Cerita 17 :: Perlahan Mengetahui Alasannya

Setelah lama memikirkannya akhirnya Tabinda memilih untuk menyerah. Ia tidak mengerti jalan pikiran Januari ataupun apa yang ada di dalam pikirannya. Memikirkan semuanya hanya akan membuat kepalanya semakin sakit. Jadi daripada Tabinda repot-repot untuk kembali memikirkan semua yang akan terjadi ke depannya, lebih baik ia sekarang diam saja. Menunggu gebrakan apa yang akan Januari lakukan mendatang. Ia yakin cowok itu tidak akan diam saja, apalagi ketika mengetahui isi perasaannya.

Maksudnya perasaannya dan perasaan Tabinda masih sama.

Namun satu hal yang ada di kepala Tabinda sekarang. Ia harus tahu alasan terbesar mengapa Januari juga sama dengannya, belum melupakan perasaan itu.

Kalau Tabinda sih, jelas. Karena mereka berpisah di saat yang tidak tepat. Perasaan menyesal masih sangat besar di kepala Tabinda. Bahkan ia sempat berpikir kalau saja ia bisa memutar kembali waktu, Tabinda pasti akan mempertahankan hubungan mereka bagaimanapun caranya. Apalagi mereka putus bukan karena masalah besar. Tidak ada perselingkuhan. Murni karena dua-duanya tengah bosan dan tidak menemukan jalan keluar pada saat itu. Padahal Tabinda bisa saja memutuskan untuk break sebentar, bukannya putus. Keputusan yang terburu-buru itu membuat Tabinda merasa menyesal.

Ah, entahlah. Semakin memikirkannya kepala Tabinda semakin pening.

Ini sudah hampir tengah malam dan bisa-bisanya ia masih memikirkan Januari, padahal besok ia harus bekerja. Tabinda akhirnya melemparkan ponselnya ke sembarang arah. Kemudian memejamkan mata.

Sayang sekali, Tabinda tiba-tiba merasa tidak bisa tidur. Sudah setengah jam ia memejamkan mata. Tapi ternyata ia tidak bisa nyenyak. Saat memeriksa ponselnya, tidak ada apa-apa. Chat yang muncul hanya dari grup sekolahnya. Para guru sepertinya akan sibuk besok karena beberapa waktu mendatang mereka akan melaksanakan event kecil-kecilan jadi memerlukan persiapan yang lebih. Tabinda sengaja tidak bergabung dalam obrolan karena saat ini sudah menunjukkan tengah malam.

Namun betapa terkejutnya Tabinda, ketika tiba-tiba nomor Januari menelfonnya. Gadis itu bahkan menimbang-nimbang apakah akan mengangkatnya atau tidak.

Panggilan pertama, tidak terangkat. Tabinda masih bingung. Awalnya ia kira Januari akan berhenti begitu saja, ternyata tidak. Cowok itu kembali menelfonnya.

Pada akhirnya, Tabinda mengangkat teleponnya.

"Kenapa belum tidur? Sekarang biasa tidur malem?"

Tanpa basa-basi cowok itu menanyakan mengapa Tabinda masih terlihat online. Sial, begini saja Tabinda sudah merasa sangat salah tingkah.

"Nggak bisa tidur. Ngapain nelfon?"

"Kaget aja ternyata kamu jam segini belum tidur. Ini udah bukan tengah malem lagi, nggak baik buat kesehatan."

"Lah, situ juga belum tidur."

"Ini mah masalah kerjaan, nggak bisa ditunda."

"Nggak bisa ditunda tapi malah nelfon orang. Nggak jelas."

Tabinda bisa mendengar cowok itu tertawa di seberang sana. Tawa yang sebenarnya cukup Tabinda rindukan. Ia sudah lama tidak mendengar suara ini. Suara di telfon, suara menenangkan milik Januari yang tidak berubah. Berubah sih, sedikit. Suaranya jadi lebih rendah daripada yang dulu.

"Buat kamu apa yang nggak. Ea. Udah tidur sana. Tadi cuma ngecek beneran belum tidur apa belum, soalnya keliatan online. Ternyata beneran belum tidur."

"Dibilang nggak bisa tidur."

"Mau aku bacain buku kayak dulu?"

Mampus. Mengapa Januari masih mengingat hal-hal memalukan tentang dirinya di masa lalu, sih. Tabinda jadi sangat malu sekarang. Ia bahkan menenggelamkan wajahnya di bantal. Ingin teriak karena malu, tapi sadar sekarang sudah tengah malam.

"Nggak usah. Aku bukan kayak dulu lagi."

"Alah, pake bohong. Eh, tapi tau nggak, sih. Kenapa setelah sekian tahun aku masih inget semua tentang kamu?"

Tabinda tidak menjawab, ia menunggu Januari mengatakan dengan sendirinya. Sejujurnya, ia juga mempertanyakan hal itu. Mengapa setelah sekian tahun berlalu, Januari masih belum melupakan setiap detail kecil tentang dirinya. Ini seperti mustahil, tapi selama seharian ini, Januari betulan mengingat hal-hal kecil tentang dirinya.

"Katanya sih, itu karena kamu cinta sama seseorang. Mau sampai kapanpun, setiap detail kecil tentang orang itu bakalan kamu inget bahkan walaupun orangnya nggak ada kamu masih inget semua hal tentang dia. Kata orang, itu namanya beneran cinta."

Jawaban itu entah mengapa membuat Tabinda tersenyum lebar. Secara tidak langsung, Januari mengatakan padanya kalau cowok itu mencintai Tabinda. Tidak perlu panjang lebar, Tabinda bisa mengerti apa yang cowok itu katakan.

"Kenapa bisa? Padahal udah lama nggak ketemu orang itu."

"Karena cintanya beneran nyata. Cinta sejati itu mah."

Mampus. Tabinda salah tingkah parah.

Memang sejak dulu, Januari tidak pernah membuat Tabinda tidak merasa dicintai. Setiap harinya, apapun yang cowok itu lakukan akan membuat Tabinda merasa begitu dicintai. Bahkan kala itu, ia merasa lebih dicintai oleh Januari ketimbang orang tuanya yang sibuk mengejar karir.

"Sudah, sudah. Tidur sana. Jangan lupa tidur nyenyak, nggak usah mimpi nggak masalah. Inget juga, aku bakal tunjukkin satu per satu supaya kamu percaya, apa yang aku katakan bukan omong kosong. Sampai jumpa besok."

Januari tidak memberi kesempatan untuk Tabinda membalas. Cowok itu juga langsung mematikan telfonnya. Jadi Tabinda memutuskan untuk mengetik pesan chat saja.

Makasih udah ngasih tau alasan kenapa kamu masih inget setiap detail kecil masa lalu kita.

🌸🌸🌸

29 Januari 2025

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top