Cerita 5 :: Reuni?

Apa yang Arin katakan benar. Tabinda bisa mengiyakan semua yang gadis itu bilang padanya. Tapi bagaimana caranya? Tabinda bukannya tidak pernah mencoba, ia sudah berulang kali berusaha melupakannya. Berbagai macam cara telah ia lakukan. Bahkan mencoba membuka hati juga pernah ia lakukan. Namun semuanya gagal total. Tabinda masih mengingat semuanya. Bahkan detail yang mereka lakukan di masa lalu juga teringat olehnya, hanya saja wajahnya yang mulai samar-samar ia ingat. Tabinda akui, ia bodoh. Bodoh karena sampai saat ini masih belum bisa melupakannya. Semua itu perlu waktu, dan sayang waktu yang Tabinda butuhkan terlalu lama.

Arin bahkan sampai mengatakan demikian. Mungkin di mana teman-temannya, Tabinda juga sama. Terlalu bodoh karena belum bisa melupakan masa lalunya. Awalnya memang bukan keinginan Tabinda untuk mengingat semua yang ada, namun lambat laun akhirnya Tabinda memutuskan untuk tidak lagi melupakannya. Sudah terlalu banyak cara ia lakukan, meski semuanya gagal. Jadi untuk sekarang, Tabinda tidak ingin berusaha apa-apa. Ia ingin semuanya berlalu begitu saja.

Lama terjeda, akhirnya Tabinda berusaha membalas apa yang Arin katakan. "Kamu bener kok, tapi kamu tahu sendiri Rin, seberapa keras usahaku buat ngelupain dia, tapi semuanya gagal. Jadi yang bisa aku lakuin sekarang cuma pasrah. Lagian belum tentu juga aku bakal ketemu dia lagi, kayaknya semesta mendukung aku buat nggak lagi ketemu dia."

Arin dengan jengah menatap Tabinda. Ia tahu temannya ini hatinya polos, terlalu lugu. Namun ia juga mengerti, Tabinda sudah berusaha keras untuk melupakannya walaupun pada akhirnya semuanya tidak ada yang berhasil. "Iya, tahu. Tapi untuk sekarang kayaknya kamu harus berusaha keras buat move on, deh. Lihat, usia kita udah bukan lagi remaja. Kita sama-sama beranjak dewasa, udah bukan waktunya lagi main-main. Tapi apa pun itu, aku bakal tetep dukung kamu. Maaf kalau bicaraku agak tidak sopan dan menyinggung, aku cuma pengen yang terbaik buat kamu."

Tabinda mengerti apa yang Arin maksud. Sejak awal, yang tahu cerita ini hanya Arin seorang. Hanya Arin yang mengetahui jatuh bangun Tabinda menghadapi perasaannya sendiri. Dan melihat gadis itu pada akhirnya mengerti dan berusaha untuk terus mendukungnya meskipun Tabinda terlihat sangat bodoh, Tabinda berterima kasih banyak. Ia juga bersyukur, di tengah carut-marutnya isi hati, masih ada orang yang mau mencoba mengerti.

"Lupain masalah dia, aku punya pengumuman penting. Kamu masih inget Agung kan? Ketua angkatan kita?" Tabinda mengangguk. "Aku baru dikabarin dia kalau tahun ini angkatan kita mau ngadain reuni setelah enam tahun lamanya nggak ketemu. Katanya sih, bulan depan acaranya. Undangan resmi bakal disebar nanti. Kamu mau dateng nggak?"

Reuni? Tabinda termenung.

Teman sekolahnya tidak pernah mengadakan reuni setelah mereka lulus sekolah. Dan memang benar baru tahun ini alias tahun keenam setelah kelulusan mereka angkatan sekolahnya mengadakan reuni. Tapi kalau boleh jujur, Tabinda bukan manusia yang menyukai keramaian. Reuni seperti ini bukan kesukaannya. Ia tidak suka bercengkrama dengan orang banyak, itu kadang membuat kepalanya pening. Namun... Bisa jadi itu adalah kesempatan besar untuk bertemu dengannya. Meski tidak tahu apakah dia juga akan datang, Tabinda berharap besar.

Ia jadi bimbang.

"Gimana? Aku sih kayaknya fix dateng. Udah lama juga nggak ketemu mereka. Toh, kita berdua juga bukan tipe manusia yang punya masalah sama banyak orang, angkatan kita juga fine-fine aja, jadi nggak ada salahnya buat dateng. Kamu gimana? Aku nggak tahu dia bakal dateng atau nggak, tapi bisa jadi ini kesempatan buat kamu ketemu lagi sama dia, kalau kamu mau."

Arin ternyata satu pemikiran dengan Tabinda. Namun di saat yang sama, ia merasa takut. Bagaimana jika ia betulan bertemu dengannya di sana? Tabinda masih belum siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Padahal dari kemarin ia sangat yakin untuk bertemu dengannya dan menyelesaikan semua yang ada di antara mereka, baru setelahnya Tabinda bisa menjalani lembaran baru dalam hidupnya. Tapi ketika dihadapkan dengan kemungkinan yang benar akan terjadi, Tabinda jadi menciut. Ia tidak yakin bisa menghadapi dia dengan sebagaimana rencananya.

"Aku masih belum tahu bakal dateng atau nggak. Kemungkinan nunggu undangannya beneran dateng, baru aku bisa mutusin mau ikutan atau nggak."

"Oke, siap. Nanti aku kasih tau Agung buat nyiapin undangan buat kamu. Soalnya tahu sendiri kamu nggak gabung di grup chat angkatan. Siapa tahu undangannya kelewatan. Tapi tenang ada, dia sama kayak kamu kok. Nggak terdeteksi di mana-mana. Di grup angkatan juga belum pernah muncul anaknya. Jadi... Kasih tau aku nanti kalau kamu beneran mau dateng."

Kabar itu sudah ia ketahui dari Arin sejak beberapa tahun yang lalu, tentang dia yang tidak pernah diketahui bagaimana kabarnya. Tentang dia yang tidak pernah lagi berhubungan dengan teman dekat semasa sekolah. Tentang dia yang betulan menghilang, tanpa sisa. Bahkan desas-desus mengenai kehilangannya pun Tabinda tahu. Akan ia bahas hal itu nanti, sekarang saatnya memikirkan apakah ia akan datang atau tidak.

🌸🌸🌸

17 Januari 2025

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top