Cerita 24 :: Keputusan Akhir

Ada banyak hal yang ada di kepala Tabinda sekarang. Januari dan segala macam obrolan mereka tadi sampai kini. Sebagian besar dari pertanyaan yang selama ini bersarang di kepalanya, kini terjawab sudah. Tabinda juga mengerti apa yang cowok itu rasakan semenjak ia tahu ternyata mereka banyak memiliki kesamaan. Perasaan mereka masih sama, mereka juga sama-sama menyesali keadaan pada saat itu. Sama-sama menyesal karena tidak kunjung memperbaiki kesalahan dan malah akhirnya berpisah.

Lalu pertanyaan terakhir dari Januari, jelas tidak bisa Tabinda jawab. Sejujurnya, kembali bersama Januari merupakan hal yang paling ia inginkan beberapa saat setelah mereka akhirnya benar-benar berpisah dan tidak pernah lagi bertemu. Namun kini, semuanya jadi penuh keraguan. Tabinda tidak ragu pada Januari, jelas ia melihat keseriusan dalam setiap jawaban yang laki-laki itu lontarkan. Tabinda lebih tidak mempercayai dirinya sendiri dalam hal ini. Ia takut kalau keputusannya membawa dampak lagi bagi mereka berdua.

Sejatinya, Tabinda hanya perlu waktu untuk merefleksikan apa yang terjadi baru-baru ini. Terlalu cepat mengambil kesimpulan untuk kembali bersama padahal mereka baru saja bertemu kembali. Tabinda hanya perlu waktu dan ia harap Januari mau mengerti akan hal itu. Tabinda yakin, Januari tidak akan mudah berpaling. Hampir tujuh tahun putusnya hubungan mereka, Januari tidak berpaling. Jadi Tabinda yakin kali ini cowok itu mau menunggunya membenahi perasaan.

Memang, Tabinda akui ia saat ingin sangat plin-plan dan tidak tentu arah. Padahal apa yang ia inginkan sejak dulu sudah berada di depan mata, Tabinda hanya perlu mengatakan iya dan semuanya selesai. Tapi ternyata perasaanya jauh lebih rumit. Ia masih ragu apakah benar ini yang Tabinda mau? Apakah benar semua hal ini Tabinda inginkan? Masih ada pertanyaan-pertanyaan seperti itu dalam hatinya, Tabinda juga tidak ingin mengambil keputusan tergesa-gesa. Ini akan sangat tidak adil baik bagi Januari maupun bagi dirinya.

"Boleh tunggu sebentar, kayaknya aku perlu waktu buat memikirkan semua yang terjadi belakangan ini." Jawaban Final Tabinda akhirnya bisa terdengar.

Tabinda melihat Januari mengangguk. Ia harap, cowok itu paham bahwa kali ini Tabinda bukan menolaknya, melainkan meyakinkan hatinya sendiri. Tabinda tahu, cowok itu pasti kecewa karena Tabinda tidak segera mengatakan iya padahal sudah jelas perasaan mereka masih sama. Ia harap, Januari mau mengerti meskipun sebagai wanita kadang ia tidak bisa dimengerti.

"Nggak papa, ambil waktu sebanyak mungkin. Aku bakal nunggu. Nungguin kamu enam tahun aja sanggup, masa sebentar doang nggak sanggup." Januari berusaha mencairkan suasana di antara mereka yang mulai mendingin.

Hingga kemudian, mereka memutuskan keliling sekali lagi, mengambil foto sebanyak mungkin, pergi ke toko oleh-oleh, kemudian pulang. Tabinda mengatakan itu sembari meraih tangan Januari.

Sama seperti yang dulu, tangan itu masih terasa hangat dan sangat pas di genggamannya. Memang terasa lebih kasar dibanding yang dulu, namun Tabinda tetap menyukainya. Ia masih menyukai segala hal tentang Januari. Tangan besar yang berubah menjadi keras tidak ada apa-apanya bagi Tabinda sekarang. Ia masih ingin menggenggam tangan itu lebih lama, meskipun artinya ia harus kembali mencari tahu apa sebenarnya keinginannya.

Kemudian mereka melangkah ke tengah-tengah kebun. Mengambil banyak foto bersama. Baik yang wajah keduanya sama-sama terlihat, atau hanya sepenggal dari bagian tubuhnya. Januari dan Tabinda ingin mengenang foto mereka di hari ini dengan cara yang berbeda. Kalau Tabinda lebih suka hanya sebagian dari anggota tubuh yang terfoto, Januari sebaliknya. Jadi untuk jalan tengah, akhirnya mereka mengabadikannya sesuai dengan keinginan masing-masing.

Keduanya lalu pergi ke toko oleh-oleh. Seperti yang Tabinda katakan di mobil tadi, ia mengambil beberapa varian teh celup yang berasal dari kebun teh ini. Tabinda sangat menyukai teh dan ia yakin teh-teh yang ia beli ini akan habis dalam waktu kurang dari tiga bulan. Januari mungkin kaget, karena ketika mereka bersama dulu, Tabinda lebih menyukai minuman-minuman manis seperti smoothie dibanding teh. Dan sekarang ternyata kesukaan gadis itu berubah menjadi teh.

Puas berbelanja berbagai macam jenis teh mulai dari teh hitam, teh hijau sampai teh beraroma dan berasa lain, akhirnya mereka kembali ke mobil. Dalam perjalan pulang, tidak banyak yang mereka katakan. Sebagian besar Januari yang memancing pertanyaan dan Tabinda yang menjawab, sama seperti di awal mereka berangkat tadi. Sepertinya energi Tabinda habis sekarang, rasanya ia sangat mengantuk tapi ia tidak bisa meninggalkan Januari menyetir sendiri. Setidaknya Tabinda harus terjaga agar bisa menemani Januari.

Dan beberapa saat kemudian, akhirnya mereka tiba di depan rumah Tabinda. Seperti yang ia kira, Tabinda bisa melihat ada mobil kedua orang tuanya terparkir di garasi rumah. Menandakan keduanya sudah pulang dan mereka pasti akan bertemu di dalam.

"Aku harus masuk kah?" Tabinda menggeleng.

Ia tahu Januari bermaksud baik. Tapi sekarang bukan saatnya Januari bertemu kedua orangnya. Nanti, akan ada saatnya mereka pasti bertemu. Maka dari itu Tabinda meminta Januari untuk tetap dalam mobil, dan keduanya akan berpisah di sini. Januari akhirnya setuju.

"Kalau keputusan kamu akhirnya buat aku harus nunggu, nggak masalah. Yang penting kamu nggak menghindar dari aku, itu aja."

🌸🌸🌸

5 Februari 2025

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top