5.2
Pada jam-jam larut seperti ini aku suka membayangkan kehidupan lain. Kebanyakan terlalu tidak masuk akal sehingga aku tidak akan kesulitan untuk membedakan kenyataan dan khayalanku. Seperti aku suka berkhayal tentang vampire itu nyata, bersembunyi di antara kehidupan manusia yang membosankan. Jika aku cukup beruntung mungkin aku akhirnya akan menemukan satu dan berhasil membujuknya untuk mengubahku. Lalu aku bisa membuat semua keluargaku menjadi vampir dan aku akan mendapatkan apa yang selalu aku inginkan. Keabadian dan kekonstanan dalam hidupku. Namun, malam ini berbeda, dan aku masih belum berbaring di kamarku.
Aku duduk di sisi ranjang ayahku. Ibuku masih belum tidur meskipun lingkaran di bawah matanya tidak mungkin untuk ditutupi. Dia duduk di sisi lain memegang tangan ayahku yang saat ini akhirnya tertidur. Suara napasnya yang berat membuatku khawatir, aku tidak ingin memikirkan apa artinya itu. Aku sebenarnya menolak secara aktif untuk memikirkan yang terburuk. Tetap saja pikiran itu berhasil menyelinap masuk ke kepalaku.
Aku bergeser dari tempatku duduk, ingin menemukan posisi yang lebih nyaman dan itu akhirnya menarik perhatian ibuku. Dia mendongak, rambut berubannya membuatnya terlihat lebih tua, berbeda dengan ayahku yang rambutnya hampir tidak terlihat memutih.
"Pergi tidur, sudah larut dan kamu harus bekerja besok," ucap ibuku dengan suara rendah, tidak ingin membangunkan ayahku.
"Tapi Mom ...."
"Tidak baik jika kamu sampai jatuh sakit, istihalah, tidur. Mom juga akan tidur."
Aku melihat wajah ayahku, bagaimana wajah yang telah menjadi konstan dalam hidupku. Seorang pelindung yang bertarung untukku tanpa perlu diminta. Tanpa pernah menginginkan balasan apa pun selain melihatku bahagia. Rasanya begitu menyakitkan melihatnya sekarang dan mengetahui diagnosa dokter, aku dan kakakku masih belum memberitahu ibuku, yang mungkin adalah keputusan terbaik meskipun bukan yang paling bijaksana.
"Bangunkan aku jika butuh apa pun," ucapku pada akhirnya saat aku berdiri. Leherku sudah terasa kaku karena duduk begitu lama, aku keluar dari kamar dan menutup pintu di belakangku.
Perasaan berat itu masih tenggelam di dadaku, tidak mungkin untuk menghilangkannya. Aku melewati kamar adikku yang sudah gelap, aku berasumsi dia sudah tidur. Melangkah hampir secara autopilot, aku masuk ke kamarku sendiri. Berbaring di ranjang dengan lampu yang aku biarkan mati, memberiku perasaan seperti aku tenggelam dalam kegelapan. Rasanya pas. Cocok dengan bagaimana hatiku semakin tenggelam dan tenggelam ke dalam kegelapan pekat saat aku membenci takdir yang dilemparkan kehidupan.
Meraih ponselku secara impulsif aku membuka mesin pencari dan mengetikkan gejala-gejala yang dialami ayahku. Tiap artikel yang aku baca membuat perutku semakin mual, aku tahu artikel di internet tidak dapat dipercaya, bahkan tidak akurat sama sekali dan ini hanya akan memperburuk pikiranku yang sudah keruh. Aku harusnya tidur saja. Istirahat seperti yang ibuku katakan, tapi aku tidak bisa tidur.
Aku mencoba metode yang selalu aku gunakan ketika aku kesulitan tidur. Dengan mulai membayangkan satu adegan dalam ceritaku untuk mulai ditulis, untuk mengembangkan karakter di dalam kepalaku yang pada akhirnya akan menuntunku ke dalam tidur yang aku butuhkan. Aku menginginkan tidur itu. Lupakan untuk sejenak beban yang terasa seperti logam yang menyeretku jatuh ... jatuh ... jatuh ke dalam jurang tanpa dasar. Tanpa ada pegangan untuk diraih atau pelampung penyelamat.
Ketika menit dengan cepat berganti menjadi jam dan aku masih belum juga mendapatkan tidur yang aku butuhkan sebagai pelarian, aku memutuskan untuk membuka aplikasi chatku. Jariku melayang beberapa saat sebelum memutuskan itu sama sekali tidak aneh jika aku mengirimkan pesan padanya selarut ini. Teman-teman saling mengirim pesan bahkan jika tidak penting. Aku hanya menginginkan pengalih perhatian dan aku tidak punya banyak untuk dituju.
Ke mana kamu hari ini?
Aku menekan kirim sebelum diriku dapat berubah pikiran. Jawabannya hampir membuatku terkejut karena begitu cepat.
Urusan mendadak. Kepentingan keluarga. Kamu tidak tidur?
Aku menatap jawabannya, rasa penasaran menggelitik indraku tapi aku menepisnya. Tidak ingin menjadi orang yang memasukkan hidungnya ke urusan orang lain.
Tidak bisa tidur. Ingin mengobrol.
Aku menulis dengan cepat dan menekan kirim. Sekali lagi balasannya datang dengan cepat, seolah dia memang menunggu balasanku.
Tentang apa? Ingin membicarakan cerita yang sedang kamu kerjakan?
Tidak. Terlalu lelah untuk memikirkan itu. Apa yang sedang kamu lakukan?
Kali ini butuh waktu beberapa saat. Aku berguling dan menggulir beberapa postingan di Instagram saat pesannya kembali masuk.
Jika aku mengatakan aku sedang memikirkanmu apakah kamu percaya?
Aku tersenyum kecil pada emot ikon menjulurkan lidah dengn sebelah mata berkedip. Olok-olok itu membuatku sedikit merasa lebih baik.
Aku menolak untuk jatuh ke dalam tipuanmu. Mengapa kamu belum tidur? Atau apakah aku membangunkanmu?
Tidak. Aku di luar.
Aku melihat balasan singkat itu. Menggigit bibirku, apakah aku terlalu ikut campur jika bertanya dia di mana?
Kamu sedang keluar? Di mana?
Mungkin lain kali aku bisa mengajakmu.
Sekali lagi balasannya cepat dan aku mendesah.
Tidak, tapi terima kasih. Ada saran untuk membantuku tidur?
Ponselku kali ini bergetar karena panggilan masuk. Aku mengangkatnya tanpa berpikir.
"Hai," ucapku berbisik, tidak ingin mengganggu orang rumah.
"Ada apa Ad?" Suaranya terdengar khawatir meskipun suara musik dan sorakan di latar belakang membuatku berpikir dia mungkin sedang berada di bar.
"Mengapa kamu berpikir ada yang terjadi?"
Aku bisa membayangkan dia memutar matanya saat mendengar desahan dari ujung telepon. "Karena kamu mengirimiku pesan selarut ini."
"Aku hanya tidak bisa tidur. Maaf mengganggumu."
"Kamu tidak menggangguku, kamu yakin tidak Ingi ingin membicarakannya?" Perlahan musik surut dan aku membayangkan March mencari tempat yang lebih tenang, mungkin keluar.
"Hanya tetap di sambungan. Bernapas saja. Aku tidak ingin sendirian."
"Oke," jawabnya, dan seperti itu. Dia tidak bertanya, tidak menuntutku untuk menjawabnya.
Aku mendengarkan suara napasnya, musik yang samar-samar dan seperti itu aku tertidur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top