diandra ingin sekali berucap bahwa kenapa Rafin tidak berekpresi apa-apa, kenapa Rafin seolah tidak tahu bahwa Diandra sudah menunggunya padahal jelas-jelas pesan yang dikirimkan oleh Diandra sudah dibaca, dan kenapa Rafin bisa bersama dengan perempuan itu?
Diandra tidak mengantar Rafin dan perempuan itu sampai ke depan rumahnya, ia memilih untuk pergi ke kamar, lagi pula Ibunya juga terlihat baik-baik saja, dan Diandra rasa ia tidak bisa lagi menahan tangisnya, entah untuk alasan apa kali ini air mata itu keluar, tapi yang pasti, Diandra merasa bahwa harapannya pupus terhadap Rafin.
***
Terima kasihhh banyak sudah membaca sampai siniii.
See u next time huehue.
09 april 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top