Cerita 23 :: Sama-Sama Menyesal

"Kalau aku butuh waktu lama? Apa kamu masih mau nunggu?"

"Iya, bakal aku tunggu sampai kapanpun. Aku sudah pernah menyia-nyiakan kesempatan buat balik sama kamu lagi, kali ini nggak akan lagi aku sia-siain."

Januari kembali memegangi lengan Tabinda. Gadis itu beberapa kali hampir tersandung. Untung saja posisi mereka sudah dekat. Meski jalannya semakin menanjak, setidaknya mereka masih bisa beristirahat dan mengobrol lebih leluasa di depan.

Hingga akhirnya mereka tiba di tempat yang Januari maksud. Sebuah dudukan di atas lantai kayu yang memutar mengelilingi sebuah pohon besar. Di sekelilingnya juga merupakan tempat duduk dari kayu. Duduk di sini, kalian bisa melihat hamparan kebun teh yang lebih luas, bahkan beberapa pohon teh yang posisinya di bawah mereka. Cuaca semakin berkabut dan angin semakin dingin. Bodohnya, Januari lupa tidak memberitahu gadis itu untuk setidaknya membawa sebuah mantel atau cardigan agar bisa menutupi lengannya yang tidak tertutup baju secara sempurna. Namun untungnya Januari mengenakan jaket kulit. Jadi ia lepaskan jaket miliknya lalu menyampirkannya pada Tabinda.

"Maaf lupa kasih tau kamu buat bawa jaket atau cardigan. Aku juga nggak ekspek kamu bakal pake baju secantik ini." Tabinda berterima kasih lalu tersenyum.

"Kamu inget nggak di tempat ini dulu kita ngapain?" Januari kembali bertanya. Ia melihat gadis itu menggeleng dan terdiam beberapa saat.

"Ah, inget! Kamu ngasih aku gelang warna merah. Katanya, hadiah karena udah mau diajak jalan sejauh ini pake motor buat yang pertama kali."

Januari tersenyum lebar. Meskipun kadang gadis itu tidak mengingat setiap detail hal yang pernah mereka lakukan bersama, sebagaimana ia sangat mengingatnya, begini saja sudah sangat membahagiakan bagi Januari. Tabinda, mau selama apa pun gadis itu memintanya untuk menunggu, Januari akan rela menunggu.

"Sekarang giliran aku yang nanya. Aku udah tau kalau perasaanmu masih sama, tapi aku nggak tau apa alasannya. Sekarang, kasih tau aku apa alasannya." Januari yang kini bertanya. Memang, ia sudah mengatakan apa alasan yang membuat Januari masih bertahan dengan perasaannya, tetapi ia tidak mengetahui apa alasan yang membuat gadis itu masih menyukainya.

Tabinda terlihat termenung sebentar. Kakinya ia goyang-goyangkan sembari kedua tangan memegang bagian bawah kursi yang mereka duduki.

"Karena aku merasa menyesal. Aku menyesal kenapa waktu kita ada masalah, aku nggak berusaha buat bertahan. Atau setidaknya mencoba buat kamu bertahan. Menyesal karena ternyata ada banyak hal yang mestinya harus kita lakuin bareng. Terus, aku udah nyoba segala macem cara buat lupain kamu, tapi ternyata nggak bisa. Di mataku, setiap sudut di kota ini ada kamu. Ada kenangan kita. Itu semua yang buat aku akhirnya sadar, aku nggak bisa lupain kamu dan mutusin buat jaga perasaan itu sampai sekarang."

Januari terkejut. Ia cukup terkejut mendengarnya dan alasan yang Tabinda berikan membuat jantungnya kembali berdegup kencang. Rasanya ia ingin berteriak sekarang karena Tabinda juga merasakan hal yang sama. Meski sedikit berbeda alasannya, Januari sangat senang mendengar hal itu. Rasanya itu saja sudah cukup. Ia tidak perlu apa-apa lagi. Tapi semakin mengingatnya, Januari ingin egois. Ia ingin Tabinda kembali menjadi miliknya.

"Sama. Aku juga sama. Awalnya aku ngerasa menyesal. Kenapa waktu itu aku egois banget padahal kita nggak ada masalah besar. Aku menyesal kenapa aku nggak berusaha keras buat pertahanin hubungan kita dan perasaan menyesal itu ada sampai sekarang. Kamu tahu kenapa akhirnya aku pindah dari kota ini?" Januari melihat Tabinda menoleh ke arahnya dengan lucu dan imut. Januari jadi ingin menggigitnya seperti yang sering ia lakukan dulu.

"Karena aku nggak sanggup selalu inget kamu waktu aku di sini. Waktu itu aku goblok banget, sih. Bisa-bisanya mikir kalau kamu udah nemuin bahagia kamu yang baru. Jadi buat apa aku harus nahan rindu, nahan rasa menyesal sebanyak ini sementara kamu udah bahagia sama orang yang baru. Tapi ternyata perasaan kita masih sama."

"Lucu ya, kalau tahu akhirnya gini, kenapa nggak dari dulu aja."

Januari terkekeh. "Semesta nggak dukung kita waktu itu. Tapi aku bisa pastiin kalau sekarang semesta bakal dukung kita sepenuh hati."

"Kenapa gitu?" Januari tersenyum lebar sembari menatap gadis di depannya ini. Meski sudah dewasa dan dua tahun lagi Tabinda akan menyentuh angka seperempat abad, baginya Tabinda masih sama seperti Tabinda miliknya dulu.

"Perasaan kita masih sama, terus apa yang buat kita masih nggak bisa kembali bersama?"

Pertanyaan Januari itu menimbulkan hening di antara mereka. Januari yakin, Tabinda masih belum sepenuhnya yakin pada dirinya. Gadis itu meski terlihat dewasa sekarang, ada banyak hal yang ia pikirkan. Januari tidak bisa menebak semuanya, namun satu hal yang pasti. Tabinda belum percaya diri untuk kembali bersamanya. Entah itu karena Januari atau karena dirinya sendiri. Apa pun itu, Januari akan memastikan mereka kembali bersama. Ia tidak mau menyesal untuk yang kedua kali dan ia tidak akan membuat Tabinda menyesali keputusannya nanti.

🌸🌸🌸

5 Februari 2025

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top