3.2

Ini bukan pertama kalinya aku naik motor, tapi ini akan menjadi yang pertama kalinya aku naik motor dan merasa seperti aku gadis yang sangat beruntung. Ohh ... jangan khawatir, aku sangat menyadari betapa berbahayanya arah pemikiranku. Bahkan menyadari itu, aku masih mengeratkan lenganku di pinggang March. Dan sekarang aku bisa memberi tahu Nessa, bahwa March punya perut itu. Kamu tahu? Semua otot bergelombang dan keras yang ingin dijilat seorang gadis. Ya Tuhan! Aku terdengar mengerikan!

"Ambil kanan di tikungan berikutnya," ucapku berteriak melawan angin.

"Akan lebih masuk akal jika kamu mengatakan ke mana tujuan kita sebenarnya," balas March, meski aku bisa merasakan hiburan di suaranya. Hampir terdengar kekanakan saat dia tidak memperlambat kami ditikungan, dia membanting kemudi dan aku menjerit. Memeluknya lebih erat.

"Kita hampir sampai," jawabku terkekeh saat tempat yang kami tuju akhirnya terlihat. "berhenti di toko bercat hijau, dengan pohon Ek besar di sisinya."

"Apa ini rumah perkumpulan seks rahasia milikmu?" goda March, begitu kami parkir di sisi tempat parkir.

Hanya ada beberapa sepeda di sana sehingga motor March terasa salah tempat. Dia bukan milik tempat ini. Dia adalah entitas yang lain. Aku sadar aku telah melihatnya dengan cara yang paling tidak diizinkan. Bukan karena hubungan kami akan menjadi tabu atau memalukan. Tidak. Tapi karena sekeras apa pun aku mencoba, aku tidak bisa melihat bagaimana kami bisa cocok. Aku menyiksa diriku. Aku pernah melakukan ini sebelumnya. Aku tidak membutuhkan ini terjadi sekali lagi.

Dia turun terlebih dahulu dan mengambil helm-ku sebelum membentuku turun. Aku bisa melakukan semua itu sendiri tapi aku akan bohong jika mengatakan aku tidak menikmati perhatian March. Dia bisa menjadi sangat manis dan perhatian, itu membuatku ketakutan. Itu membuat March sangat berbahaya dan memberiku bendera merah untuk mulai lari. Aku tidak punya waktu untuk komplikasi yang lebih lanjut dengan pria. Aku tidak siap untuk itu. Tapi di sinilah aku masih menyeringai seolah ini adalah satu-satunya tempat di mana aku ingin berada.

"Ini bahkan lebih baik dari pada klub seks," timpalku dan saat March mencondongkan tubuhnya ke arahku, aku mundur satu langkah hanya untuk menabrak motornya. Jantung bodohku berkibar di tulang rusukku.

"Apa itu menyiratkan bahwa kamu pernah berada di dalam klub seks, atau itu hanya mulut besarmu yang berbicara?"

Aku menelan ludah dan berkedip beberapa kali, mencoba untuk bebas dari mantra apa pun yang telah dilemparkan March padaku. "Pasti yang ke dua."

"Nah mungkin aku bisa menjadi yang pertama membawamu ke klub seks." Dia melihatku dengan mata berkerudung. Itu menjerit seks. Itu berteriak telanjang. Itu membisikkan ayo bercinta. Membuat pipiku menyala merah tapi kemudian March tertawa. "Kena kau!"

"Sial Sullivan! Itu tidak lucu!" dengusku, tanganku mendorong dadanya menjauh tapi begitu aku menyentuhnya, aku sadar itu adalah sebuah kesalahan.

Dadanya keras dan berotot, tidak berlebihan seperti atlet angkat beban tapi kencang dan menceritakan cukup tentang seberapa banyak dia berada di gym. Kenapa sih pria seperti ini ingin bergaul denganku? Aku benar-benar tidak tahu. March bisa saja duduk di salah satu bar di kota dan mengedipkan mata pada wanita manapun. Wanita itu tidak akan menolak satu seks cepat yang panas dan bagus. Kecuali jika gadis itu seperti aku dan tidak punya waktu untuk hal-hal itu.

"Astaga Ad, kamu sangat lucu ketika pipimu berubah menjadi merah tomat."

"Persetan denganmu!" dengusku berusaha untuk terdengar kesal, tapi tetap saja tawa lolos dariku. Aku tidak pernah bisa marah pada pria ini.

Dia tertawa dengan suara yang bergemuruh saat aku mendorongnya menjauh dan mulai berjalan ke toko. Jendelanya cukup berdebu, dan papan nama yang digantung di dekat pintu sudah mulai lapuk. Tapi pintunya mengayun dengan mudah saat aku mendorong masuk, membunyikan lonceng antik yang ditempatkan di pintu.

"Sayangku! Aku tidak mengharapkan kamu datang secepat ini." Magdalena menyapaku dengan senyum cerah, baru saja keluar dari deretan buku, dan matanya langsung terarah ke pintu saat lonceng berbunyi sekali lagi menandakan March baru saja menyusulku. "Ah ... ah ..., dan kamu mengajak seorang teman! Apakah ini kencan?"

Pipiku terbakar saat lengan March meraih pinggangku. Menarikku ke arahnya tanpa malu. Aku bukan gadis yang kecil atau kurus tapi lengan March terasa cocok di pinggulku. Pikiran busuk pertama menyerangku, menyentakku ke dalam rasa malu. Pikiran bahwa March bisa merasakan lemak tebal di perutku. Bahwa aku tidak memiliki lekuk yang sempurna. Pikiran betapa berbedanya kami. Itu membuatku mual. Aku menarik diri darinya. Berjalan cepat ke arah Magdalena yang jelas tidak melewatkan pikiran ngeriku di sana.

"Lena, ini March. Rekan kerjaku di kantor," ucapku, berusaha keras untuk menyembunyikan rasa tidak amanku.

Aku bukan gadis yang gemuk. Tidak seburuk itu. Tapi aku juga bukan gadis yang memiliki lekuk yang diidamkan pria. Aku membenci olahraga dan aku tidak berniat mengubah itu dalam waktu dekat. Untuk sebagian besar waktu aku baik-baik saja dengan tubuhku. Tapi ada saat-saat aku berharap bisa menghilangkan beberapa pound dari tubuhku.

"Magdalena. Aku seperti ibu kedua untuk Addy." Lena tersenyum, menawarkan anggukan sopan pada March.

"Dan di sini aku bangga berpikir aku satu-satunya orang yang mengenal Addy dengan baik. Aku berdiri dikoreksi, senang mengenalmu, Lena." March tersenyum cerah, terlihat mudah untuk dicintai seperti biasa.

Wanita itu tertawa dan mengedipkan mata dari aku ke March seolah dia tahu sesuatu yang aku tidak. "Addy punya banyak hal yang disimpan secara pribadi. Bahkan setelah bertahun-tahun mengenalnya. Kamu masih tidak akan cukup mengenal."

Aku meringis pada komentar Magdalena. Di usianya yang hampir lima puluh tahun, dia telah menjadi seseorang yang untuk sementara waktu menjadi tempatku mencari bimbingan. Dia tahu hal-hal yang membuatku terjaga di malam hari. Dia tahu apa yang harus dikatakan untuk membuatku merasa lebih baik. Dan yang terpenting, dia tidak pernah menghakimiku. Untuk itu aku menghormatinya, dan tokonya adalah tempat perlindunganku saat seluruh dunia sepertinya bertekad untuk menghancurkanku.

"Itu tidak benar. Aku adalah gadis paling jujur di alam semesta," balasku.

"Aku tidak mengatakan kamu pembohong, Ad, yang aku katakan adalah kamu orang yang pribadi."

"Dan keras kepala dalam beberapa hal," tambah March. Mereka berdua mengangguk, aku cemberut.

"Aku adalah orang yang menghormati privasi dan pantang menyerah. Tidak ada yang salah dengan itu."

"Tentu. Apakah kita di sini untuk membeli buku?" March berjalan ke arah rak. Menjatuhkan perdebatan yang dia tahu akan aku mulai jika dia tidak mengganti arah pembicaraan kami. Aku suka itu darinya. March tidak mendorong. Tidak pernah menuntut.

"Tidak juga," jawabku mengejarnya, meninggalkan Lena untuk merapikan rak lain. Kami berjalan ke deretan rak dengan genre fantasi dan fiksi ilmiah, yang bisanya akan menjadi genre yang aku kejar. Tapi tidak  untuk saat ini. Aku ingin sesuatu yang manis dan lembut. Sesuatu yang membuat jantungku berlari dan lututku lemas.

March melirikku dalam pertanyaan diam.

"Kadang-kadang aku mampir hanya untuk membaca. Lena tidak pernah keberatan. Aku suka berada di rumah tapi aku merasa agak menyenangkan untuk berada di tempat lain."

Dia mengangguk seolah dia mengerti perasaan itu. "Kadang-kadang saat kita menghabiskan waktu bersama, aku merasa kita lebih cocok dari waktu ke waktu. Aku tidak mengatakan aku punya masalah yang sama denganmu tapi aku tahu rasanya menjadi sangat kesepian dan tidak dipahami."

Aku tidak seharusnya berhenti berjalan. Aku tidak seharusnya menahan napasku. Ada banyak hal yang seharusnya tidak aku rasakan dan lakukan saat itu. Tetap saja aku tidak bisa menghentikan diriku. Aku terpaku melihat March. Jantungku memalu dengan bodoh. Pikiranku terbang kacau. Dan aku mulai bertanya-tanya, siapa pria ini? Apa yang terjadi? Kenapa dia disini? Itu adalah bendera merah lain yang seharusnya aku perhatikan. Aku tidak memiliki kapasitas untuk peduli. Untuk merawat orang lain saat aku punya cukup di tanganku. Keluargaku membutuhkanku. Dan hanya itu yang penting. Masih saja, aku mengatakannya.

"Kamu tidak pernah banyak mengatakan tentang dirimu sendiri," ucapku dan itu adalah pertama kalinya aku merasa bersalah. Untuk menjadi sangat tidak peka dan egois. Aku tidak ingat sudah berapa kali aku mencari kenyamanan dari March. Tidak pernah sekali pun aku berpikir bahwa mungkin dia juga membutuhkan seseorang untuk mendengarkan. Untuk mengatakan padanya bahwa semua akan baik-baik saja.

"Aku tidak pernah merasa nyaman untuk menceritakan tentang diriku."

"Karena itu sangat buruk?"

"Karena rasanya salah."

Aku mengangguk. Aku mengerti itu juga, tapi aku tidak pernah sekuat March. Aku tidak bisa menyimpan semua yang aku rasakan sendirian. Aku penuh dan siap meledak. Aku adalah kotak yang terus-menerus dijejali hingga ketika tutupnya terbuka semua akan tumpah. Aku kacau. Aku berantakan. Aku adalah kumpulan saraf yang siap putus. Magdalena bilang aku orang yang pribadi tapi kenyataannya bukan. Aku hanya memecah diriku. Hanya membiarkan satu orang melihat satu bagian. Kotak demi kotak sehingga tidak ada yang bisa melihatku menjadi satu bagian penuh.

"Aku tidak akan bertanya, March."

"Aku tidak bilang kamu tidak boleh bertanya, lagi pula itu tidak seburuk itu, percayalah."

Aku mengangguk, tapi untuk saat ini aku tidak ingin tahu. Aku ingin percaya bahwa March adalah pria baik yang bahagia. Saat ini aku ingin membungkus diriku ke dalam satin ketidaktahuan sedikit lebih lama. Egois ya? Aku tahu itu, tapi apa lagi yang bisa aku lakukan.

"Aku ingin mencari sesuatu yang manis untuk bacaanku saat ini," ucapku dan aku menarik March ke rak lain. Perasaan apa pun yang sebelumnya kami bagikan aku mendorongnya menjauh. Aku tidak ingin kehilangan temanku. Aku tidak ingin mempertaruhkan apa yang telah kami miliki untuk kemungkinan menjadi lebih atau hancur berkeping-keping.

Apakah itu membuatku pengecut? Egois? Atau hal buruk lain yang bisa kamu pikirkan? Kenyataannya aku pernah jatuh cinta. Apakah itu nyata? Apakah apa yang aku rasakan saat jauh lebih muda itu bohong? Apakah tanpa sadar satu kenangan menghalangiku menginginkan hal ini? Aku tidak tahu. Aku terus mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak ingin cinta. Aku tidak membutuhkannya, dan aku percaya cinta hanyalah fiktif. Itu tidak pernah benar-benar ada. Tapi aku akan jujur, rasa sakitnya itu nyata. Aku pernah jatuh cinta dan aku pernah ditolak. Nyata atau tidak, itu tidak penting, karena rasa sakitnya sama. Dan percayalah padaku bahwa hal paling menakutkan adalah saat kamu meletakkan kebenaran di depannya dan dia tidak ingin melihatnya.

***
Hai, aku harap kalian sehat dan bahagia di mana pun kalian saat membaca kisah ini. Rasanya aneh saat menulis A/N di sini. Yah karena apa yang dirasakan Addy
adalah apa yang R rasakan. Ini menggugah dan mengguncang dan menakutkan untuk mencampur kenyataan dan fiktif menjadi satu. Apakah kalian bisa menebak mana yang benar-benar R alami dan yang hanya Addy alami? Aku kacau. Aku berantakan. Aku hancur. Dan aku ingin membagikannya untuk merasa lebih baik. Ahh dan apakah cinta itu nyata? Aku akan mengatakan ini, itu nyata. Aku bisa melihat dan merasakannya saat melihat ayah dan ibuku bersama. Jadi kenapa aku tidak bisa percaya bahwa itu juga bisa menjadi nyata untukku? Mungkin karena aku pengecut egois dan tidak berperasaan. Mungkin itu hukumanku. Tapi itu bukan hal yang paling buruk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top